Opini -- Kebangkitan Ulama Kebangkitan Ekonomi Pesantren | Republika/Daan Yahya

Opini

Kebangkitan Ulama, Kebangkitan Ekonomi Pesantren

Sudah saatnya pemerintah serius mendukung kebangkitan ekonomi pesantren.

M BASTOMI FAHRI ZUSAK, Dosen di Departemen Ekonomi Syariah Universitas Airlangga

Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), telah memasuki abad kedua. Melalui pidatonya, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyiratkan kebangkitan baru di abad kedua. Ini sesuai arti besar dari namaya sendiri, yaitu “kebangkitan ulama”.

Visi besar tersebut dapat diimplementasikan salah satunya melalui kebangkitan ekonomi pesantren. Selama ini pesantren merupakan ciri khas NU. Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), lembaga NU di bidang pesantren mencatat lebih dari 26 ribu pesantren di seluruh Indonesia.

Pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan agama “tradisional”, dalam satu dekade terakhir ini mulai dilirik sebagai pengembangan ekonomi masyarakat. Beberapa pesantren juga secara langsung memberikan perannya di bidang ekonomi kepada masyarakat.

 
Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) mencatat lebih dari 26 ribu pesantren di seluruh Indonesia.
 
 

Sebagai contoh, Pesantren Sidogiri Pasuruan dengan BMT dan jaringan minimarket-nya, Pesantren Amanatul Ummah di Mojokerto dengan berbagai unit usahanya, Pesantren Sunan Drajat Lamongan dengan produk-produk yang diciptakannya.

Beberapa pesantren lain yang telah mampu bertransformasi menjadi pusat perekonomian bagi masyarakat sekitar. Sayangnya, dari puluhan ribu pesantren yang ada, mungkin hanya sedikit yang mampu berkembang secara ekonomi seperti pesantren-pesantren tersebut.

Padahal, potensinya sangat besar jika dapat dikelola maksimal. Seharusnya, kuantitas yang besar dimiliki serta kontribusinya terhadap masyarakat menjadi fondasi kekuatan ekonomi mikro dan menengah Indonesia di mana 60,5 persen kontribusi PDB dihuni UMKM.

Dukungan dan kolaborasi

Sudah saatnya pemerintah serius mendukung kebangkitan ekonomi pesantren. Sejarah membuktikan, pesantren selalu memberikan andil positif dalam kenegaraan sehingga sudah menjadi keharusan apabila negara hadir dalam menciptakan kebangkitan ekonomi pesantren.

Di Jawa Timur, pemdanya memiliki program one pesantren one product (OPOP). Begitu pula di Jawa Barat. Lebih dari 1.000 produk unggulan pesantren telah dipasarkan ke berbagai daerah.

Bahkan, secara nasional Bank Indonesia memelopori terbentuknya Hebitren (Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren), yang menjadi wadah penguatan kemandirian ekonomi pesantren yang dideklarasikan pada 2019 oleh lebih dari 100 pesantren di seluruh Indonesia.

Adapun bentuk dukungan dan kolaborasi, di antaranya, pertama, unit usaha pesantren yang didominasi sektor UMKM harusnya sesuai visi pemerintah yang menginginkan UMKM naik kelas, sehingga pelaku bentuk usaha informal dapat berubah ke arah sektor formal.

 
Kenaikan kelas ke arah sektor formal akan memberikan kemudahan bagi unit usaha pesantren menjangkau pembiayaan dan pemasaran lebih luas.
 
 

Kenaikan kelas ke arah sektor formal akan memberikan kemudahan bagi unit usaha pesantren menjangkau pembiayaan dan pemasaran lebih luas. Kedua, beberapa lembaga negara dan kementerian memiliki kesamaan dalam program peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Penguatan kemandirian ekonomi pesantren harus menjadi rancangan strategis pemerintah melalui beberapa kementerian, seperti Kementerian Agama, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kementerian Ketenagakerjaan.

Melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, kemandirian ekonomi pesantren perlu diupayakan secara riil dalam membentuk ekosistem ekonomi dan keuangan berbasis pesantren.

Ketiga, adanya Hebitren juga memberikan kolaborasi antarpesantren lintas organisasi. NU sebagai organisasi yang memiliki jaringan pesantren terbesar di Indonesia bisa menciptakan supply dan demand besar bagi produk-produk pesantren.

Selain itu, adanya kolaborasi antarpesantren akan memberikan shilatul afkar (transfer pemikiran) dan shilatul ‘amal (transfer kerja sama) untuk membangun kerja sama dalam membangun tatanan ekonomi dan sosial.

Sudah saatnya tak perlu gengsi dalam transfer of knowledge dengan pihak lain demi kemajuan. Pesantren yang telah memiliki unit usaha mapan dapat mengajarkan sistem pengelolaan unit usaha pada pesantren lain.

 
Pesantren yang telah memiliki unit usaha mapan dapat mengajarkan sistem pengelolaan unit usaha pada pesantren lain.
 
 

Dapat juga pemenuhan kebutuhan akan satu pesantren dapat menggunakan produk pesantren lainnya, sehingga dapat terjadi penawaran dan permintaan pada produk pesantren.

Tantangan perkembangan zaman saat ini sangatlah kompleks, kerja sama adalah kunci utama untuk bisa bertahan dari gempuran zaman. Kerja sama juga mendorong adopsi teknologi dan inovasi sehingga dapat mampu menciptakan peluang yang lebih besar dan luas.

Transfer of knowledge antarorganisasi juga perlu. Misalnya, Muhammadiyah yang punya ratusan amal usaha dan manajemen profesional, bisa memberi pengetahuan manajemen usaha ke berbagai pesantren walaupun tidak berada di bawah lembaga Muhammadiyah.

Atau organisasi lainnya juga, ini bentuk hablum minannas untuk menjaga kekuatan agama dan negara. Apalagi, beberapa organisasi Islam juga telah masuk ke abad kedua selain NU, Muhammadiyah. Ada Persatuan Islam dan Al Irsyad yang merupakan organisasi Islam besar yang telah memasuki abad kedua, abad yang baru untuk kebangkitan baru.

Tidak lupa pula organisasi Islam “sepuh” lainnya yang memiliki pesantren tersebar di seluruh Indonesia, seperti Al-Washliyah, Al-Khairat, Nahdlatul Wathan, dan lainnya.

Masalah khilafiyyah dalam fikih rasanya semua sudah dewasa dalam menghadapinya, sudah saatnya fokus pada kesejahteraan bersama, membangun peradaban dengan tatanan sosial dan ekonomi yang kokoh.

Walhasil, abad kedua merupakan tantangan, tetapi juga peluang dalam kebangkitan ekonomi pesantren.

Satu hal yang pasti. Pesantren dengan banyaknya SDM di dalamnya saat ini adalah anugerah besar dalam menyongsong bonus demografi menuju satu abad Indonesia 2045. Karena itu, jargon “merawat jagat membangun peradaban” menantang nyali juga sepertinya.

Hakikat Cinta

Lewat cinta laki-laki dan perempuan, manusia pun menjadi berbangsa dan bersuku-suku.

SELENGKAPNYA

Perdebatan Ulama Seputar Hukum Khamar untuk Obat

Kondisi tertentu adakalanya menuntut seseorang bersinggungan langsung dengan khamar untuk kepentingan pengobatan.

SELENGKAPNYA

Menghapus Joki Scopus

Joki scopus tumbuh subur karena kompetensi menulis dosen lemah.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya