Warga berdoa seusai melaksanakan shalat meminta hujan (istisqa) di area ujung landasan pesawat Poin A Desa Ampeh, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, Aceh, Jumat (13/1/2023). | ANTARA FOTO/Rahmad

Iqtishadia

Manajemen Krisis Ramadah

Krisis Ramadah merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam.

Oleh DR IRFAN SYAUQI BEIK

Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam adalah krisis Ramadah, yaitu masa-masa terjadinya bencana kelaparan, kemarau, dan paceklik yang sangat luar biasa. Mayoritas riwayat menyatakan bahwa krisis itu terjadi pada tahun 18 H, yaitu pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra.

Krisis tersebut diawali oleh minimnya sumber air akibat terhentinya curahan hujan untuk beberapa waktu. Akibatnya, sektor pertanian menjadi terganggu akibat kegagalan dalam produksi. Hal itu terjadi di seluruh wilayah Hijaz. Beberapa riwayat menyatakan bahwa kondisi itu juga terjadi hingga ke wilayah Najd, Tihamah, dan Yaman.

 
Sektor pertanian menjadi terganggu akibat kegagalan dalam produksi. Hal itu terjadi di seluruh wilayah Hijaz.
 
 

Gagalnya produksi pangan berdampak pada meluasnya wabah kelaparan, akibat ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi permintaan pangan. Kondisi itu kemudian diperparah dengan munculnya wabah penyakit pes di wilayah Syam, yang merupakan salah satu pusat perdagangan dunia pada saat itu. Arus perdagangan pun menjadi terganggu karena para pedagang cenderung menghindari wilayah bencana.

Kondisi yang demikian membuat warga Jazirah melakukan migrasi ke Madinah. Hal tersebut karena kondisi Madinah yang relatif lebih baik, terutama dari sistem pertanian. Masyarakat Madinah saat itu sudah memberlakukan sistem irigasi untuk pertanian, sehingga tingkat ketergantungan terhadap curah hujan dapat dikurangi.

Namun demikian, karena infrastruktur Madinah belum siap menampung arus pengungsi dalam jumlah besar, maka sejumlah masalah pun terjadi.

Pertama, terjadi lonjakan kenaikan harga pangan akibat kapasitas produksi pertanian yang belum mampu memenuhi excess demand. Keberadaan sejumlah pebisnis yang melakukan aktivitas penimbunan bahan kebutuhan pokok juga memperparah keadaan.

Kedua, banyaknya warga pengungsi yang meninggal dunia akibat faktor kesehatan yang kurang memadai. Dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa jumlah kematian kala itu mencapai angka dua per tiga dari keseluruhan pengungsi yang ada.

Bagaimana respons sang Khalifah Umar bin Khattab? Beliau mengambil sejumlah kebijakan penting yang berbasis pada tiga pilar, yaitu keteladanan pribadi dan keluarga, manajemen krisis yang efektif, dan pendekatan spiritual.

Dari sisi keteladanan, beliau dan keluarganya mempraktikkan gaya hidup sederhana. Sehingga, tumbuh kepercayaan dan loyalitas rakyat kepadanya.

Dari sisi manajemen krisis, beliau memanfaatkan keberadaan Baytul Maal sebagai sumber dana bagi penanganan dampak krisis.

 
Abu Ubaidah bin Jarrah tercatat sebagai salah satu gubernur yang datang dengan membawa kafilah 4.000 ekor unta yang membawa makanan.
 
 

Selain itu, beliau memerintahkan sejumlah gubernur untuk menggalang bantuan kemanusiaan bagi korban bencana. Abu Ubaidah bin Jarrah tercatat sebagai salah satu gubernur yang datang dengan membawa kafilah 4.000 ekor unta yang membawa makanan.

Umar ra pun memberikan sejumlah kupon makanan untuk dibagikan kepada rakyat. Amr bin ‘Ash ra, gubernur Mesir, diperintahkannya untuk membangun jalur laut antara Mesir dan Madinah yang bisa mempercepat masuknya armada barang kebutuhan rakyat. Kemudian, penegakan hukum diberlakukan kepada para pelaku ekonomi yang mengail di air keruh.

Sedangkan pada pilar yang ketiga, Umar pun tidak bosan-bosan untuk mengingatkan rakyatnya agar meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Ia menyatakan bahwa dalam keadaan apa pun, manusia tidak boleh jauh dari Tuhannya. Perintah untuk bertobat dan mengerjakan amal saleh pun beliau kumandangkan kepada seluruh rakyatnya tanpa kecuali.

 
Beliau pun kemudian menggelar shalat Istisqa untuk mengundang turunnya hujan. Anas bin Malik ra mengatakan bahwa tidak lama setelah pelaksanaan shalat tersebut, hujan pun turun.
 
 

Beliau pun kemudian menggelar shalat Istisqa untuk mengundang turunnya hujan. Anas bin Malik ra mengatakan bahwa tidak lama setelah pelaksanaan shalat tersebut, hujan pun turun. Produksi pangan pun secara perlahan dapat dinormalkan kembali, sehingga krisis tersebut secara bertahap dapat diatasi.

Pelajaran dari kisah tersebut adalah bahwa perekonomian dalam keadaan apa pun, baik booming maupun resesi, harus dikelola dengan memadukan dua prinsip utama. Yaitu, ikhtiar basyariyyah (usaha manusia), yang terencana dengan baik, dan iradah Ilahiyyah (ketetapan dan pertolongan Allah), yang harus diundang melalui pengamalan ibadah dan amal soleh. Keduanya harus dilakukan secara maksimal. Optimalisasi manajemen perekonomian inilah yang menjadi salah satu aplikasi dari konsep itqan dalam kehidupan.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT sangat mencintai orang yang melaksanakan pekerjaannya dengan itqan (tepat, terencana, dan optimal) (HR Imam at-Thabarani). Wallahu a’lam.

DISADUR DARI HARIAN REPUBLIKA EDISI 25 NOVEMBER 2010

Solusi Insecure Akibat Konten Flexing

Orang yang sudah mencapai tahap aktualisasi diri cenderung tak akan terpengaruh oleh konten flexing.

SELENGKAPNYA

Kiat Jitu Redakan Burnout

Pekerja juga perlu meluangkan waktu untuk diri sendiri.

SELENGKAPNYA

Khawarij dan Sikap Berlebihan

Sikap berlebihan akan mengakibatkan kehancuran.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya