
Refleksi
Refleksi Prof Haedar Nashir: Republika 22 Tahun Lalu
Republika berani bertajdid dan berijtihad, sekaligus berjihad jurnalisme ke era baru dunia digital.
Oleh PROF HAEDAR NASHIR
OLEH PROF HAEDAR NASHIR
Saat itu 8-11 Juli 2000 di Jakarta. Muhammadiyah dan 'Aisyiyah menyelenggarakan Muktamar ke-44 di Ibu Kota Negara. Lokasi Muktamar Muhammadiyah di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia. 'Aisyiyah di Asrama Haji Pondok Gede. Pembukaan di Stadion Utama Senayan Jakarta, dihadiri para penggembira yang ikut memacetkan Jakarta.
Muktamar Jakarta dikenal muktamar awal abad ke-21. Di antara keputusan terpenting ialah Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), menjadi rujukan praktik kehidupan berislam warga Persyarikatan. Merupakan kehormatan sekaligus tugas berat waktu itu, penulis selaku Ketua Badan Pendidikan Kader bersama tim perumus menyiapkan dan menyusun konsep PHIWM.
Alhamdulillah, Muktamar berjalan lancar dan sukses. Penulis tanpa terpikir sebelumnya, ikut terpilih menjadi Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2000-2005. Dua belas anggota lainnya figur-figur hebat di kancah nasional.
Prof Ahmad Syafii Maarif terpilih sebagai Ketua PP Muhammadiyah, dikenal sebagai cendekiawan Islam ternama. Berikutnya Abdul Malik Fadjar, Ismail Sunny, Ahmad Watik Pratiknya, Yahya Muhaimin, Dawam Rahardjo, Din Syamsuddin, Abdul Rosyad Sholeh, Muchlas Abror, Asjmuni Abdurrahman, Amin Abdullah, dan M Syukriyanto AR.
Penulis entah atas alasan apa diwawancari khusus oleh Republika. Itulah pertama kali diwawancari media Ibu Kota.
Muktamar usai. Penulis hari itu ke Asrama Haji untuk menjemput istri dan dua ananda yang masih duduk di Sekolah Dasar yang ikut ke Muktamar sebagai penggembira. Penulis entah atas alasan apa diwawancari khusus oleh Republika. Itulah pertama kali diwawancari media Ibu Kota. Sebelumnya, sebagai wartawan Suara Muhammadiyah, biasa mewawancarai narasumber.
Empat hari kemudian, Ahad 15 Oktober 2000, Republika memuat hasil wawancara itu satu halaman penuh. Republika adalah koran baru kebanggaan umat Islam di bawah Yayasan Abdi Bangsa dengan tokoh utama BJ Habibie.
Sejak Muktamar Jakarta itulah penulis diminta rutin menulis kolom Refleksi, yang alhamdulillah terus bersambung hingga saat ini. Refleksi ini, tentu tulisan terakhir di Republika cetak, setelah kebersamaan 22 tahun.
Fenomena baru
Demikian sepenggal cerita perjumpaan penulis dengan Republika. Tak terasa waktu berjalan lebih dua dasawarsa. Sekitar 250 tulisan telah dimuat di Harian Umum umat Islam ini.
Dua buku telah diterbitkan dari sebagian Refleksi itu. Hanya tulisan biasa, yang penting dapat menggoreskan pikiran ke media cetak, koran yang lahir dari rahim umat pasca Reformasi. Republika sukses membawa spirit kemajuan dan mengangkat aspirasi keislaman yang terintegrasi dengan keindonesiaan.
Ya Allah…..haru rasanya. Dunia sudah berubah begitu cepat.
Kini Republika segera berubah penuh ke sistem digital. Arys Hilman mewakili PT Republika Media Mandiri pada 14 Desember 2022 menulis “perpisahan” untuk bermigrasi dari media cetak ke digital.
Ada seberkas haru. Bukan karena ketidaksiapan memasuki era baru dunia digital produk revolusi teknologi informasi. Tetapi, setiap pergantian ke era baru selalu ada goresan romantika masa lalu. Betapa perjalanan Republika cetak, tak terasa telah hadir selama tiga dasawarsa, yang membersamai umat. Republika telah menyatu menjadi koran umat.
“Ya Allah…..haru rasanya. Dunia sudah berubah begitu cepat,” tulis Bu Noordjannah, ketika dalam perjalanan pulang dari Ternate penulis kirimkan Surat Perpisahan Republika itu via WhatsApp. Maklum, dia pembaca koran cetak yang fanatik.
Sementara Adam Abdul Qodar, wartawan web Muhammadiyah yang baru saja lulus Magister Komunikasi, memberi apresiasi. “Narasi perpisahannya sangat bagus Pak, dan memang sulit bertahan untuk cetak,” komentarnya seperti dosen sedang mengajari mahasiswanya mata kuliah jurnalisme. Saya jawab, “Belajarlah ke Republika.”
Republika sejatinya tidak bermaksud menyampaikan kata perpisahan. “Ini bukan perpisahan. Ini adalah kabar tentang rencana perjalanan. Seraya bermigrasi sepenuhnya ke dunia digital, kami akan mengonversi semua kualitas koran Republika ke dalam bentuk-bentuk baru,” tulis Arys.
Seraya meyakinkan para pembaca yang selama ini sudah lekat dengan koran cetak, dengan komitmen, “Kami tak ingin ada nilai yang tertinggal. Kami pun tak hendak melupakan ekosistem yang telah terbangun.” Boleh juga disebut, perpisahan dari cetak ke digital!
Republika, kalam Islam untuk Indonesia!
Penulis sudah dikabari lama oleh Mas Irfan Junaidi, bila Republika cetak akan berakhir 31 Desember 2022. Mulai 1 Januari 2023 berubah ke digital. Kabar agak mengejutkan itu disampaikan langsung ketika bersilaturahmi ke Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta pada 22 Oktober 2022.
Pemimpin Redaksi Republika yang juga lulusan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta itu sering bersilaturahmi, sekadar berbagi informasi dan pandangan mengenai berbagai isu penting dan aktual.
Namun rasa haru tetap ada, dengan transformasi Republika ke era baru itu. “Kami juga sebenarnya ‘nangis’ kalau harus segera berubah. Semoga jadi langkah terbaik untuk Republika, bisa lebih maksimal melayani umat,” ujar Pemred yang rendah hati itu. Seraya meminta tetap menulis Refleksi dalam konten dan versi digital.
Di balik haru, ada bangga dan optimistik. Terbukti, sekelompok aktivis Islam yang bergerak di dunia jurnalisme dengan pandangan keislamannya yang inklusif, jauh lebih siap dan berani dalam bertransformasi ke dunia digital. Padahal, konsekuensi tidaklah ringan.
Republika sungguh telah hadir mencerdaskan nalar umat dan bangsa dalam gelombang kalam Islam yang maju, elegan, memikat, independen, dan terbuka. Republika, kalam Islam untuk Indonesia!
Jalan baru
Republika sejak berdiri 4 Januari 1993, terbilang koran fenomenal. Sebuah surat kabar cetak yang lekat dengan Islam, tampil dengan wajah baru yang inklusif dan memikat. Spirit jurnalismenya posmodern, namun warna keislamannya jelas tanpa terjebak pada ekslusivisme dan formalisme.
Seperti ditulis Arys Hilman, Republika hadir “membawa keseimbangan baru pada lalu-lalang informasi yang hidup di masyarakat”. Watak kepeloporan itu hadir kembali dengan bertransformasi sepenuhnya ke sistem digital, ketika yang lain masih bertahan dengan dunia cetak.
Republika sejak berdiri 4 Januari 1993, terbilang koran fenomenal. Sebuah surat kabar cetak yang lekat dengan Islam.
Sistem digital sebagai bagian dari revolusi teknologi 4.0. merupakan dunia baru yang niscaya. Menjauhinya sungguh nyaris mustahil. Siap atau tidak siap dunia baru itu hadir menyerbu bak gelombang tsunami dahsyat.
Anthony Gidden, sosiolog posmodern aliran jalan ketiga (The Third Way), memperkenalkan fenomena dunia baru seperti itu sebagai Juggernaut. Ibarat kereta raksasa yang siap menggilas siapa saja tanpa belas kasihan. Pilihannya, maju dan ambil peluang atau mati tergilas oleh gelombang besar revolusi teknologi supermodern itu.
Republika berani bertajdid dan berijtihad, sekaligus berjihad jurnalisme ke era baru yang sarat risiko menghadapi juggernaut dunia digital. Disertai kehendak kuat untuk terus belajar dan bergumul menjawab tantangan baru serta kerja tersistem yang profesional.
Dunia digital yang rumit itu tentu akan berhasil ditaklukkan. Koran ini melintasi jalan baru bukan hanya di dunia jurnalisme, sekaligus mentransformasikan pemikiran keislaman kekinian atau ashariyah. Inilah gerak transformasi berbasis tradisi iqra di era baru.
Revolusi teknologi informasi melahirkan lompatan besar dalam ekosistem kehidupan manusia di abad modern yang tidak terbayangkan sebelumnya. Menurut Noah Hararri, manusia mengalami transformasi dari Homo Sapiens ke Homo Deus.
Lahir genre manusia super dewa yang memiliki kemampuan berteknologi supercanggih. Melalui proyek “artificial intelligence” dan rekayasa bioteknologi, manusia diproyeksikan mampu melakukan rekayasa “pemanjangan usia” antara 150-500 tahun.
Republika berani bertajdid dan berijtihad, sekaligus berjihad jurnalisme ke era baru yang sarat risiko menghadapi juggernaut dunia digital.
Jeff Bezos pendiri Amazon mengembangkan proyek Altos Labs yang memiliki ambisi besar untuk menghentikan penuaan serta membikin hidup lebih panjang. Setiap tahun memanfaatkan dana tiga juta dolar AS untuk para fisikawan, ahli biologi, dan matematikawan berinovasi.
Sementara Elon Musk melalui SpaceX memiliki proyek ambisius membuat perjalanan manusia ke luar angkasa menjadi lebih murah. Elon ingin membangun kota mandiri di Mars dalam 20 tahun ke depan.
Kaum Muslim penting menghadapi era baru itu dengan paradigma Islam “shalihu likulli zaman wa makan”. Akan ironis, ketika orang lain sedang melompat maju di era baru, sebagian umat Islam masih berdebat keras soal-soal khilafiyah yang mengoyak ukhuwah.
Satu sama lain menebar permusuhan paham dan golongan. Sebagian lain atas nama nahyu munkar yang hitam-putih, menghadirkan keberagamaan yang garang. Lainnya menebar dominasi mazhab ke ruang publik, sambil menstigma paham lain dengan keras dan vulgar. Agama dikomodifikasi menjadi berwajah politik takhta dan rezimentasi kuasa di atas keindahan wacana yang sejatinya simulakra.
Umat Islam sungguh penting mentransformasikan ajaran Iqra untuk menjadi alam pikiran dan orientasi tindakan keislaman yang mampu mengantarkan perjalanan sangat menantang di era baru kemajuan teknologi informasi itu. Agar umat Islam di berbagai belahan bumi mampu hidup adaptif dan memberi jawaban alternatif atas tantangan revolusi kehidupan yang sarat kebaruan itu.
Sekaligus menebar dan membumikan Islam Rahmatan lil-‘Alamin secara konkret dan autentik. Inilah jalan terjal jihad, tajdid, dan ijtihad umat Islam sedunia di era baru!
Operasi Pasar Beras Bulog Tembus 1,2 Juta Ton
Program operasi pasar harus berjalan lancar sepanjang tahun.
SELENGKAPNYAMemahami Istilah Kanan dan Kiri
Alquran sering menggunakan istilah kanan “alyamiin” dan kiri “asysyimaal”.
SELENGKAPNYA10 Jam di AS, Zelenskyy Cari Bantuan Uang dan Rudal
Usai bersua Biden, Zelenskyy berpidato di hadapan anggota Kongres dan Senat AS.
SELENGKAPNYA