
Nostalgia
Sejarah Narkoba di Batavia
Sebelum masa VOC (1619), madat atau candu merupakan komoditas yang diperdagangkan di pelabuhan Sunda Kelapa.
OLEH ALWI SHAHAB
Presiden Joko Widodo menyatakan perang terhadap narkoba. Peredaran narkoba dinilai sudah membahayakan lantaran masuk ke segala lini kehidupan masyarakat. Menurut Jokowi, korban akibat narkoba mencapai 4,1 juta orang atau 2,2 persen total penduduk Indonesia dan kerugian materiil mencapai Rp 63 triliun.
Masyarakat sejak dulu sudah antipati menolak kehadiran narkoba. Adanya kata-kata kecaduan dan pemadatan menunjukkan hal ini. Apalagi, bahasa yang sudah baku itu berawal dari ejekan dan umpatan terhadap para pecandu dan pemandu.
Namun, ungkapan kata-kata yang berkonotasi negatif itu menunjukkan bahwa madat atau candu yang kemudian jenis-jenisnya berkembang sekarang ini, bukanlah barang baru di Tanah Air. Bahkan, sebelum masa VOC (1619), madat atau candu sudah merupakan komoditas yang diperdagangkan di pelabuhan Sunda Kelapa.
Bahkan, sebelum masa VOC (1619), madat atau candu sudah merupakan komoditas yang diperdagangkan di pelabuhan Sunda Kelapa.
Ini diutarakan James R Rush dalam bukunya Opium to Java. Menurut pengarang asal Belanda itu, sewaktu VOC mencapai Jawa pada awal abad ke-17, candu telah menjadi komiditas penting di pulau ini. Disebutkan bahwa VOC bersaing dengan Inggris, Denmark, dan Portugis untuk memonopolinya.
Setelah menancapkan kakinya di Jawa, VOC pernah mengadakan perjanjian dengan Amungkurat II untuk memonopoli impor candu di Mataram. Setahun kemudian, dengan Kesultanan Cirebon. Setelahnya, memperluas pemasaran candu ke berbagai tempat di Jawa. Diperkirakan, dari 1619-1799, setiap tahun VOC memasok rata-rata 56 ton candu ke Pulau Jawa.
Rupanya, para pedagang Cina waktu itu ketiban rezeki nomplok dari pedagang opium ini karena mereka berperan sebagai perantara dalam bisnis ini. Dalam buku Oei Tiong Ham: Konglomerat Pertama di Asia Tenggara, disebutkan sejumlah Cina papan atas yang ditunjuk menjadi penjual dan distributor candu. Seperti, Ho Lam Ho, Tan Hong ban, dan Be Ing Tjioe di samping juga sejumlah kapiten Cina lainnya.
Rupanya, para pedagang Cina waktu itu ketiban rezeki nomplok dari pedagang opium ini karena mereka berperan sebagai perantara dalam bisnis ini.
Tidak tanggung-tanggung, dalam perdagangan candu ini, para pejabat VOC menciptakan sebuah organisasi yang dinamakan Opium Society. Hingga, tidak heran sampai 1880, pajak perdagangan candu merupakan penghasilan yang besar bagi kocek Pemerintah Hindia Belanda.
Memang tidak gampang untuk menjadi penarik pajak candu. Karena, untuk itu diadakan pelelangan besar-besaran. Pemenangnya tentu saja orang-orang berduit.
Pihak Belanda bukan hanya menyediakan lokalisasi para pemadat. Bahkan, tidak tanggung-tanggung sampai membangun pabrik madat. Lokasinya sekarang kira-kira sebelah kiri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba.
Adanya perdagangan dan pajak candu ini membuktikan bahwa sejak dulu sudah banyak orang yang menghisap narkotika. Di Batavia pada waktu itu, oleh penjajah disediakan sebuah tempat atau lokalisasi bagi para pecandu. Sampai 1950-an, tempat itu dikenal warga Ibu Kota dengan sebutan Gang Madat atau Gang Madat Besar.
Untuk menghilangkan kesan buruk, setelah kemerdekaan Republik Indonesia namanya diganti menjadi Jalan Kesejahteraan dan Jalan Keselamatan. Letaknya di sebelah kiri Jalan Gajah Mada apabila kita menuju Jakarta Kota, tidak jauh dari toko buku Gramedia.
Pihak Belanda bukan hanya menyediakan lokalisasi para pemadat. Bahkan, tidak tanggung-tanggung sampai membangun pabrik madat.
Beberapa penduduk asli kampung ini masih dapat menceritakan lokalisasi para pemadat itu. Berdasarkan keterangan dari orang tua dan kakek mereka. Bahkan, ada yang menyaksikan sendiri saat mereka kecil atau remaja.
Kini, kedua lokasi itu hanya tinggal kenangan bagi penduduk setempat. Karena, sejak pendudukan Jepang (1942) telah ditutup. Haji Hilmi Munandar yang dilahirkan di kawasan tersebut memperkirakan letaknya di sebuah lapangan yang sejak beberapa tahun lalu dibongkar.
"Letaknya di sudut sekali. Di tempat itu dulu ada sebuah rumah papan. Di kamar-kamar rumah yang berukuran 300 meter itulah setiap hari para pemadat berkumpul," ujarnya.
"Saya sering mendengar bunyi grogok-grogok dari air yang dihisap para pemadat sambil tiduran dari sebuah pipa. Semacam hoga yang dihisap orang-orang Arab."
Mengenang Koh Steven, Jual Rumah demi Penyintas Pandemi
Pada awal korona merebak, kebutuhan akan APD bagi tenaga medis sangatlah besar
SELENGKAPNYASyekh Yusuf al-Qaradhawi Sosok Ulama Moderat
Sikap moderat Syekh Yusuf al-Qaradhawi terlihat pula dalam caranya mendidik putra-putrinya.
SELENGKAPNYAPerjalanan Hayat dan Pemikiran Syekh al-Qaradhawi
Syekh al-Qaradhawi berpengaruh besar dalam penyebaran ilmu fikih dan paham moderat.
SELENGKAPNYA