Gubernur Papua Lukas Enembe memberikan keterangan kepada media di Bandara Sentani, Jayapura, Papua, Rabu (15/11). | Republika/Mahmud Muhyidin

Tajuk

Mencegah Persoalan Enembe Jadi Preseden

Ini bukan tudingan baru bagi Enembe. Sebelum menjadi gubernur, ia juga sempat tersandung kasus.

Sudah 30 hari Gubernur Papua Lukas Enembe menyandang gelar tersangka. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga berhasil memeriksa Lukas di Jakarta. KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar, termasuk juga terkait temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang jumlahnya lebih fantastis lagi.

'Perlawanan' Enembe ini harus disudahi dengan membawanya ke Jakarta. Karena bila tidak, kita khawatir justru menjadi preseden bagi kasus-kasus korupsi di Papua lainnya.

Tak kurang mulai dari Presiden Joko Widodo sudah meminta Enembe untuk taat hukum. Hadir di Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa. Begitu juga, Menko Polhukam Mahfud MD sudah meminta Enembe mengikuti permintaan KPK. Tapi ia bergeming. Lewat anak buahnya ataupun kuasa hukumnya, ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat itu mengulang-ulang alasannya bahwa ia sakit.

Enembe memang sempat terkena strok. Kuasa hukum dan juru bicaranya mengatakan, Enembe sudah empat kali terkena strok dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini ia dalam pengobatan dokter di Singapura. Alih-alih ke Jakarta, Enembe justru ingin dibiarkan berobat ke Singapura terlebih dulu. Alasan ini pun sebenarnya sudah dibalas oleh KPK. Lembaga antirasuah ini memberi lampu hijau Enembe ke Singapura. Asal ia datang ke Jakarta dulu, dan diperiksa oleh dokter terkait.

 
Saat ini ia dalam pengobatan dokter di Singapura. Alih-alih ke Jakarta, Enembe justru ingin dibiarkan berobat ke Singapura terlebih dulu.
 
 

Dua hari lalu, Enembe memberi akses kepada pers di Papua untuk melihat keadaan dirinya. Ia mengundang pers ke rumah dinasnya di Jayapura. Kepada pers, Enembe mengatakan, ia strok, kesulitan berbicara, sukar berjalan. Ia juga menunjukkan obat-obatan yang dibilangnya dari Singapura. Pembantu Enembe mengatakan, mereka khawatir sang kepala daerah terkena serangan strok kelima kalinya. Enembe, menurut mereka, kerap mengalami naik tensi darah.

Putra daerah ini terjerat banyak kasus. Pertama adalah gratifikasi sebesar Rp 1 miliar. Ini berkasus di KPK. Kemudian Menko Polhukam Mahfud MD dalam jumpa pers khusus mengatakan, Enembe disinyalir melakukan penyelewengan anggaran operasional pimpinan dan dana Pekan Olahraga Nasional Papua. Pemerintah sudah membekukan sejumlah rekeningnya.

Dari pelacakan PPATK, Enembe juga kedapatan menerima dana lebih dari Rp 500 miliar. Kejutan lainnya, pemerintah memergoki yang bersangkutan kerap berjudi di sejumlah kasino di negara tetangga.

Ini bukan tudingan baru bagi Enembe. Sebelum menjadi gubernur, ia juga sempat tersandung kasus. Namun, lolos. Di sisi lain, temuan temuan yang disampaikan KPK, PPATK, dan pemerintah ini memperlihatkan bagaimana lemahnya inspektorat di pemerintahan provinsi. Termasuk juga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Publik tidak mendengar BPKP ataupun BPK mempermasalahkan pengelolaan dana pembangunan dan dana otonomi khusus Papua selama ini. BPK bahkan hanya memberi catatan perbaikan administrasi bagi kinerja Enembe beberapa tahun lalu. Artinya apa? Kita bisa melihat pembiaran kasus Enembe ini semacam sistemis yang menjalar ke mana-mana.

 
Ini bukan tudingan baru bagi Enembe. Sebelum menjadi gubernur, ia juga sempat tersandung kasus.
 
 

Karena itu pula, menjadi penting bagi pemerintah pusat untuk bersikap tegas kepada Enembe. Pilihannya sudah jelas. Jemput paksa ke Jakarta. Eks panglima TNI yang sekarang menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko sampai menyerukan TNI siap bila diminta tolong menjemput Enembe. Polri juga mengatakan, menyiagakan ribuan personel untuk pengamanan bilamana itu terjadi.

Persoalannya, mengapa pemerintah masih mengulur waktu? Kita meyakini, masyarakat Papua sudah dewasa. Mengerti betul persoalan hukum yang membelit harus diselesaikan. Di sini pentingnya campur tangan kelompok lain untuk memberi penjelasan kepada pendukung Enembe. Menjadi 'sandera' di daerah sendiri justru merugikan publik.

Kita khawatir, bila Enembe berhasil memaksa pemerintah menari dalam gendangnya, hal itu akan diikuti oleh kepala daerah lain, di Papua, yang terjerat kasus. Karena itu, situasi 'sandera' di kota sendiri ini harus segera diselesaikan secara hukum tanpa pergolakan masyarakat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

'GAM' dan Sisi Lain Maulid Nabi

Bid'ah adalah ibadah yang tidak ada dalilnya dalam agama.

SELENGKAPNYA

Hukum Waris dan Prinsip Keadilan

Apa pun perubahan zaman, ketentuan hukum waris ini tetap berlaku sepanjang masa.

SELENGKAPNYA

Pesta Orkestra Empat Rasa Ala Amadeus

Musik yang dihadirkan sudah pasti iramanya familiar di telinga anak muda

SELENGKAPNYA