
Narasi
Kaka Filep yang Memilih Perjuangan Damai
Filep Karma diceritakan berkawan baik dengan siapapun, bahkan aparat kepolisian.
OLEH FITRIYAN ZAMZAMI
Bisa dibilang, pantai-pantai di wilayah Biak Utara, Biak Numfor adalah yang paling cantik di seantero Papua. Menghadap langsung ke Samudera Pasifik yang tenang airnya, pasirnya putih dengan air yang jernih sepanjang mata memandang. Saat dipakai “molo” bahasa Biak untuk menyelam, tampak segala keindahan bawah laut.
Penina Karma (50 tahun) ingat abangnya Filep Karma senang berenang di pantai-pantai tersebut. Lokasi favoritnya, salah satu pantai di Kampung Dwar, kampung halaman keluarga mereka. Agaknya kesenangan itu tak bisa dilepaskan Filep Karma.
Pada Ahad 30 Oktober 2022 pagi, ia yang sudah berdomisili di Jayapura bertolak bersama keluarga ke Pantai Base G di Jayapura. Ia rencananya bakal menyelam, kebiasaan yang sudah ia lakukan bertahun-tahun belakangan.
Datang siang, air malah naik. Filep Karma harus menunggu sebentar sambil berfoto-foto bersama keluarga di tepi pantai. Tak lama, keluarganya pulang meninggalkan Filep Karma sendirian. Sehubungan air tak kunjung surut, Filep sempat bertandang ke kenalannya di Asrama Polisi Deplat tak jauh dari pantai.

Setelah itu baru Filep Karma berangkat ke laut. “Kami tidak tahu dengan siapa,” ujar Penina saat dihubungi Republika, Selasa (1/11). Penina memastikan bahwa Filep Karma berangkat dengan rombongan. Pasalnya peraturannya memang tak boleh seorang pergi menyelam sendirian.
Pada Selasa pagi ini, Penina kemudian dikejutkan dengan kabar duka. “Ada adik intel polisi ini dia pakai telepon adik kami yang lain kasih tahu bahwa Kaka Filep ditemukan meninggal,” tutur Penina. Ia mengenang, Filep memang mudah bergaul dengan siapa saja, termasuk para intel kepolisian yang tak jarang menguntit.
Keluarga tak paham siapa yang menemukan pertama kali jenazah Filep Karma. “Banyak hal janggal katanya pada jenazah Kaka Filep. Tapi kami tidak mau bikin panjang. Tidak usah diautopsi,” kata dia. Ia mengenang, memang sedianya sudah sejak lama keluarga “melepasnya”.
Filep Karma yang merupakan yang paling tua dari tujuh bersaudara. Ia lahir pada 1959 di Jayapura dan kemudian pindah ke Biak. “Kami sudah bersiap melepas dia sejak mulai berjuang di bawah menara air di Biak,” kata Penina. Kala itu, pada Juli 1998, Filep Karma bertekad mengibarkan Bintang Kejora di menara air, tanpa senjata apapun, tak akan melawan, hanya berunjuk rasa secara damai menuntut kemerdekaan Papua.
Keberatan ayahnya, Andreas Karma yang merupakan mantan bupati Wamena, tak digubris. Filep yang saat itu berstatus PNS juga siap meninggalkan pekerjaannya.
Nyawa Filep nyaris terenggut saat kepolisian dan tentara menindak aksi tersebut. “Dia bilang sudah ditumpuk di atas jasad-jasad waktu itu, tiba-tiba bangun. Dia di dalam kontainer entah mau dibawa kemana,” kata Penina.
Selepas kejadian itu, Filep Karma harus mendekam di penjara. Perjuangannya tak berhenti. Ia mencoba kembali mengibarkan bendera Bintang Kejora berukuran kecil sembari berorasi pada 2004. Saat itu, kematian juga mendekati, tapi lagi-lagi Filep Karma lolos dari maut. Selama di penjara dan sekeluarnya, Filep Karma tak berhenti mengampanyekan pemenuhan hak asasi manusia untuk orang Papua.
Kali ketiga Filep Karma hampir berpulang adalah pada 12 Desember 2021. Ia kala itu hilang selama 18 jam setelah menyelam, juga tak jauh dari Pantai Base G. Ia bertahan dengan botol kecil air minum, kemudian berenang ke pantai dan mendarat keesokan harinya di salah satu pantai di Desa Skow yang berjarak sekitar 15 kilometer jalur laut di tenggara Base G.
Kerinduan terhadap laut agaknya membuat Filep kembali menyelam Ahad kemarin. Apapun penyebabnya, kali ini Filep Karma tak selamat. Ia menyusul adik perempuannya, Inseren Sampari Karma yang juga ikut dalam aksi di talang air di Biak dan berpulang karena sakit beberapa waktu lalu.

Meski mengalami berbagai penyiksaan selama di penjara, Penina mengenang bahwa abangnya tak mencoba bermusuhan dengan siapapun. Ia banyak bergaul dengan aparat kepolisian. “Anggota tim divingnya juga banyak yang intel polisi,” ujar Penina. Bagaimanapun ia berkeras soal perjuangannya di Papua, Penina menekankan bahwa perdamaian adalah jalan Filep Karma.
Menyusul kematiannya, Jayapura dan kampung halamannya di Biak mulai memanas. Terkait hal ini, pesan Penina dan keluarga Filep Karma sederhana meski tak mudah. “Kaka Filep mau perjuangan ini damai. Jangan ada korban lagi, sudah terlalu banyak, kami tidak bisa hitung lagi. Hormati Kaka kami dengan perdamaian,” ujar Penina. Ia tercekat dan menangis saat menyampaikan hal ini kepada Republika.
Hingga Selasa, jenazah Filep Karma masih disemayamkan di Jayapura. Menurut Penina, keluarga menginginkan ia dimakamkan di Biak. “Dulu dia hidup sama kami, sekarang kami mau dia mati juga sama kami,” ujarnya.
Penyelidikan
Kapolresta Jayapura Kota Kombes Victor Mackbon menyatakan pihaknya menggandeng Komnas HAM Papua untuk menyelidiki penyebab kematian Filep Karma. Filep Karma ditemukan meninggal, Selasa(1/11) pagi, sekitar pukul 05.00 WIT, di Pantai Base G, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura.
"Digandengnya Komnas HAM Papua agar lebih transparan," kata Kapolresta Jayapura Kota Kombes PolVictor Mackbon, di Jayapura, Selasa.
Dia mengakui, aparat kepolisian masih melakukan penyelidikan atas kasus tersebut, mengingat korban ditemukan meninggal sekitar pukul 05.00 WIT. Saat itu, warga hendak menyelam untuk menangkap ikan, kemudian menemukan korban sudah tergeletak dengan kondisi tubuh membengkak di bibir pantai.
Dari hasil identifikasi korban diketahui bernama Filep Karma (62), warga Dok V, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. Jenazah kemudian dibawa ke rumah duka di kawasan Dok V Atas. "Tim dokter RS Bhayangkara sudah melakukan visum luar, tapi tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan," kata Kombes Mackbon.
Kapolresta menyatakan, pihak keluarga menolak untuk dilakukan autopsi terhadap jenazah korbanyang ditegaskan dalam surat pernyataan penolakan autopsi. Surat pernyataan penolakan autopsi itu dilakukan, guna mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Dari keterangan pihak keluarga terungkap komunikasi terakhir dengan korban pada Kamis (27/10). "Keluarga mengungkapkan, korban keluar rumah dengan tujuan ingin menyelam untuk menangkap ikan," kata Kombes Mackbon.
Kabar meninggalnya tokoh Papua Filep Karma menggemparkan masyarakat Papua. Eskalasi kerawanan dikhawatirkan bakal menyusul kejadian tersebut. "Kami semua kaget. Saya baru dengar kabar waktu beli pulsa tadi," kata Frengky Warer, seorang warga Jayapura kepada Republika, Selasa (1/11/2022).
Ia menuturkan, begitu kejadian telepon genggamnya sibuk dengan notifikasi pemberitahuan soal kabar tersebut dari berbagai pihak.
Menurut Frengky, banyak warga menangisi jenazah itu sebelum dibawa ke RS Bhayangkara di Jayapura. "Tentu saya akan melayat bersama masyarakat nanti," kata dia.
"Kalau di Jayapura mungkin tak begitu ramai (respon atas kematian Filep Karma) karena dia memang tidak suka ramai-ramai. Tapi di Biak (asal Filep Karma) mungkin akan memanas," ujar Frengky yang merupakan aktivis pembela mama-mama pasar di Jayapura.
Frengky juga menyinggung sudah ada sentimen tertentu di Jayapura. "Bulan September sampai Desember memang bulannya orang-orang dihilangkan," kata dia. Masih segar diingatan warga Papua bahwa tokoh mereka sebelumnya, Dortheys Hiyo Eluay, juga dibunuh pada November 2001.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Ketum PSSI: Saya Ingin Kompetisi Berjalan
PSSI meminta persetujuan FIFA untuk melakukan Kongres Luar Biasa.
SELENGKAPNYARekor Tandang Milan Terhenti di Turin
Pada laga lainnya, Salernitana sukses menumbangkan Lazio, 3-1, di Roma.
SELENGKAPNYASaling Sikut di Laga Pamungkas
Tiket babak 16 besar Liga Champions dari Grup D akan ditentukan di laga terakhir.
SELENGKAPNYA