Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin memberikan keterangan saat konferensi pers jelang Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Kemenag: Izinnya Sederhana,108 LAZ Sudah Tahu Syaratnya

Sebagian dari 108 LAZ tersebut sudah mengurus perizinan.

JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) meminta agar 108 lembaga amil zakat (LAZ) segera menempuh proses perizinan di Kemenag. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, proses perizinan untuk menjadi LAZ terbilang sederhana.

"Kepada 108 itu, kami minta agar segera melakukan proses perizinan. Mereka sudah tahu syarat-syaratnya apa saja, prosedurnya, prosesnya seperti apa. Itu sangat sederhana, ada di website semua, mereka paham kok," ujar dia kepada Republika, Jumat (27/1/2023).

 
Mereka sudah tahu syarat-syaratnya apa saja, prosedurnya, prosesnya seperti apa. Itu sangat sederhana.
KAMARUDDIN AMIN Dirjen Bimas Islam Kemenag
 

Dari 108 LAZ yang tidak berizin itu, Kamaruddin melanjutkan, sebagian sudah mulai mengurus perizinan. Dia menjelaskan, ada beberapa persyaratan agar LAZ memperoleh izin resmi dari pemerintah.

Pertama, LAZ tersebut harus berbadan hukum yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah. Badan hukum yang dimaksud bisa berupa yayasan. "Intinya badan hukum. Mereka pun sudah tahu sebenarnya," kata Kamaruddin.

Selanjutnya, setiap LAZ harus memiliki rekomendasi dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pusat. Setelah mendapatkannya dan syarat-syarat administrasi telah dipenuhi, barulah diusulkan ke Kemenag. Jika LAZ yang mengajukan izin itu berskala nasional, surat keputusan izinnya akan dikeluarkan oleh menteri agama. Untuk LAZ berskala provinsi, izinnya ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam. "Sedangkan untuk LAZ kabupaten/kota, ditandatangani oleh Kanwil Kemenag," ujarnya.

Zakat Menjembatani Cita Cita Anak Bangsa - (Republika/Daan Yahya)  ​

Kamaruddin menuturkan, Kemenag sengaja merilis 108 LAZ tidak berizin itu untuk memperbaiki tata kelola zakat agar manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat. Terlebih, saat ini semua menyadari angka kemiskinan masih tinggi sehingga zakat bisa menjadi instrumen mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

"Dan itu potensinya besar sekali. Hampir Rp 400 triliun setiap tahun potensinya. Maka harus dikelola dengan baik. Harus oleh lembaga yang memiliki izin supaya bisa dipantau dan diawasi," katanya.

Dia meminta agar semua LAZ untuk taat asas regulasi, sesuai syariat dan memiliki pemahaman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, pengelolaan zakat di Tanah Air bisa dipastikan lebih berkualitas, bermutu dan tepat sasaran. Pengumpulannya pun, ujar Kamaraddin, akan semakin besar dan manfaatnya bisa dirasakan masyarakat.

Kamaruddin mengatakan, masyarakat dapat mengetahui mana LAZ yang berizin dan tidak. Dengan demikian, masyarakat tentu akan mengeluarkan hartanya, baik zakat, infak, maupun sedekah kepada LAZ yang resmi dan kredibel. "Makanya, kami umumkan yang berizin yang legal, yang kredibel supaya masyarakat bisa tahu," kata dia.

Di samping itu, pengumuman daftar 108 LAZ tidak berizin itu juga ditujukan kepada LAZ-LAZ supaya segera mengurus perizinan. Dengan memegang izin resmi, LAZ telah ikut memastikan bahwa pengelolaan zakat yang dijalankannya sudah sesuai aturan yang berlaku. "Kami hanya mengumumkan, supaya mereka segera mengambil langkah-langkah teknis untuk memastikan bahwa kita melaksanakan pengelolaan zakat ini sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.

Dibalik Gempita Zakat ASN Daerah - (Republika/Daan Yahya)  ​

Pengamat zakat dan ekonomi syariah dari Universitas Indonesia (UI), Yusuf Wibisono, menjelaskan, akar masalah rilisan 108 LAZ tak berizin dari Kemenag ada di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Perizinan dalam rezim UU Nomor 23 Tahun 2011 secara jelas hanya ditujukan untuk membatasi kebebasan LAZ. Itu berbeda dengan regulasi perizinan LAZ era UU Nomor 38 Tahun 1999 yang bersifat terbuka, akuntabel, dan melindungi kebebasan warga negara. "Regulasi perizinan era UU Nomor 23 Tahun 2011 bersifat diskriminatif, tidak proporsional, dan membatasi kebebasan warga negara," ujar dia.

 
Regulasi perizinan era UU Nomor 23 Tahun 2011 bersifat diskriminatif, tidak proporsional, dan membatasi kebebasan warga negara.
YUSUF WIBISONO Direktur Ideas
 

Yusuf mengatakan, dalam kasus 108 lembaga tidak berizin ini, sebagian besar dari mereka bukannya tidak mau mengurus izin operasional. Mereka sangat ingin mendapatkan izin resmi dari pemerintah, tapi tidak pernah mendapatkannya. Data dari Forum Zakat, ujar Yusuf, menunjukkan sebanyak 26 persen dari mereka sedang mengurus proses perizinan, tapi belum juga mendapatkan persetujuan meski sudah mengajukannya sejak lama dan sudah memenuhi semua persyaratan. Tidak hanya itu, 17 persen dari mereka bahkan sudah mendapatkan izin, sedangkan 6 persen lainnya berstatus unit pengumpul zakat (UPZ) dari Baznas.

Ia mengatakan, hanya 51 persen dari 108 lembaga dalam daftar tersebut yang benar-benar belum memiliki izin dan belum mengurus proses perizinan. Hal itu menunjukkan adanya masalah dalam ketentuan dan proses perizinan LAZ. Karena itu, banyak di antara mereka yang tidak kunjung mendapatkan izin sehingga sebagian besar malah tidak mau mengurus perizinan.

 

Kekonyolan Berulang Candu Judi Daring

Jangan berharap menang di judi daring.

SELENGKAPNYA

Selayang Pandang Kota Nabi

Dari sinilah, dakwah Islam pada masa Rasulullah SAW kian berkembang pesat.

SELENGKAPNYA

Perjalanan ke Pusat Semesta

Suku Koroway, Kombay, dan Citak percaya pada moyang awal yang bernama Saifafu.

SELENGKAPNYA