
Opini
Anomali Cuaca
Upaya masyarakat dunia belum optimal dalam mengatasi perubahan cuaca dan pemanasan global.
ABSORI, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Anomali cuaca berupa kondisi berubahnya cuaca secara tidak teratur, yang tak sesuai keadaan cuaca normal beberapa bulan terakhir ini, dikeluhkan masyarakat. Sebab, di samping cuaca tak menentu, juga menimbulkan berbagai keluhan penyakit.
Berdasarkan perhitungan musim, September seperti sekarang mestinya kemarau. Namun, di beberapa tempat, hujan bahkan banjir seperti terjadi pada musim penghujan. Fenomena ini tak lepas dari perubahan global cuaca yang dikenal sebagai pemanasan global.
Pemanasan global merupakan fenomena perubahan iklim yang menimbulkan petaka dan kerusakan lingkungan. Di sisi lain, upaya masyarakat dunia selama ini belum optimal dan konkret dalam mengatasi masalah perubahan cuaca dan pemanasan global.
Anomali cuaca berupa penyimpangan cuaca yang tidak lazim dan menimbulkan musibah pada masa lalu karena El Nino, yang berakibat timbulnya pemanasan suhu permukaan air laut. Namun sekarang, penyebabnya sulit ditebak.
Anomali cuaca berupa penyimpangan cuaca yang tidak lazim dan menimbulkan musibah pada masa lalu karena El Nino, yang berakibat timbulnya pemanasan suhu permukaan air laut. Namun sekarang, penyebabnya sulit ditebak.
Dapat dikatakan, anomali cuaca tak lepas dari pemanasan global. Menurut Marsudi Triatmodjo, pemanasan global menunjukkan temperatur global akan naik 1,4-5,8 derajat Celsius. Permukaan laut naik 10-20 cm saat ini, terus naik sampai 88 cm pada 2100.
Akibat berikutnya, kepunahan berbagai binatang, tanaman, dan spesies. Bencana alam sering terjadi. Berbagai penyakit muncul dan meluas.
Menurut Emil Salim, naiknya suhu bumi meningkatkan suhu permukaan laut. Suhu bumi yang naik 1-3 derajat Celsius mematikan terumbu karang, menaikkan permukaan laut yang mengabrasi pantai pesisir, menaikkan frekuensi banjir, dan amukan angin topan.
Khusus kawasan delta, seperti Mahakam (Indonesia), Mekong (Thailand-Burma), dan pulau-pulau rendah akan ditenggelamkan air pasang lautan. Ribuan pulau kecil Indonesia diperkirakan tenggelam pada abad ke-21 ini.
Diperkirakan, 20-30 persen spesies tumbuhan dan hewan mati bila suhu mencapai 1,5-2,5 derajat Celsius dan ekosistem punah.
Khusus kawasan delta, seperti Mahakam (Indonesia), Mekong (Thailand-Burma), dan pulau-pulau rendah akan ditenggelamkan air pasang lautan. Ribuan pulau kecil Indonesia diperkirakan tenggelam pada abad ke-21 ini.
Upaya masyarakat dunia
Pada 1992, digelar KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, yang diprakarsai PBB. KTT menghasilkan 'The Framework Convention on Climate Change', yang berisi kewajiban dunia, terutama negara maju membatasi emisi gas rumah kaca dan melaporkan kemajuan dalam hal tersebut.
Negara maju sepakat membantu negara berkembang memenuhi kewajiban yang ditentukan konvensi. Indonesia meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No 6 Tahun 1994.
Secara lebih perinci, beberapa prinsip penting konvensi perubahan iklim berisi, pertama, para pihak harus melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan generasi kini dan akan datang, dengan dasar keadilan dan sesuai kemampuan masing-masing.
Negara maju harus mengambil peranan penting menanggulangi perubahan iklim dan kerugian yang diakibatkannya.
Kedua, kebutuhan tertentu dan keadaan khusus negara berkembang, terutama yang rawan akibat perubahan iklim dan bagi para pihak, terutama negara berkembang yang memikul ketidakseimbangan atau beban tak wajar berdasarkan konvensi, diberi pertimbangan penuh.
Negara maju harus mengambil peranan penting menanggulangi perubahan iklim dan kerugian yang diakibatkannya.
Ketiga, para pihak harus mengambil tindakan untuk mengantisipasi, mencegah, atau mengurangi penyebab perubahan iklim dan meringankan akibat yang merugikan. Keempat, semua pihak berhak untuk dan harus memajukan pembangunan berkelanjutan.
Semua pihak harus bekerja sama mengembangkan sistem ekonomi internasional yang menunjang dan bersifat terbuka, menuju pembangunan ekonomi dan pembangunan bagi semua pihak, khususnya negara berkembang.
Dengan begitu, memungkinkan mereka secara lebih baik menghadapi perubahan iklim. Dalam konvensi perubahan iklim, disepakati adanya prinsip semua negara bertanggung jawab bersama, dalam mencegah perubahan iklim sesuai kapasitas masing-masing dan keadilan.
Dalam hal ini, negara maju harus membuat komitmen, memimpin, dan mengambil langkah lebih dulu dalam program pengurangan emisi. Negara maju, seperti AS, negara-negara Eropa, Kanada, Jepang, Australia, dan Selandia Baru berkewajiban mengurangi emisi karbon masing-masing pada akhir milenium (2000).
Negara berkembang, sekalipun tak berkewajiban untuk itu, tetapi perlu menerapkan pola pembangunan berkelanjutan untuk mencegah kenaikan emisi.
Untuk mewujudkannya, dirumuskan perangkat dan tata cara pelaksanaannya melalui Protokol Kyoto (1997), yang berisi komitmen negara-negara industri untuk mengurangi emisi paling sedikit lima persen dari tingkat emisi 1990, yang harus dicapai pada 2008-2012.
Negara berkembang, sekalipun tak berkewajiban untuk itu, tetapi perlu menerapkan pola pembangunan berkelanjutan untuk mencegah kenaikan emisi.
Deklarasi Marrakech pada 2016, yang dikenal Marrakech Actioan Proclamation for Our Climate and Sutainable Development merupakan pelaksanaan Perjanjian Paris (2015) tentang mitigasi, adaptasi, dan keuangan perubahan iklim.
Secara singkat, berisi persetujuan mengawal negara-negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca demi membatasi pemanasan global.
Deklarasi Marrakech merupakan upaya masyarakat dunia berkomitmen dan melakukan aksi nyata penanganan perubahan iklim yang kian penuh anomali, sulit diterka perubahannya, dan berakibat pada keberlanjutan kehidupan makhluk hidup di bumi.
Deklarasi Marrakech merupakan upaya masyarakat dunia berkomitmen dan melakukan aksi nyata penanganan perubahan iklim yang kian penuh anomali.
Langkah Indonesia
Indonesia bertekad melaksanakan melalui ratifikasi Perjanjian Paris (2015) dengan UU No 16 Tahun 2016, di antaranya mencapai target penurunan emisi menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
Ini komitmen mitigasi perubahan iklim dengan penurunan emisi hingga 2030, sebesar 29 sampai 41 persen bila mendapat dukungan internasional.
Di samping itu, mendorong pencapaian target dukungan pendanaan melalui berbagai kebijakan nasional, pengelolaan hutan, serta pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan. Pelibatan masyarakat dan masyarakat adat menjaga hutan melalui program hutan sosial.
Realisasinya, kesepakatan yang dikenal dengan 'Emissions Trading by Clean Development Mechanism' masih belum sesuai harapan.
Mekanismenya, negara berkembang boleh menjual karbon, dengan mengonversi dalam bentuk penanaman pohon, yang dapat mereduksi karbon dengan menjual untuk memperoleh kompensasi ke negara penghasil karbon melebihi batas yang ditentukan (negara industri).
Negara industri membayar proyek pengurangan emisi karbon yang dilakukan di negara berkembang. Negara berkembang yang melaksanakan proyek, memperoleh kompensasi dana dan teknologi dari negara maju.
Negara industri membayar proyek pengurangan emisi karbon yang dilakukan di negara berkembang. Negara berkembang yang melaksanakan proyek, memperoleh kompensasi dana dan teknologi dari negara maju.
Reduksi emisi karbon dioksida memperkuat posisi energi dan udara bersih sebagai komponen penting perdagangan dunia. Industri dengan energi terbarukan yang ramah lingkungan mampu bersaing dengan industri yang menggunakan energi konvensional.
Sekarang, Indonesia berusaha mengatasi tantangan perubahan iklim dengan mengeluarkan apa yang disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai kebijakan inovatif.
Pertama, climate change fiscal framework merupakan kerangka untuk memformulasikan kebijakan fiskal dan strategi mobilisasi dana di luar APBN. Kedua, carbon pricing, terkait nilai ekonomi karbon.
Ini upaya realisasi penerapan polluters pay principle, yakni setiap pelaku usaha yang menimbulkan pencemaran lingkungan harus membayar. Ketiga, energy transition mechanism, yakni mengubah penggunaan batu bara menuju energi baru dan terbarukan.
Keempat, pooling fund bencana untuk menghadapi tingginya risiko bencana, termasuk perubahan iklim.
Azyumardi Azra dan Sikap Mental Konspiratif
Dalam makalah di muktamar ABIM, Prof Azyumardi membahas potensi kebangkitan peradaban Muslim.
SELENGKAPNYABKPRMI Bersih-Bersih 45 Ribu Masjid se-ASEAN
BKPRMI sudah membersihkan sejumlah masjid sejak 5 Agustus 2022
SELENGKAPNYA22 Kecamatan di Bogor Rawan Pergerakan Tanah
Sebanyak 14 kecamatan juga berpotensi terjadi pergeseran tanah disertai banjir bandang
SELENGKAPNYA