
Kronik
Sejarah Al-Aqsha dan Intifada
Yang terjadi pada 28 September 2000 itu terbilang mirip dengan yang terjadi belakangan.
OLEH FITRIYAN ZAMZAMI
Pergantian milenium ini pada mulanya bakal jadi ujung dari perjuangan menahun warga Palestina untuk menjadi negara merdeka. Sejak Juli 2000, PM Israel Ehud Barak dan Presiden Palestina Yasser Arafat ditengahi oleh Presiden AS Bill Clinton berunding mencapai titik temu guna mengakhiri setengah abad konflik.
Namun selepas dua pekan perundingan, pada 25 Juli 2000, tak ada hasil nyata dari perundingan. Justru dua bulan kemudian, terjadi salah satu episode bersejarah perlawanan Palestina terhadap Israel. Musim perlawanan yang terus membekas dalam peta politik maupun sentimen di kawasan tersebut.
Yang terjadi pada 28 September 2000 itu terbilang mirip dengan yang terjadi belakangan. Kala itu, Pemimpin oposisi Ariel Sharon dari partai sayap kanan Likud nekat mengunjungi Masjid al-Aqsa yang dipanggil Temple Mount oleh orang Yahudi. Ia dikawal pasukan keamanan dengan ketat.
Seperti yang dilakukan Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir saat ini, tujuannya tak lain adalah provokasi. Harapan damai yang digaungkan pada awal tahun 2000 itu buyarlah sudah. Palestina tak tinggal diam.

Aksi unjuk rasa langsung dilakukan pada 28 September itu juga. Sebanyak 700-an warga yang berkumpul di komplek Masjid al-Aqsha. Mereka melemparkan batu dan sejumlah benda lainnya ke arah polisi, dibalas dengan tembakan dan pukulan rotan.
Akibatnya, puluhan orang mengalami cedera, dan beberapa di antaranya terpaksa dibawa ke rumah sakit. Bentrokan disusul ledakan bom yang terjadi di seberang jalan tak jauh dari kompleks Masjid Al-Aqsa. Seorang tentara Israel dilaporkan tewas dan seorang lainnya mengalami luka serius.
Pemerintahan Palestina di Jerusalem menyatakan mencela kunjungan Sharon ke komplek yang dikenal pihak Muslim sebagai Haram al-Sharif. Mereka menilai tindakan Sharon sebagai upaya "sabotase" terhadap proses perdamaian. Ini merupakan agresi terburuk semenjak kerusuhan yang terjadi menyusul pembukaan terowongan di dekat kompleks ini pada 1996, yang mengakibatkan 80 warga Palestina meninggal.
Polisi Israel mengatakan, empat warga Palestina tertembak peluru karet yang ditembakkan ke arah kerumuman warga Palestina di dalam halaman masjid. Hingga 30 September 2000, sepanjang aksi perlawanan Palestina, sedikitnya 23 pejuang gugur dibunuh tentar Zionis Israel.
Rami Jamal al-Durra, seorang bocah Palestina berusia 12 tahun gugur akibat tembakan tentara Israel di Jalur Gaz pada 30 September itu. Pada hari itu terdapat tujuh warga Palestina -- termasuk beberapa anak-anak, bahkan balita -- yang ditembak mati tentara Israel.

Tentara Israel tak cuma menebar teror di kalangan warga Palestina, melainkan juga pada wartawan. Setidaknya lima wartawan internasional terluka ketika meliput bentrokan antara pasukan Israel dengan warga Palestina.
Seruan perlawanan juga digaungkan berbagai pihak di Palestina. Pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, mengatakan bahwa orang Palestina hanya memiliki satu pilihan menghadapi Israel. Yakni melancarkan gerakan intifada baru atau pemberontakan massal, seperti yang dilakukan akhir 1980-an.
"Kami selalu mencari upaya damai. Namun jika kami dipaksa untuk mempertahankan diri, kami tak meragukan lagi untuk perang," ujar pemimpin Palestina Yasser Arafat pada 1 Oktober 2000. Saat itu, secara resmi dimulailah Intifada untuk kedua kalinya.
Kemarahan menjalar ke seluruh dunia Islam. Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang terkenal kalem tak kuasa menahan marah. "Di sinilah, kenapa tidak adil, yang mati di Atambua tiga orang mereka ribut, sedangkan di masjid Al-Aqsa tewas 65 orang, Dewan Keamanan PBB tak mau bersidang. Ini jelas tidak adil," kata Presiden usai shalat Jumat di Masjid Al-Munawwarah, Ciganjur, Jakarta Selatan, pada 6 Oktober 2000.
Jumat itu, sebagai tanda solidaritas terhadap nasib dan perjuangan bangsa Palestina, umat Islam di Jakarta menggelar shalat ghaib dan tablig akbar. Tablig akbar diselenggarakan di Masjid Istiqlal. Usai melaksanakan shalat Jumat, ribuan jamaah tidak beranjak dari tempat duduk mereka ketika imam Masjid Istiqlal mengumumkan akan dilaksanakan shalat ghaib untuk mendoakan para pejuang Palestina yang gugur dalam aksi serangan brutal pasukan Israel.
Kemudian pada 14 Oktober 2000, setelah dua pekan pembantaian warga Palestina, Presiden Palestina Yasser Arafat dan PM Israel Ehud Barak hari Sabtu sepakat hadir untuk berunding di Mesir. KTT itu diupayakan Presiden AS Bill Clinton.

Namun di tengah upaya perdamaian ini, pasukan Israel masih tetap melancarkan gempurannya terhadap warga Palestina. Jumat, 13 Oktober 2000, tank-tank Israel dengan ganas menembaki pengunjuk rasa Palestina di Ramallah dengan senapan mesin. Akibatnya, seorang warga Palestina tertembak mati, 12 orang cedera di tempat terpisah dalam bentrokan di Hebron. Saat itu, sudah 122 warga Palestina gugur dan 22 pasukan Israel tewas.
Upaya perundingan tersebut akan berulang kali direncanakan dan dilakukan, tapi tak ada yang berhasil meredakan ketegangan. Pembunuhan terus dilakukan pasukan Israel menanggapi aksi unjuk rasa dan perlawanan terus menerus. Pada 2005, lembaga pegiat HAM israel B'tselem menghitung 3.354 warga Palestina gugur sepanjang intifada ke-2 sementara 1.010 tewas di pihak Israel.
Perlawanan kemudian mereda selepas wafatnya Yasser Arafat pada 2004. Pemilihan presiden Palestina pada 2006 kemudian menetapkan Mahmoud Abbas sebagai presiden. Ia kemudian meneken perjanjian tak saling menyerang dengan Ariel Sharon sang penyebab tragedi yang telah ditunjuk sebagai PM Israel. Titik itu banyak dianggap sebagai akhir Intifada ke-2.
Saat ini, dampak intifada kala itu masih terus membekas. Pada pemilihan legislatif Palestina di 2006, Hamas sebagai kelompok yang aktif melakukan perlawanan bersenjata selama intifadah berhasil memeroleh mayoritas kursi parlemen. Kemenangan ini mengakhiri dominasi Fatah meski kemudian memunculkan kompleksitas tersendiri dalam poliitk internal Palestina.
Disadur dari Harian Republika
Kecaman Serentak untuk Israel
PBNU menilai kunjungan Menteri Pertahanan Israel Itamar Ben-Gvir tak pantas.
SELENGKAPNYAMenilik Sejarah Al-Aqsha
Masjid al-Aqsha saat ini adalah masjid yang dibangun secara permanen oleh Khalifah Abd al-Malik bin Marwan
SELENGKAPNYAProvokasi Kunjungan Menteri Israel ke Al-Aqsha
Langkah tersebut dikutuk oleh warga Palestina sebagai tindakan provokatif.
SELENGKAPNYA