Pengunjung memilih pakaian bekas impor di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di ma | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung memilih pakaian bekas impor di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di ma | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Penjual pakaian bekas impor beraktivitas di depan kiosnya di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di ma | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung mencari pakaian bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Pemerintah melarang penjualan pakaian impor bekas karena dianggap mematikan bisnis UMKM dan merugikan industri tekstil dalam negeri. | Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung mencari sepatu bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Pemerintah melarang penjualan pakaian impor bekas karena dianggap mematikan bisnis UMKM dan merugikan industri tekstil dalam negeri. | Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung mencari pakaian bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Pemerintah melarang penjualan pakaian impor bekas karena dianggap mematikan bisnis UMKM dan merugikan industri tekstil dalam negeri. | Republika/Putra M. Akbar

Peristiwa

Produk Pasar Thrifting Ganggu Produksi Dalam Negeri

Lemahnya penegakan hukum membuat thrifting ini bangkit dari kubur.

JAKARTA -- Fenomena thrifting alias membeli barang bekas layak pakai populer belakangan ini. Fenomena ini pada awalnya muncul dengan semangat berhemat dan mengurangi produksi sampah akibat barang bekas tak terpakai.

Thrifting ini biasanya memperjualbelikan barang bekas berupa produk garmen seperti baju, celana, jaket dan lain-lain. Sementara produk lainnya memperjualbelikan sepatu, tas, ransel, dan asesoris lainnya.

Belakangan fenomena ini berdampak pada industri lokal. Khususnya produk garmen. Hal ini tecermin pada konsumsi kain dan sejenisnya yang menjadi bahan dasar pakaian. 

Penjualan pakaian produk lokal pun lesu. Kalah bersaing dengan produk bekas dengan jenama internasional. Perputaran uang masyarakat yang baru bangkit di masa pandemi terserap ke produk ini. 

Fenomena kemunculan pasar-pasar thrifting pun bermunculan di kota-kota besar. Jakarta, Bandung, Yogyakarta, memiliki sentra pasar thrifting tersendiri. Batam yang berbatasan dengan Singapura, kerap menjadi pintu masuk barang-barang bekas komoditas thrifting ini.

Secara aturan barang bekas impor berupa pakaian ini telah lama dilarang masuk dan diperjualbelikan. Tahun 1990-an di Bandung dikenal kawasan yang dijuluki Cimol alias Cibadak Mall sebagai sentra penjualan pakaian impor bekas.

Akibat terus meluas kemudian pasar ini direlokasi ke Pasar Induk Gedebage dengan nama sama Cimol dan dikenal sebagai pasar thrifting terbesar di Kota Bandung.

Setali tiga uang, Pasar Senen Jakarta pun menjadi pasar thrifting di Ibu Kota. Pasar yang kerap terbakar ini memiliki area khusus pedagang pasar bekas.

Lemahnya penegakkan hukum membuat thrifting ini bangkit dari kubur dan menjadi menggurita seperti sekarang. Alarm keras berbunyi ketika liputan investigatif Kantor Berita Reuters menggambarkan perjalanan sepatu bekas dari Singapura berakhir di pasar thrifting Jakarta.

Pengunjung mencari sepatu bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Pemerintah melarang penjualan pakaian impor bekas karena dianggap mematikan bisnis UMKM dan merugikan industri tekstil dalam negeri.

Belakangan Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di masyarakat.

Larangan dilakukan karena dianggap mengganggu industri tekstil dalam negeri. Meski demikian, pedagang di pasar itu menolak larangan tersebut karena dinilai merugikan pedagang dan hilangnya pendapatan mereka. ';