
Kabar Utama
Masalah ASEAN Itu Bernama Myanmar
Indonesia menekankan perlunya penerapan Lima Poin Konsensus
JAKARTA – Keketuaan Indonesia di Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) resmi diluncurkan pada Ahad (29/1) kemarin. Bersamaan dengan posisi itu, persoalan pelanggaran hak asasi manusia yang berakibat berpulangnya ribuan jiwa manusia di Myanmar sebagai salah satu anggota ASEAN belum juga terselesaikan.
Salah satu yang disoroti terkait kebijakan pemerintah Myanmar adalah keengganan mereka mengakui status kewarganegaraan etnis Muslim Rohingya di Rakhine. Sikap itu diperparah tindakan brutal militer Myanmar alias Tatmadaw di Rakhine.
Tindakan keras militer di Myanmar pada 2017 membuat ratusan ribu minoritas Muslim Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. Mereka menyimpan cerita mengerikan tentang pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran oleh militer. Myanmar menghadapi tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB setelah eksodus massal tersebut.
Sekitar 900 ribu jiwa kini tinggal di pengungsian di Bangladesh dan tak bisa pulang. Pada 2022, PBB mencatat sekitar 3.500 Muslim Rohingya berupaya melarikan diri melalui lautan. Sedikitnya 348 di antara mereka meninggal, lainnya terdampar di berbagai negara termasuk Indonesia.
Belum selesai masalah Muslim Rohingya, Tatmadaw pada Februari 2021 melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang memenangkan Pemilu Myanmar 2020. Militer menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD). NLD adalah partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Hampir 2.300 warga sipil yang berpartisipasi dalam demonstrasi menentang kudeta gugur di tangan tentara Myanmar, dan sedikitnya 13 ribu ditahan.
Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antar-Pemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan, ASEAN belum menggunakan semua alat yang dimilikinya untuk mendorong penyelesaian isu Myanmar. Dia mencontohkan tentang penggunaan tekanan berdasarkan ekonomi.
“Ada beberapa tools di ASEAN yang belum dipakai. Misalnya HAM belum dipakai, tekanan berdasarkan ekonomi belum dipakai,” kata Yuyun saat diwawancarai seusai acara Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 yang digelar di Bundaran Hotel Indonesia, Ahad (29/1).
Terkait tekanan berdasarkan ekonomi, Yuyun menjelaskan bahwa ASEAN sebenarnya tidak mengenal mekanisme sanksi. Namun, ASEAN pernah membuat kesepakatan untuk tidak mengundang perwakilan Myanmar. “Sebelumnya ini (tidak mengundang perwakilan negara anggota) juga tidak ada di ASEAN Charter. Tapi melalui beberapa proses, itu dilakukan,” ucapnya.
Berkaca dari hal tersebut, walaupun ASEAN tidak mempunyai mekanisme sanksi, hal itu bisa saja dieksplorasi. Kendati demikian, Yuyun tak bisa menjamin penerapan langkah semacam itu bisa berdampak pada proses penyelesaian isu Myanmar.
“Tapi intinya adalah ASEAN harus melakukan semua cara, menggunakan semua tools yang dimiliki guna menyediakan ruang untuk dialog. Karena hadir atau tidak hadir (perwakilan) Myanmar dalam KTT, setiap hari yang namanya orang terbunuh itu ada. Sampai kapan kita mau menunggu?” ujar Yuyun.

Terkait dialog, Yuyun menjelaskan bahwa proses tersebut membutuhkan keterlibatan para pihak. “Aktor utamanya, yakni otoritas Myanmar, itu tidak mau dialog. Jadi susah’ kan. Kita dorong-dorong kalau dia tidak mau, agak susah,” katanya.
Yuyun mengatakan, sebagai ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan terus mendorong penerapan atau pelaksanaan lima poin konsensus. Sebab konsensus tersebut merupakan pintu masuk menuju dialog. “ASEAN tidak ingin memberikan solusi karena solusinya seharusnya dari masyarakat Myanmar. Tapi ASEAN berusaha menciptakan format-format, di mana dialog itu bisa terjadi,” ucapnya.
Five Point Consensus disepakati pada April 2021 menyusul lonjakan kekerasan di Myanmar selepas kudeta. Dalam konsensus tersebut, ASEAN menyerukan agar aksi kekerasan di Myanmar segera diakhiri dan para pihak menahan diri sepenuhnya.
Myanmar pun diminta segera memulai dialog konstruktif guna menemukan solusi damai. Selanjutnya utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. ASEAN pun akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi ASEAN bakal mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, dia ingin Lima Poin Konsensus menjadi platform utama ASEAN untuk menyelesaikan krisis di Myanmar. Namun, ia sangat menyayangkan belum adanya kemajuan signifikan atas penerapan konsensus tersebut.
“Kita ingin implementasi Five Point Consensus ini menjadi platform utama, mekanisme utama, dari ASEAN untuk berkontribusi, untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya. Tapi, sekali lagi, yang dapat menolong Myanmar adalah bangsa Myanmar sendiri,” kata Retno saat diwawancara setelah mendampingi Presiden Joko Widodo, di Bundaran Hotel Indonesia, Ahad (29/1).
Menurut Retno, tugas ASEAN hanya sekadar membantu Myanmar. “Mereka (Myanmar) ini kan negara berdaulat, jadi kita selalu sampaikan bahwa kita siap bantu sebagai keluarga. Teman-teman tahu sejarah Myanmar sangat kompleks, tapi kita sebagai keluarga siap bantu,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, terkait lima poin konsensus sebagai satu-satunya pendekatan ASEAN untuk menyelesaikan krisis, hal itu sudah kerap disampaikan kepada junta militer Myanmar.
“Sayangnya, sampai saat ini belum ada kemajuan signifikan. Kita akan berusaha terus, mencoba mengajak semua pihak yang ada di Myanmar untuk mengimplementasikan Five Point Consensus,” ujar Retno.
Retno mengatakan, sebagai ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan tetap mengundang Myanmar, tapi pada level non-politik. Retno menekankan, dia tidak ingin isu Myanmar menjadi inti dari keketuaan Indonesia di ASEAN.
Ia menjelaskan prioritas keketuaan Indonesia adalah mempercepat proses pembangunan komunitas ASEAN. Sebab hal itu yang akan menjadi kepentingan rakyat ASEAN untuk terus maju.
“Tentunya, kewajiban kita adalah juga membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya. Tapi kita tidak ingin isu Myanmar kemudian meng-hostage semua proses yang sedang berjalan di ASEAN. Kita ingin pastikan proses ini berjalan terus,” ucap Retno.
Senada dengan Menlu, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia akan terus mendorong implementasi Lima Poin Kesepakatan para pemimpin ASEAN atau Five Point Consensus untuk membantu penyelesaian masalah Myanmar.
"Ya kita konsisten agar Five Point Consensus itu betul-betul bisa diimplementasikan, bisa dijalankan, konsisten ke sana," kata Jokowi.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro menegaskan bahwa krisis di Myanmar menjadi isu yang mendesak untuk segera diselesaikan.
Menurut Sidharto, kudeta militer telah memicu krisis politik dan kemanusiaan yang serius, dengan dampak meluas tidak hanya untuk Myanmar sendiri.
"Ini juga menyalahi ketentuan dalam Piagam ASEAN yang jelas disebutkan mengenai pemerintah konstitusional. Jadi ini masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan," kata Sidharto di sela-sela acara di Bundaran HI, Jakarta.
Mengingat kompleksitas isu di Myanmar, Sidharto mengatakan bahwa krisis tersebut secara realistis tidak akan dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu tahun, atau selama masa keketuaan Indonesia di ASEAN.
"Tetapi kita cukup optimistis bahwa kita akan membawa kemajuan dalam prosesnya, karena kita ikut terdampak dalam masalah-masalah ASEAN seperti arus pengungsi yang mengalir ke negara-negara tetangga (Myanmar)," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Ribuan Muslim Rohingya Bertaruh Nyawa Arungi Samudera
Setidaknya 348 orang meninggal atau hilang di laut pada 2022
SELENGKAPNYAMenlu Retno: Selesaikan Akar Masalah Rohingya
Sudah 1.500 migran etnis Rohingya teregistrasi di Indonesia,
SELENGKAPNYA