Konsultasi Syariah
Untung Seikhlasnya, Tapi Modal Harus Balik
Kedua belah pihak boleh membuat ekspektasi keuntungan, tetapi ekspektasi ini hanya perencanaan.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalaamualaikum wr wb.
Ada teman yang punya usaha sapi dan mau meminjam uang karena permintaan sapi cukup banyak. Dia menjanjikan secara verbal akan memberikan bagian keuntungan, tapi jumlahnya terserah yang bisa dia berikan.
Sekiranya saya ikhlas diberikan berapa pun dari keuntungannya dan jika terjadi rugi cukup dikembalikan sejumlah uang yang dipinjam, apakah itu dibolehkan secara syariah? Mohon penjelasan, Ustaz! -- Zaki, Pacitan
Waalaikumussalam wr wb.
Jika yang dimaksud dengan pinjaman itu adalah qardh maka perjanjian tersebut tidak diperbolehkan karena yang menjadi kewajiban pengelola usaha adalah sebesar pokok pinjaman. Apa pun realisasi usaha, baik untung ataupun rugi, maka yang dikembalikan adalah sebesar pokok pinjamannya.
Tidak boleh ada tambahan dari pokok pinjaman walaupun seikhlasnya karena itu permintaan dari kreditur sehingga akan membuat debitur membayar/memberikan tambahan seikhlasnya (dipersyaratkan).
Di antara alternatif yang sesuai dengan tuntunan syariah adalah, pertama, pinjaman tanpa ada kelebihan/keuntungan yang dipersyaratkan atau keuntungan seikhlasnya.
Misalnya, pinjaman Rp 100 juta sebagai modal kepada pengelola, maka yang menjadi kewajiban dan harus dikembalikan pengelola kepada investor adalah Rp 100 juta. Akan tetapi, dibolehkan bagi pengelola untuk memberikan hadiah tanpa diperjanjikan di awal/di muka atau dalam perjanjian secara tertulis atau lisan.
Kelebihan dari skema qardh ini adalah pemilik modal akan termitigasi risiko kredit atau risiko pengembalian modal karena apa pun realisasi usaha, misalnya terjadi rugi, maka pokoknya akan kembali. Akan tetapi, di sisi lain, kekurangannya bukan bagian dari skema bisnis karena saat realisasi usahanya menguntungkan, pemilik modal tidak mendapatkan apa-apa dan tidak bisa dijanjikan keuntungan di awal.
Di sisi lain, skema tersebut lebih tepat untuk membantu mereka yang membutuhkan modal, tetapi komitmennya atau kemampuan usahanya tidak dapat dipastikan. Modal itu murni diberikan karena empati dan simpati.
Kedua, bagi hasil. Ketentuannya, bagi hasil dilakukan secara alami. Modal dikelola untuk usaha yang halal dan keuntungan disepakati dalam berbentuk persentase. Berapa keuntungan yang menjadi hak keduanya itu ditentukan oleh realisasi usaha. Karena hasil usaha itu tidak pasti, bahkan mungkin merugi, maka harus ada perjanjian tentang siapa yang bertanggung jawab saat terjadi kerugian.
Di samping itu, karena fikih itu realistis, mengakomodasi dinamika bisnis yang sarat dengan risiko komitmen para pihak dan lainnya, maka dibolehkan bagi pemilik modal untuk meminta garansi yang diperuntukkan saat pengelola wanprestasi.
Garansi tersebut hanya boleh dicairkan untuk mengganti modal saat kerugian terjadi karena wanprestasi pengelola. Kedua belah pihak boleh membuat ekspektasi keuntungan, tetapi ekspektasi ini hanya perencanaan. Sedangkan, keuntungan yang menjadi hak keduanya itu merujuk kepada realisasi hasil usaha.
Hal itu berdasarkan beberapa dalil, di antaranya hadis Rasulullah SAW, “Dari Aisyah RA, ... manfaat (didapatkan oleh seseorang) disebabkan ia menanggung risiko” (HR Tirmidzi).
Kaidah fikih, “Risiko berbanding dengan manfaat.” Penegasan para ulama, “Mensyaratkan kewajiban memberikan penjaminan oleh al-amin (mudharib, mitra, dan wakil) adalah tidak sah” (Ibnu Nujaim, al-Bahr al-Ra’iq, 7/274).
Standar Syariah Internasional AAOIFI Nomor 13 tentang al-Mudharabah, “Akad mudharabah termasuk akad amanah dan seorang pengelola itu terpercaya atas aset mudharabah yang ada di tangannya. Kecuali jika terjadi penyimpangan terhadap syarat-syarat akad mudharabah atau lalai dalam mengelola usaha....”
Juga Keputusan Lembaga Fikih OKI, “Tidak boleh mensyaratkan mudharib untuk menjamin modal. Jika dipersyaratkan, baik secara tersurat ataupun tersirat, maka syarat untuk menjamin modal adalah batal dan mudharib berhak atas keuntungan wajar” (Keputusan Lembaga Fikih lnternasional OKl, Nomor 30 (4/5)). Wallahu a’lam.
Kemenag Susun Pedoman Peliputan Konflik Keagamaan
Dalam modul ini termuat sejumlah syarat yang harus dipenuhi para jurnalis ketika melakukan peliputan konflik keagamaan.
SELENGKAPNYAMenkeu Optimistis Tarif Cukai Tekan Konsumsi Rokok
Cukai hasil tembakau masih menjadi sumber penerimaan negara terbesar.
SELENGKAPNYAWisata Halal Butuh Dukungan Komprehensif
Kemenparekraf turut menyampaikan lima poin untuk pendalaman naskah akademik RUU Kepariwisataan.
SELENGKAPNYA