
Nasional
Korban First Travel Tujuh Tahun Menanti Kejelasan
Kuasa hukum sudah menyerahkan 4.328 data korban First Travel.
OLEH HAURA HAFIZHAH
Para korban kasus First Travel menyambangi Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat. Tujuannya seragam, mengakhiri ketidakjelasan nasib dana yang mereka setorkan untuk berangkat umrah tujuh tahun silam.
Salah satu korban First Travel, Suyono (68 Tahun), mengaku datang ke Kejaksaan Negeri Depok untuk menuntut kejelasan mengenai nasibnya yang ingin pergi umrah. Ia seharusnya berangkat umrah pada 2016.
"Jadi, awal mulanya saya punya anak, mantu, cucu, besan, itu sekali berangkat 13 orang dan aman tidak ada masalah. Saya dirayu-rayu sama anak, mantu, katanya jalan saja. Terus saya daftar juni 2015 dengan DP Rp 5 juta dan pelunasan Januari 2016 nambah Rp 9,3 juta. Total Rp 14,3 juta," katanya kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Depok pada Kamis (19/1).
Kemudian, ia melanjutkan, adik kandungnya berangkat bersama lima orang pada bulan Februari 2016 sampai Maret. "Pikiran saya, habis itu saya yang berangkat berenam nih sama istri, besan, tapi ternyata gonjang-ganjing. Ya, sudah tujuh tahunlah tidak ada kejelasan," kata dia.

Padahal, kata dia, prosesnya sudah diterima semua, termasuk manasik, mendapatkan, koper sampai sudah mendapatkan seragam. Manasiknya cuma sekali waktu itu di masjid Istiqlal. "Prosesnya udah semua saya mah. Udah tinggal berangkat doang," kata dia.
Ia menjelaskan, sebenarnya ia tidak bisa berharap secara pribadi. Ia akan mengikuti kesepakatan sesama korban First Travel saja nantinya akan bagaimana, apa mau diberangkatkan atau uangnya dikembalikan.
"Maka dari itu, kita enggak bisa memutuskan secara diri sendiri. Tapi, secara pribadi, saya ingin diberangkatkan umrah. Lihat saja nanti hasilnya seperti apa," kata dia.
Sebelumnya diketahui, tim penasihat hukum korban First Travel dan korban First Travel tiba di Kejaksaan Negeri Depok pada Kamis (19/1), pukul 13.21 WIB. Tim penasihat hukum menyerahkan data nama-nama korban ke Kejaksaan Negeri Depok sebagai tindak lanjut Putusan PK Nomor: 365 PK/Pid.Sus/2022, Tertanggal 23 Mei 2022.

Berdasarkan pantauan Republika pada (19/1), para korban First Travel menunjukkan ekspresi berharap dalam menghadapi masalah ini. Sampai saat ini, penasihat hukum masih di dalam Kejaksaan Negeri Depok untuk memproses data-data yang dimiliki.
Agen perjalanan First Travel mulai melayani perjalanan umrah pada 2011. Sekitar enam tahun berjalan, Kementerian Agama mengindikasikan skema bisnis umrah berbiaya murah First Travel bermasalah.
Pada awal 2017, skema tersebut macet dan ribuan pendaftar di First Travel gagal berangkat. Pendiri perusahaan itu, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari, kemudian dijadikan tersangka.
Pada Mei 2018, Pengadilan Negeri (PN) Depok memvonis bersalah Andika (20 tahun penjara, denda Rp 10 miliar), Anniesa (18 tahun penjara, denda Rp 10 miliar), dan petinggi First Travel lainnya, Kiki Hasibuan (15 tahun penjara, denda Rp 5 miliar). Hakim juga memutuskan seluruh aset First Travel dirampas negara. Mereka divonis telah menipu dan menggelapkan uang 63.310 calon jamaah umrah dengan total kerugian hingga Rp 905 miliar.

Pada penyelidikan kasus tersebut, Bareskrim Polri menyatakan, aset First Travel yang terlacak mencapai Rp 50 miliar. Sedangkan, kuasa hukum Andika Surachman sempat menuturkan bahwa total aset kliennya yang telah disita mencapai Rp 200 miliar. Pada putusan vonis Mahkamah Agung, taksiran aset menyusut menjadi tak lebih Rp 30 miliar.
Pada Desember 2022, pihak Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan kubu First Travel soal pengembalian aset kepada korban
4.000 data
Kuasa hukum korban First Travel Pitra Romadoni Nasution mengatakan, ia saat ini sudah menyerahkan 4.328 data korban penipuan agen perjalanan haji dan umrah First Travel ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok pada Kamis (19/1).
"Tahap pertama ini, kami serahkan sebanyak 4.328 data korban. Kita akan lihat terkait dengan data yang kami serahkan ini, apakah yang dibutuhkan oleh pihak Kejari untuk memverifikasi data kita, dalam artian ini sudah ada data, sudah ada putusan proses eksekusinya bagaimana yang akan dilakukan oleh pihak Kejari," katanya kepada wartawan di Kejari Depok pada Kamis (19/1).

Kemudian, ia melanjutkan, kejari saat ini juga sedang melakukan proses koordinasi dan komunikasi, baik dengan Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung (Kejakgung), maupun instansi lainnya mengenai putusan PK tersebut. Dalam keterangannya, putusan salinan resmi belum diterima oleh kejaksaan sehingga belum bisa dieksekusi.
"Makanya, kita berharap agar MA segera mengirimkan salinan resmi putusan PK tersebut agar bisa dieksekusi oleh kejaksaan. Tentunya ini semua melalui tahap-tahap dan prosedural," kata dia.
Ia menambahkan, berdasarkan putusan Kejakgung, jumlah aset First Travel yang disita ada 820 item. Artinya, 820 item ini seumpama barang bukti yang dilelang dan dieksekusi.
"Nah, pertanyaan kami itu mengenai pengembalian yang berhak. Itu nanti koordinasi dari kejari, Kejakgung, dan MA. Karena kalau memang putusan itu sudah diterima kejari, tentunya kan eksekusi bisa dilaksanakan," kata dia.

Kejari Depok, Jawa Barat, berjanji akan melaksanakan putusan PK kasus First Travel. Kepala Kejari Depok Mia Banulita mengeklaim sudah bersurat ke Pengadilan Negeri (PN) Depok meminta salinan lengkap putusan PK-MA yang memerintahkan pengembalian aset-aset First Travel untuk mengganti dana ribuan korban penipuan dan penggelapan biro perjalanan haji serta umrah tersebut.
Mia mengatakan, sampai akhir pekan lalu, Kejari Depok baru menerima petikan putusan PK-MA. “Yang amar putusannya terkait dengan barang bukti (aset-aset First Travel) dinyatakan dikembalikan kepada yang berhak,” begitu kata Mia dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (9/1). “Selanjutnya, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Depok akan menunggu putusan lengkap atas putusan PK tersebut melalui PN Depok,” sambung Mia.
Kejari Depok, kata Mia, memastikan akan taat pada putusan PK-MA tersebut. Ia pun mengatakan, sudah semestinya barang-barang bukti berupa aset-aset First Travel yang semula disita negara itu dikembalikan untuk para korban.
Namun, Mia dalam rilisnya itu belum mengetahui aset-aset dalam putusan PK-MA itu yang nantinya akan dikembalikan untuk mengganti kerugian para korban. "Menyikapi amar putusan PK-MA tersebut, kami sangat mengedepankan prinsip kehati-hatian. Karena itu, kita menunggu salinan putusan lengkapnya dari MA,” begitu kata Mia.
Semua Tersangka Kerusuhan Morowali Pekerja Indonesia
17 pekerja Indonesia dinyatakan terbukti melakukan perusakan fasilitas perusahaan.
SELENGKAPNYAMenag Usulkan Ongkos Haji Rp 69 Juta, Naik 73 Persen
Jika usulan tersebut dikabulkan, ongkos haji 2023 akan naik sekitar 73,6 persen.
SELENGKAPNYAImpor Beras Dijanjikan Berhenti Sebelum Puncak Panen
Sebanyak 100 ribu ton beras impor telah dipakai untuk operasi pasar.
SELENGKAPNYA