
Refleksi
Budaya Utama Pondok Pesantren
Ada beberapa budaya pokok pondok pesantren yang harus tetap dipertahankan.
Oleh PROF KH DIDIN HAFIDHUDDIN
OLEH PROF KH DIDIN HAFIDHUDDIN
Diakui oleh para pakar pendidikan (Islam) bahwa institusi/lembaga pendidikan tertua di negara kita, jauh sebelum kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, adalah pondok pesantren. Didirikan oleh para ulama, tokoh umat, para pendidik, bahkan juga para dai.
Diilhami oleh salah satu firman Allah SWT yang terdapat dalam QS at-Taubah [9] ayat 122 yang artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Pondok pesantren adalah lembaga pendikan, lembaga pemberdayaan, sekaligus lembaga dakwah dan perjuangan. Di pondok pesantren diajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ajaran Islam secara komprehensif dan luas, sekaligus ditanamkan kecintaan yang mendalam pada Tanah Air. Bahkan ditekankan prinsip hubbul wathan minal iman (cinta Tanah Air adalah bagian dari iman).
Pondok pesantren adalah lembaga pendikan, lembaga pemberdayaan, sekaligus lembaga dakwah dan perjuangan.
Para pejuang kemerdekaan banyak yang berasal dari kalangan pondok pesantren karena diyakini bahwa penjajahan adalah bertentangan secara diametral dengan prinsip tauhid yang mempersamakan semua manusia di hadapan-Nya, tidak berbeda karena perbedaan jenis kelamin, perbedaan warna kulit, perbedaan kesukuan dan kebangsaan, kecuali hanya ketakwaan kepada Allah SWT.
Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam QS al-Hujurat [49] ayat 13: “Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Dalam sebuah hadis sahih Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sekalian umat manusia. Kalian semua berasal dari Adam. Dan Adam berasal dari tanah. Tidaklah bangsa Arab lebih mulia dari bangsa non Arab (bangsa 'Ajam) dan tidak lebih mulia pula orang yang berkulit putih dengan yang berkulit hitam, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT.”
Syukurlah telah berkali-kali pemerintah RI memberikan gelar pahlawan nasional kepada kiai pimpinan pondok pesantren. Dan pada tahun yang lalu (2022) yang diangkat sebagai pahlawan nasional adalah KH Ahmad Sanusi, pimpinan Pondok Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi, salah satu ulama yang giat dalam Badan Persiapan untuk Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Budaya pondok pesantren
Meskipun banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan pada sistim pendidikan pesantren, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan keadaan, serta perkembangan teknologi yang begitu cepatnya, tetapi ada beberapa hal pokok yang harus tetap dipertahankan.
Hal ini karena merupakan ciri utama sekaligus bisnis inti atau sering disebut sebagai budaya utamanya. Antara lain sebagai berikut:
Pertama, budaya adab dan akhlak. Ini merupakan hal yang sangat prinsip dalam kehidupan pondok. Hormat kepada guru, kepada ustaz, dan hormat kepada yang lebih senior merupakan suatu keharusan dan kebutuhan, yang dilandasi dengan nilai-nilai agama.
Hormat dalam sikap ketika belajar dilandasi dengan penghormatan yang tinggi kepada pemberi ilmu (kiai ataupun ustaz). Adab dan akhlak ini dilandasi firman-Nya dalam QS al-Mujadalah [58] ayat 11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu, 'Berlapang-lapanglah kalian dalam majlis,' maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT apabila memiliiki tiga syarat utama dalam hidupnya. Pertama, beriman kepada Allah SWT dan yakin akan kebenaran ajaran-Nya (al-Islam).
Kedua, memiliki ilmu pengetahuan. Ketiga, memiliki akhlak atau adab mulia yang tercermin dalam perilaku kesehariannya.
Budaya senang dengan ilmu ini disemangati oleh kabar gembira dari Rasulullah SAW.
Kedua, budaya ilmu. Pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dengan keilmuan, baik ilmu yang berkaitan langsung dengan Alquran, hadis, dan kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama salafus shalih, yang disebut dengan kitab kuning.
Budaya senang dengan ilmu ini disemangati oleh kabar gembira dari Rasulullah SAW bahwa barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan memudahkannya jalan menuju surga (HR Muslim dan Ahmad).
Hampir di semua pondok pesantren sekarang ini diajarkan pula ilmu bahasa (terutama Arab dan Inggris), ilmu-ilmu sosial maupun ilmu yang bermanfaat lainnya bagi kehidupan para alumninya apabila sudah berada di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga, budaya ukhuwah dan berjamaah. Suasana ukhuwah yang diimplementasikan dalam kehidupan yang rukun dan berjamaah pada waktu shalat fardhu di masjid merupakan budaya yang dipelihara di pondok pesantren. Shalat berjamaah dianggap kewajiban dan kebutuhan yang utama.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS at-Taubah [9] ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Budaya ukhuwah ini dihiasi pula dengan sikap saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, termasuk saling menolong dalam memenuhi kebutuhan konsumsi. Masyarakat pun menjadi terbiasa membudayakan ukhuwah dan berjamaah ini.
Keempat, budaya dakwah. Setiap santri dibekali dengan keterampilan berdakwah secara lisan dalam bentuk latihan muhadlarah, ceramah ataupun diskusi. Di sebagian pesantren diajarkan pula keterampilan berdakwah melalui tulisan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS an-Nahl [16] ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Jika budaya dan sikap hidup utama ini dipertahakan, dikemas dengan baik, dan dilaksanakan dengan penuh kesungguhan, maka keberadaan pondok-pondok pesantren akan bisa dipertahankan. Sekaligus juga dikembangkan sepanjang masa untuk melahirkan kader umat sekaligus kader bangsa yang kuat akhlaknya, kepribadiannya, dan semangat saling menolongnya.
Semoga.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab
Izinkan Pramugari Berjilbab
Seragam awak kabin yang berjilbab tidak mengganggu keselamatan penerbangan.
SELENGKAPNYAIndonesia dan Tantangan Keketuaan ASEAN 2023
ASEAN harus menjadi platform regional yang dominan untuk mengatasi tantangan bersama.
SELENGKAPNYAAdab Sebagai Siswa/Orang Tua dan Lembaga Pendidikan
Aktivitas mulia yang dikelola lembaga pendidikan bersama siswa/orang tua harus dibingkai dengan adab.
SELENGKAPNYA