Geng Shuai, a creator, shows his Douyin profile with almost 4 million fans, at his workshop in Baoding city, Hebei province, China, 15 August 2020. Geng Shuai used to be a worker in a factory, he later quit his job to become an influencer, using Douyin an | EPA-EFE/ROMAN PILIPEY

Inovasi

Bagaimana TikTok Memengaruhi Otak Anak

Selama frase perkembangan, Otak punya jumlah plastisitas tertinggi.

Beberapa negara bagian di Amerika Serikat (AS) telah menggugat TikTok karena menargetkan remaja dengan konten dewasa, menurut laporan dari Wall Street Journal. Negara bagian Indiana dalam gugatannya mengatakan, algoritme TikTok dirancang untuk membuat pengguna muda kecanduan konten berbahaya, yang menyebabkan gangguan mental, kecemasan, dan depresi.

Todd Rokita, jaksa agung Negara Bagian Indiana, AS mengatakan pada Journal, dilansir dari Republic World, TikTok telah secara aktif mengekspos anak-anak kita pada penggunaan narkoba, penyalahgunaan alkohol, kata-kata kotor, dan materi seksual eksplisit di usia muda.

Gugatan Indiana ini adalah yang pertama terhadap TikTok dan membuka jalan bagi lebih banyak tuntutan hukum oleh negara bagian lain. Kekhawatiran tentang TikTok dan aplikasi media sosial lainya dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni masalah keamanan nasional atau masalah kebebasan berbicara dan masalah yang jauh lebih dalam.

 
Gugatan Indiana ini adalah yang pertama terhadap TikTok dan membuka jalan bagi lebih banyak tuntutan hukum oleh negara bagian lain.
 
 

Hal ini, sekaligus membuktikan mengapa diskusi tentang hal ini terasa sulit dipahami. Dalam gugatannya, Negara Bagian Indiana juga membahas terkait dampak aplikasi ini terhadap psikologi anak. 

Ilmu tentang psikologi perkembangan anak pun cukup jelas. Otak selama frase perkembangan, memiliki jumlah plastisitas tertinggi dan mengadopsi model mental yang dipaparkannya.

Dengan kata lain, jika anak dipaparkan konten tentang sains dan peroketan juga matematika diskrit, anak akan mengembangkan minatnya. Sebaliknya, jika anak dipaparkan untuk konten dewasa, anak akan mengembangkan pemahaman yang salah tentang apa itu realitas.

photo
Platform TikTok - (Pixabay)

Iterasi awal aplikasi media sosial, sejatinya tidak terlalu berbahaya karena bergantung pada algoritme grafik sosial. Jika kita mengikuti orang yang kita lihat setiap hari, kerabat, atau teman yang kita temui setiap hari. 

Perlahan dalam perkembangannya, algoritme beralih dari model grafik sosial ke model berbasis kecerdasan buatan (AI) yang tujuan utamanya adalah mendapatkan perhatian pengguna. Kemudia, menangkapnya melalui cara apa pun yang memungkinkan.

Caranya melalui seruan langsung ke batang otak, bukan ke korteks prefrontal. Seruan ke bagian otak yang paling tidak berkembang. Harris meyakini, keputusan untuk merancang algoritme yang menarik bagi batang otak juga merupakan salah satu alasan meningkatnya polarisasi dalam politik. 

Instagram, misalnya, dulu memiliki algoritme grafik sosial tetapi sekarang untuk bersaing dengan TikTok, ia telah mengadopsi algoritme serupa.

Awal 2022 ada setidaknya delapan negara bagian meluncurkan penyelidikan terhadap TikTok, meneliti efek aplikasi tersebut terhadap kesehatan mental remaja dan anak-anak. Hal tersebut dilaporkan Deseret News.

Jaksa Agung Kalifornia Rob Bonta juga menyampaikan, saat ini anak-anak tumbuh di era media sosial. Sedikit banyak, sebagai orang tua, kita perlu banyak mengukur versi realitas yang mereka lihat di layar mereka.

Ia pun meyakini, akan ada banyak dampak buruk pada kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak di masa depan tanpa adanya kontrol yang baik terhadap platform media sosial. 

Menggugat Algoritme Adiksi TikTok

TikTok memiliki versi yang berbeda, antara versi platform di dalam negeri dan pasar global. 

SELENGKAPNYA

Apa Rahasia Hidup Negara Paling Bahagia di Dunia? 

Di Helsinki, 11 dari 12 dompet dikembalikan ke pemiliknya.

SELENGKAPNYA

Di Balik Gemerlap Popularitas Tiktok

Popularitas Tiktok, terutama di kalangan remaja, telah meroket dalam beberapa tahun terakhir.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya