
Publik
IAI Dalami Temuan BPOM Terkait Kandungan Sirop
IAI sudah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan BPOM
JAKARTA -- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyatakan bakal berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait temuan bahan baku propilen glikol (PG), yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen.
Sesuai aturan, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen.
BPOM pada Rabu (9/11) mengungkap adanya perusahaan farmasi yang terindikasi menggunakan ED hingga 90 persen, bahkan ada yang 100 persen. Ketua Umum Pengurus Pusat IAI Noffendri Roestam menegaskan, tugas apoteker adalah menjaga kualitas keamanan serta khasiat obat.

Karena itu, dia menilai perlu penyelidikan lebih lanjut terkait temuan cemaran dalam bahan baku untuk pelarut obat sirop tersebut. Menurut dia, IAI sudah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan BPOM.
"Kita liat titik krusialnya di mana, apakah di proses pemilihan atau quality control. Kami tentu akan mendalami. Kami sudah mengajukan permohonan bertemu BPOM untuk mengetahui titik krusialnya di mana," ujar dia.
Wakil Ketua IAI Prof Keri Lestari mengatakan, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen. Karena itu, Keri menyebut temuan cemaran EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol dengan kadar yang besar sangat berbahaya sekali."Itu kalau sampai 50-90 persen, saya kaget sekali. Itu bukan lagi cemaran, tetapi itu barang kali ada replacement ya, sangat tinggi sekali," ujar Keri.
Itu (cemaran EG dan DEG) bukan lagi cemaran, tetapi itu barang kali ada replacement ya, sangat tinggi sekali.
PROF KERI LESTARI Wakil Ketua IAI
Dia menjelaskan, besaran angka cemaran biasanya tidak boleh tinggi dari ambang batas aman 0,1 persen. Jika sudah sampai puluhan persen, hal itu sudah lewat dari kategori cemaran dan sangat berbahaya."Apalagi kalau sampai puluhan persen seperti itu (cemaran EG dan DG). Pantas kalau anak kecil minum itu terjadi masalah," ujar Keri.
Karena itu, IAI mempersoalkan temuan kadar EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol yang sangat besar. Dia mendorong penyelidikan ada kadar EG dan DEG yang sangat besar di industri farmasi. "Mengapa ada DEG dan EG sebesar ini di sediaan farmasi berarti ada permasalahan dari bahan baku. Itu yang kita lihat, karena memang seharusnya sudah terdeteksi sejak bahan baku. Itu harusnya tidak digunakan dalam kondisi bahan baku dengan DEG dan EG sebesar itu," ujar Keri.
Keri mengatakan, penyelidikan internal IAI dengan rekan apoteker di industri farmasi juga menegaskan pada IAI bahwa apoteker telah mematuhi regulasi pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka juga menyatakan bahan baku yang dibeli aman untuk farmasi dan tertulis aman untuk farmasi.
"Karena rekan sejawat apoteker yang di lapangan (menyatakan) mereka comply terhadap CPOB di Indonesia mereferensi pada internasional, jadi sisi regulasi SOP sangat terjaga sehingga kalau ada terjadi seperti ini kalau memang itu awalnya dari bahan baku," ujar Keri.
Selain itu, Keri juga menyebut ada beberapa industri farmasi yang menuntut pabrik pemasok bahan baku ke industri farmasi tidak sesuai isinya.
View this post on Instagram
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menilai, kasus gagal ginjal atipikal pada anak (GGAPA) masuk dalam kasus kejahatan kemanusiaan. Piprim menegaskan, suatu kesalahan besar cemaran EG serta DG bisa masuk dalam obat sirop. “Jadi ini saya pinjam kata Bu Penny (kepala BPOM), ini kejahatan kemanusiaan,” kata Piprim, kemarin.
Jadi ini saya pinjam kata Bu Penny (kepala BPOM), ini kejahatan kemanusiaan.
DR PIPRIM BASARAH YANUARSO Ketua Umum IDAI
EG dan DEG merupakan cemaran yang sebenarnya tidak boleh ada dalam obat sirop ataupun bila ada harus sesuai ambang batas aman. Kasus yang terjadi saat ini adalah cemaran EG dan DEG ditemukan dalam jumlah yang banyak dan melebihi ambang batas aman.“Jadi memang EG dan DEG tak akan dituliskan di kandungan. Ditulisnya senyawa aktif. Karena, EG dan DEG ini cemaran tidak boleh ada,” kata dia.
Juru bicara Kementerian Kesehatan RI Muhammad Syahril mengatakan, tidak ada penambahan kasus gangguan ginjal akut hingga kini. Berdasarkan data Kemenkes RI, tercatat 324 kasus, yang terdiri atas 28 kasus dalam perawatan, 194 meninggal, dan sembuh 104 kasus. Penurunan kasus terjadi setelah dikeluarkannya surat edaran yang melarang nakes dan apotek untuk memberikan obat cair/sirop pada anak.
Syahril mengatakan, hal tersebut merupakan langkah antisipatif yang dilakukan pemerintah, mengingat hasil pemeriksaan terhadap kasus GGAPA yang dilaporkan di 28 provinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, faktor risiko terbesar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari EG dan DEG pada sirop.
Sejak 18 Oktober, jumlah pasien sudah mulai turun terus dan pada 2-6 November bahkan tidak ada pasien yang bertambah ataupun meninggal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tindak Lanjuti Penghapusan Vaksinasi Meningitis
Kebijakan penghapusan vaksin meningitis harusnya sudah bisa mulai diberlakukan secepat mungkin.
SELENGKAPNYABPOM Ungkap Pemalsuan Kandungan Sirop Kasus Gagal Ginjal
BPOM menemukan beberapa drum berisikan senyawa kimia pemicu gagal ginjal yang sangat jauh melampaui batas aman.
SELENGKAPNYAMenkeu Waspadai Potensi Perlambatan Ekonomi
Perkiraan ini mempertimbangkan siklus perekonomian yang biasanya melambat pada akhir tahun.
SELENGKAPNYA