Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Alquran, Umat Islam, dan Persaudaraan Universal (II)

Betapa jauhnya bangunan dunia Islam dari cita-cita mulia Alquran.

Oleh AHMAD SYAFII MAARIF

OLEH AHMAD SYAFII MAARIF

Dalam Mukhtashar min Tafsir al-Imam al-Thabari dan Qur’an Karim: Tafsir wa Bayan ma’a Asbab al-Nuzul li-‘l-Suyuthi, ayat 10 surat al-Hujurat tidak diberi penjelasan tentang betapa pentingnya ungkapan innama di awal ayat itu. Saya heran mengapa kedua mufasir klasik yang berbeda abad itu tidak membahas prinsip utama tentang persaudaraan orang beriman ini.

Mungkin dianggap ayat itu sudah sangat jelas karenanya tidak perlu diberi penjelasan lagi. Atau mungkin juga karena yang saya cek ini adalah ringkasan kedua tafsir itu, di dalamnya ayat 10 itu tidak disertakan penjelasannya oleh yang meringkas. Dalam suasana perpecahan masif dunia Islam sekarang ini, ayat ini perlu disuarakan dengan sangat lantang.

Sebab, siapa tahu masih ada hati umat Islam yang akan menjadi lembut dan tersentuh oleh kandungannya yang terang benderang itu. Kita semua sadar bahwa perpecahan pasti bermuara kepada kehancuran atau kekalahan, tetapi ajaibnya kita tidak mau memasang rem untuk mencegahnya.

 
Sebab, siapa tahu masih ada hati umat Islam yang akan menjadi lembut dan tersentuh oleh kandungannya yang terang benderang itu.
 
 

Sebagian mufasir kontemporer memang memberi ulasan terhadap ayat 10 itu. Muhammad ‘Ali al-Shabuni dalam Shafwat al-Tafasir, (1405 H/1985), Vol 3, misalnya, memberikan ulasan atas ayat 10 itu sebagai berikut. “Tidak ada persaudaraan kecuali antara orang-orang yang beriman, tidak ada persaudaraan antara seorang Mukmin dengan seorang kafir … persaudaraan Islam lebih kokoh daripada persaudaraan berdasarkan keturunan” (halaman 235).

Ungkapan terakhir inilah sebenarnya yang mesti dipedomani oleh umat Islam sedunia bahwa ikatan keturunan, latar belakang sejarah, dan bangsa tidak boleh menghancurkan bangunan persaudaraan universal berdasarkan agama. Tetapi yang berlaku adalah sebaliknya: persaudaraan imaniah berantakan akibat perbedaan suku, bangsa, mazhab, dan latar belakang sejarah. Betapa jauhnya bangunan dunia Islam dari cita-cita mulia Alquran.

Adalah mufasir A Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an (cetakan 1975, halaman 1405, catatan no 4928) yang dengan bagus sekali memberi penjelasan atas ayat 10 itu sebagai berikut, “The enforcement of the Muslim Brotherhood is the greatest social ideal of Islam. On it was based the Prophet’s Sermon at the last pilgrimage, and Islam cannot be completely realized until this ideal is achieved.”

(Pelaksanaan/penguatan Persaudaraan Muslim merupakan cita-cita sosial Islam yang terbesar. Atas dasar itulah khutbah Nabi saat di haji wada’ disampaikan dan Islam tidak mungkin diwujudkan dengan sempurna sampai cita-cita ini berhasil diraih). Bagi saya, Yusuf Ali telah menangkap dengan sempurna pesan historis dari ayat 10 ini.

 
Kepentingan dan perlombaan duniawi telah mengalahkan cita-cita agung tentang persaudaraan.
 
 

Bagaimana pula mufasir Hamka menjelaskan ayat 10 itu? Inilah kutipannya, “Maka ayat 10 surat ini menjelaskan yang lebih positif lagi bahwasanya kalau orang sudah sama-sama tumbuh iman dalam hatinya, tidak mungkin mereka bermusuhan. Jika tumbuh permusuhan lain tidak adalah karena sebab yang lain, misalnya, karena salah paham, salah terima.” (lihat Tafsir al-Azhar, 2007, Juz XXV-XXVI, halaman 199).

Hamka benar, tetapi yang berlaku di dunia Islam sekarang tidak saja salah paham. Jauh melampaui itu. Kepentingan dan perlombaan duniawi telah mengalahkan cita-cita agung tentang persaudaraan yang demikian tajam, tetapi puitis, disampaikan Alquran puluhan abad yang silam. Dengan mengabaikan pesan ayat 10 ini, jangan terlalu berharap bahwa rahmat Allah akan turun kepada kita sebagaimana terbaca di ujung ayat itu.

Ada tiga syarat untuk mengundang turunnya rahmat itu: kokohnya persaudaraan, perdamaian, dan sikap takwa yang tulus. Nilai-nilai inilah yang tengah absen dalam komunitas Muslim di berbagai bagian dunia.

 
Penulisnya tetap optimistis bahwa pada saatnya nanti umat Islam akan sadar dan mau berunding dengan Alquran.
 
 

Tetapi tuan dan puan jangan sampai kehilangan asa mengikuti penjelasan “Resonansi” ini. Penulisnya tetap optimistis bahwa pada saatnya nanti umat Islam akan sadar dan mau berunding dengan Alquran dengan kesediaan mengoreksi perilakunya yang menyimpang selama ini dari ketentuan agama yang benar, khususnya yang bertalian dengan persaudaraan imaniah.

Prinsip persaudaraan berdasarkan iman telah kita jelaskan dengan cita-cita sosial mulia yang menyertainya dan rintangan-rintangan utama yang menjadi sandungannya. Pada bagian ketiga nanti, kita tengok pula gagasan Alquran tentang prinsip persaudaraan universal di antara umat manusia yang berbeda iman atau dengan mereka yang tidak beriman sama sekali. 

Tulisan ini disadur dari Harian Republika edisi 20 Januari 2015. Buya Ahmad Syafii Maarif (1935–2022) adalah ketua umum PP Muhammadiyah pada periode 1998-2005.

Kelindan NATO, Perang Rusia-Ukraina, dan Pembakaran Alquran

Serangan Rusia terkait juga dengan kekuatan NATO.

SELENGKAPNYA

Terjang Badai di Lautan demi Milad BKMT

Perempuan adalah sosok yang paling pandai dalam urusan membagi waktu.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya