Sunarsip | Daan Yahya/Republika

Analisis

Perppu Cipta Kerja

Perppu Cipta Kerja telah dikeluarkan dan kemungkinan besar akan menjadi UU.

Oleh SUNARSIP

OLEH SUNARSIP

Pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Berdasarkan penjelasan pemerintah, Perppu Cipta Kerja dikeluarkan sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUUXVIII/2020 terkait dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Namun, beberapa kalangan menyebut keluarnya Perppu Cipta Kerja sebagai “siasat” pemerintah untuk mengatasi keterbatasan terkait pelaksanaan putusan MK terhadap UU Cipta Kerja. Saya sendiri menyebut Perppu Cipta Kerja ini sebagai terobosan pemerintah agar tidak terlalu lama terjadi kekosongan hukum pasca putusan MK terhadap UU Cipta Kerja.

MK dalam putusannya menyatakan, pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (amar ketiga). Perlu ditegaskan bahwa yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pembentukannya, bukan materinya.

 
Perlu ditegaskan bahwa yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pembentukannya, bukan materinya.
 
 

 

MK menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 karena beberapa hal. Pertama, metode omnibus yang digunakan belum sebagai metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan UU (belum diatur dalam UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).

Kedua, terdapat kesalahan teknis penulisan (perubahan penulisan substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden dan kesalahan rujukan/kutipan, typo). Ketiga, tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal (meaningful participation).

Meskipun pembentukannya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tapi MK juga menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu yang ditentukan (amar keempat). MK memberikan tenggat waktu kepada pembentuk undang-undang (Pemerintah dan DPR) untuk melakukan perbaikan paling lama dua tahun sejak putusan MK terbit.

Bila dalam tenggang waktu itu tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen (amar kelima). Nah, amar kelima inilah yang tampaknya menjadi landasan pemerintah untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

Pemerintah menerjemahkan konteks “melakukan perbaikan” memilih dengan cara melakukan perbaikan melalui penerbitan perppu bukan melalui proses perbaikan UU Cipta Kerja dan mengajukannya kepada DPR untuk dibahas menjadi UU. Toh hasilnya akan sama, kalau disahkan DPR, perppu tersebut akan menjadi UU.

Perppu adalah produk konstitusional yang bersifat sementara. Setelah terbit, perppu harus segera dimintakan persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (Pasal 22 ayat (2), UUD 1945). Menurut Pasal 52 ayat (1) UU 12 Tahun 2011 yang dimaksud “persidangan berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah perppu ditetapkan.

 
Masa sidang pertama setelah masa reses adalah minggu ini, mulai 10 Januari 2022.
 
 

 

Perppu ditetapkan pada saat DPR dalam masa reses. Masa sidang pertama setelah masa reses adalah minggu ini, mulai 10 Januari 2022. Setiap masa sidang memiliki waktu sekitar tiga bulan. Dengan demikian, Perppu Cipta Kerja harus ditetapkan DPR, menjadi UU atau ditolak, selama kurun waktu tiga bulan ini. 

Meski bersifat sementara dan belum dibahas DPR, Perppu Cipta Kerja telah efektif berlaku. Pemerintah telah menggunakan Perppu Cipta Kerja sebagai dasar untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaannya. Pemerintah, misalnya, telah menerbitkan PP 61 Tahun 2022 tentang Penambahan Modal Bank Tanah senilai Rp 500 miliar pada 31 Desember 2022, sehari setelah terbitnya Perppu Cipta Kerja.

Mengingat bahwa Perppu Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah untuk melaksanakan amar putusan MK terkait kewajiban melakukan perbaikan terutama dari sisi pembentukan dan teknis penulisan, maka secara umum isi Perppu Cipta Kerja sama dengan UU Cipta Kerja. Sementara itu, perbaikan secara substansi terbatas hanya menyangkut aspek ketenagakerjaan, percepatan penerbitan sertifikat halal terutama untuk usaha mikro dan kecil (UMK), harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU Harmoniasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD), serta pengelolaan sumber daya air untuk percepatan Proyek Strategis Nasional.

Saya memprediksikan, DPR akan menyetujui Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Mengapa demikian?

 
Logikanya, tidak mungkin DPR menolak Perppu Cipta Kerja yang secara substansi isinya sama dengan UU Cipta Kerja yang dihasilkannya sendiri.
 
 

UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK adalah produk hukum yang dikeluarkan DPR. Sedangkan, Perppu Cipta Kerja adalah perbaikan terhadap UU Cipta Kerja yang dihasilkan DPR tersebut. Logikanya, tidak mungkin DPR menolak Perppu Cipta Kerja yang secara substansi isinya sama dengan UU Cipta Kerja yang dihasilkannya sendiri.

Diskusi di DPR memang akan terjadi, terutama terkait alasan kegentingan memaksa yang mendasari dikeluarkan Perppu Cipta Kerja. Pemerintah menggunakan dinamika global berupa penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan terjadinya kenaikan inflasi yang akan berdampak signifikan kepada perekonomian nasional sebagai pertimbangan bagi penerbitan Perppu Cipta Kerja.

Di sisi lain, meskipun terjadi pelemahan ekonomi dunia, pemerintah juga mengakui kinerja ekonomi nasional sejauh ini tumbuh baik. Termasuk, dalam beberapa jajak pendapat, Indonesia masih ditempatkan sebagai negara dengan probabilitas paling kecil yang akan mengalami resesi.

Diperkirakan, diskusi terkait pertimbangan itu akan bertumpu pada: apakah diperbolehkan pertimbangan kegentingan memaksa tersebut menggunakan penilaian yang bersifat prediktif, belum pasti kejadiannya, sebagai dasar penerbitan perppu?

 
Dalam beberapa jajak pendapat, Indonesia masih ditempatkan sebagai negara dengan probabilitas paling kecil yang akan mengalami resesi.
 
 

Perppu Cipta Kerja, sekalipun berbentuk perppu, sebenarnya merupakan perundangan yang diciptakan untuk horizon masa berlaku yang panjang, sama dengan UU. Adapun perppu pada umumnya merupakan kebijakan bersifat antisipatif (pre-emptive policy), dengan horizon waktu yang pendek, sebagaimana perppu-perppu yang dikeluarkan selama krisis pandemi lalu.

Meskipun akan terjadi diskusi terkait kondisi kegentingan memaksa, tapi hal tersebut diperkirakan tidak akan menghalangi DPR untuk menyetujui Perppu Cipta Kerja. Pertimbangan substansi UU Cipta Kerja yang kini diganti dengan Perppu Cipta Kerja akan lebih menentukan sebagai pertimbangan DPR untuk menyetujui Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Pertimbangan kegentingan memaksa memang akan selalu debatable dan itu merupakan kewenangan subjektif yang dimiliki presiden.

Perppu Cipta Kerja telah dikeluarkan dan kemungkinan besar akan menjadi UU. Dalam dunia demokrasi, apresiasi dan kritik tentu akan selalu ada. Ada yang mengapresiasi, ada pula yang mengkritik.

Dalam konteks ini, saya melihat keberadaan UU Cipta Kerja yang diperbaiki melalui Perppu Cipta Kerja penting untuk mendorong dunia usaha dan perekonomian nasional. Ini mengingat, materi yang diatur dalam UU Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja cukup progresif untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha termasuk UMKM, sekaligus ketentuan perlindungan bagi pekerja.

 
Perppu Cipta Kerja cukup progresif untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha termasuk UMKM, sekaligus ketentuan perlindungan bagi pekerja.
 
 

Namun, mengingat cakupan materi Perppu Cipta Kerja yang sangat luas, pemerintah juga perlu bersiap diri bila terdapat gugatan kembali ke MK terkait materi, pasca disetujuinya Perppu Cipta Kerja menjadi UU.

Saya berpendapat, materi yang diatur dalam UU Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja banyak yang lebih bersifat sebagai aturan pokok, sehingga membutuhkan pengaturan lebih detail. Saya mencatat, setidaknya terdapat 54 PP dan peraturan presiden (perpres) yang perlu dibuat sebagai pelaksanaan UU Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja.

Saya melihat, ini dapat menjadi ruang bagi pemerintah untuk melibatkan lebih banyak stakeholders dalam berbagai pembahasan PP dan perpres tersebut, yang selama ini dinilai kurang ketika membahas UU Cipta Kerja.

Pelibatan lebih banyak stakeholders ini penting, sekaligus untuk mengurangi gugatan publik terhadap Perppu Cipta Kerja pasca disetujuinya menjadi UU.

Perdebatan Celah Pemakzulan di Perppu Ciptaker

Jimly melihat ada celah yang berpeluang digunakan untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

SELENGKAPNYA

Pertaruhan Presiden Jokowi di Perppu Cipta Kerja

Jika disetujui DPR RI, perppu tersebut berpotensi untuk digugat kembali ke MK.

SELENGKAPNYA

Akal-akalan Perppu Ciptaker di Pengujung Tahun

Pemerintah dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

SELENGKAPNYA