Pialang mengamati pergerakan harga saham di Bursa Efek New York, Rabu (15/6/2022). | AP/Seth Wenig

Opini

Dampak Resesi Global

Menyelamatkan masyarakat dari resesi global bisa dilakukan.

BAGONG SUYANTO, Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga 

Ancaman resesi global tak terelakkan. Kombinasi hiperinflasi, stagflasi, dan kenaikan biaya hidup di berbagai negara adalah indikasi kuat resesi global di depan mata kita. Bank Dunia menyatakan, tahun depan banyak negara masuk jurang resesi.

Kondisi ekonomi negara besar, seperti AS, Cina, dan sejumlah negara Eropa melambat. Memasuki pertengahan 2022, krisis energi dan pangan menyebabkan biaya hidup masyarakat terus naik.

Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan terganggunya rantai pasok energi dan pangan ke banyak negara, pemicu awal efek bola salju yang menggelinding ke berbagai negara hingga melahirkan krisis.

Resesi saat ini, disebut-sebut terburuk sepanjang sejarah sejak resesi global pada 1970-an. Pada 2022, AS mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif, yakni berkontraksi 0,9 persen pada kuartal II 2022 secara tahunan (year-on-year/yoy).

 

 
Kondisi ekonomi negara besar, seperti AS, Cina, dan sejumlah negara Eropa melambat. Memasuki pertengahan 2022, krisis energi dan pangan menyebabkan biaya hidup masyarakat terus naik.
 
 

 

Maka itu, AS sudah masuk jurang resesi setelah kontraksi 1,6 persen pada kuartal sebelumnya. Resesi juga melanda Uni Eropa. Akibat krisis energi, pangan, dan kenaikan luar biasa harga gandum membuat tak sedikit warga Eropa kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.

Bank Dunia memprediksi resesi global paling lambat awal 2023 dan tandanya makin nyata. Prediksi ini dikeluarkan saat bank-bank sentral seluruh dunia menaikkan suku bunga merespons inflasi tinggi, dengan tingkat sinkronisitas yang belum terlihat dalam lima dekade terakhir.

Bank Dunia memproyeksikan tren ini berlanjut hingga tahun depan. Dampaknya, cepat atau lambat memengaruhi negara berkembang, juga Indonesia.

Agar inflasi tak terus naik, kebijakan bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga tak bisa dihindari.  Namun, tambahan kenaikan dua persen tentu menghambat pertumbuhan ekonomi global. Tak mustahil pertumbuhan menjadi 0,5 persen pada 2023.

Atau kontraksi 0,4 persen per kapita, itu semua memenuhi definisi resesi global secara teknis. Di berbagai negara, dampak risiko global telah dirasakan. Di AS, misalnya, warga antre bantuan makanan karena penghasilannya tak mencukupi untuk menghidupi keluarga.

 

 
Agar inflasi tak terus naik, kebijakan bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga tak bisa dihindari. 
 
 

 

Secara garis besar, dampak resesi global, pertama, bagi negara sedang berkembang, resesi yang diikuti kenaikan tingkat suku bunga di negara maju membuat nilai tukar mata uang kian lemah.

Bagi negara sedang berkembang, seperti Indonesia yang banyak menggantungkan impor untuk produksi perusahaan, penurunan nilai tukar menjadi pukulan mematikan. Biaya produksi naik, ujungnya harga jual produk melambung dan tak terkejar masyarakat.

Kedua, perlambatan kesempatan kerja bahkan bukan tak mungkin diwarnai PHK. Di berbagai negara, lapangan pekerjaan makin terbatas karena perusahaan tertekan biaya produksi yang naik dan beban bunga pinjaman lebih tinggi akibat suku bunga naik.

Ketiga, resesi global biasanya menyebabkan pemerintah di berbagai negara mengembangkan kebijakan moneter lebih ketat.

Kenaikan suku bunga oleh bank sentral membuat kemampuan masyarakat membeli kebutuhan modal untuk pengembangan usaha lebih terbatas, dan kesempatan masyarakat membeli rumah melalui program cicilan lebih sulit.

 

 
Kenaikan suku bunga bank, kebijakan dilematis dengan konsekuensi yang tak jarang merugikan masyarakat dan dunia usaha.
 
 

Kenaikan suku bunga bank, kebijakan dilematis dengan konsekuensi yang tak jarang merugikan masyarakat dan dunia usaha.

Untuk mengantisipasi dampak resesi global tak mempersulit kondisi ekonomi dan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan hidup, salah satu upaya Bank Indonesia (BI) adalah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate 25 basis poin menjadi 3,75 persen.

Selain itu, BI sentral menaikkan suku bunga deposit facility 25 basis poin menjadi tiga persen dan suku bunga lending facility naik menjadi 4,5 persen. Ini mencegah dana nasional dan modal asing tidak lari ke luar negeri.

Pengalaman selama ini, ketika terjadi selisih kenaikan suku bunga terlampau lebar, daya tarik pemilik modal besar menanamkan simpanannya di bank-bank dalam negeri berkurang sehingga bukan tak mungkin akan banyak dana lari ke luar.

 
Membiarkan resesi global merambah ke Tanah Air secara liar akan menjadi juggernaut (mesin raksasa), yang memorak-porandakan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. 
 
 

Membiarkan resesi global merambah ke Tanah Air secara liar akan menjadi juggernaut (mesin raksasa), yang memorak-porandakan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Resesi global yang tak terkendali menyebabkan surplus perdagangan menjadi defisit.

Hingga Agustus lalu, neraca perdagangan Indonesia surplus 5,76 miliar dolar AS, tren positif selama dua tahun lebih sejak Mei 2020. Akibat resesi global, surplus itu niscaya tak lagi terjadi bahkan berbalik arah menjadi defisit yang merugikan.

Menyelamatkan masyarakat dari resesi global bisa dilakukan jika pemerintah siap dengan program perlindungan sosial tepat sasaran, pemberdayaan UMKM sebagai bantalan ekonomi, dan transformasi ekonomi yang memberi nilai tambah produk unggulan bangsa Indonesia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat