
Fikih Muslimah
Fiqih Lesbian
Ulama telah sepakat bahwa praktik lesbi adalah haram secara mutlak dan tidak ada khilaf di antara mereka dalam masalah ini.
AHMAD ALIM; Imam Masjid al-Hijri II, Univ Ibn Khaldun Bogor
Homo dan lesbi bukan soal baru dalam fikih Islam. Para ulama Islam telah banyak mengkaji masalah lesbianisme ini secara mendalam. Istilah lesbian dalam Lisaanul ‘Arab disebut as-sahaq yang artinya ialah lembut dan yang halus.
Kemudian, kata ini berkembang dan memunculkan istilah musaahaqah an-nisa yang berarti hubungan badan yang dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth (gay) (Ibn Mandzur, Lisan al-A’rab, Madah: (sahaq)). Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaq (lesbi) dengan perilaku kaum Luth (gay) karena ‘illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu penyimpangan seksual yang dilaknat oleh agama (Al-Alusy, Ruhul Ma’ani, Volume VIII, hlm 172-173).
Kedua perilaku menyimpang ini, baik lesbi maupun gay, sama-sama di kutuk oleh Islam. Karena itu, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan kepada umatnya agar menjauhi perbuatan ini. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” (HR Ibnu Majah: 2563).
Dalam hadis yang lain, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” (HR Nasa’i, No 7337).
Hukum lesbian
Ulama telah sepakat bahwa praktik lesbi adalah haram secara mutlak dan tidak ada khilaf di antara mereka dalam masalah ini. Bahkan, perbuatan ini disebut sebagai zina perempuan (zaniyyun-nisa’).
Hal itu berdasarkan sabda Nabi SAW, “Praktik lesbi (as-sahaaqu) adalah zina perempuan di antara mereka.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Khathib al-Bag hdadi, Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol IX, hlm 30).
Dalam hadis lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina” (Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, Dar al-Ma’rifah, 1997, hlm 177).
Menyimpulkan hadis tersebut, Ibn Hajar al-Asqalani menggolongkan perbuatan lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia dan pelakunya termasuk dalam kategori pelaku dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk segera bertobat kepada Allah (Ibn Hajar, Al- Zawajir A’n Iqtiraf Al-Kaba’ir, Mesir: al-Azhariyyah al-Mishriyyah, 1325 H, Vol 2, hlm 119).
Ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi) adalah takzir di mana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan hukuman yang paling tepat sehingga hukuman itu bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini.
Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi, “Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hu kum an (bunuh) karena tidak ada nya‘ilajj walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan lesbi) nama zina secara umum.” (Ibn Qayyim, al-Jawab al-Kafi, Dar al-Ma’rifah, 1997, hlm 177).
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, “Apabila dua perempuan saling bergesekkan (lesbi), keduanya adalah berzina yang dilaknat karena telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “Jika perempuan mendatangi perempuan keduanya adalah berzina.” Keduanya tidak di-hadd karena tidak adanya ilajj, yaitu jimak. Maka, hal itu serupa dengan “muba syarah” tanpa farji dan keduanya ha rus ditakzir. (Ibn Qudamah, Al-Mughni, Vol 10, hlm 162).
Apabila hukuman takzir tersebut tidak terlaksana di dunia, hukuman tersebut akan dilaksanakan di akhirat. Dalam hal ini, Allah ber firman, “Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras” (QS ar- Ra’d: 34).
Ketentuan Mandi Bagi Perempuan Istihadhah
Perempuan yang mengalami istihadhah dalam masalah ini harus mandi sebanyak tiga kali sehari semalam.
SELENGKAPNYAMengenal Risiko Kesehatan Akibat Makanan Ultraproses
Konsumsi yang berlebihan akan meningkatkan risiko kematian dengan beragam sebab.
SELENGKAPNYA