
Bodetabek
Tangsel tak Punya Tempat Rehabilitasi Pelaku Prostitusi
Perlu sinergi berbagai pihak dalam menanggulangi aksi prostitusi
TANGERANG SELATAN – Aksi prostitusi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih marak terjadi. Padahal, penindakan telah dilakukan secara rutin oleh pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangsel. Penindakan terhadap para pelaku aksi prostitusi disebut terkendala masalah tempat rehabilitasi.
Kepala Satpol PP Kota Tangsel Oki Rudianto mengakui kerap melakukan penindakan terhadap aksi prostitusi di berbagai titik, seperti tempat penginapan maupun lokasi protitusi berkedok panti pijat atau spa serta tempat hiburan lainnya. Namun, menurutnya perlu sinergi berbagai pihak dalam menanggulangi aksi prostitusi di Kota bermotto “Cerdas, Modern, dan Religius” itu.
"Kita rutin lakukan razia. Kita adanya di hilir, kalau ada terus ada terus (aksi prostitusi—Red) berarti hulunya yang bermasalah. Pertama, siapa yang mau melakukan pembinaan atas tempat hiburan, kita di hilir ketika terjadi kita lakukan razia, kalau ada lagi, kan prostitusi selama masih ada yang beli ya ada yang jual," kata Oki, Rabu (14/9).
View this post on Instagram
Oki menuturkan, dalam melakukan penindakan dalam setiap agenda razia, pihaknya kerap mengamankan para pelaku prostitusi dan menyerahkannya ke Dinas Sosial Kota Tangsel. Namun, efek jera dari para pelaku tersebut minim seiring dengan belum adanya ketersediaan panti rehabilitasi.
"Kan pelakunya kita serahkan ke Dinsos. Tapi Tangsel kan masih belum punya panti rehabilitasi. Kemudian Dinsos kirim ke panti yang punya Kemensos (Kementerian Sosial), masih belum bisa karena masih ada Covid-19. Sementara ini kita data, lalu ya kita suruh pulang, masak kita suruh menginap di kantor," ungkapnya.
Masalah ketiadaan tempat rehabilitasi tersebut dinilai berkorelasi dengan tidak jeranya para pelaku prostitusi untuk mengulangi perbuatannya. Dengan demikian, aksi prostitusi pun masih banyak terjadi.
“Ya kita mau pakai cara apa supaya jera. Tempat-tempatnya bisa disanksi tapi orang-orangnya harus direhab nggak bisa disanksi," serunya.
Oki menambahkan, sebagai upaya untuk meminimalisasi tindakan prostitusi, pihaknya akan merekomendasikan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) untuk menindak aplikasi yang diduga menjadi media yang menjembatani aksi-aksi prostitusi. "Saya nggak tahu hotel itu memfasilitasi atau hanya menyewakan kamar.

Kan hotel menyediakan kamar dipakai untuk apa kita nggak tahu, yang memfasilitasi siapa, aplikasi Michat? Itu dianggap memfasilitasi atau tidak? Kalau memfasilitasi kita bisa usulkan ke Kominfo untuk menghapus aplikasi itu," katanya.
Menurut penuturannya, penindakan terhadap aksi-aksi prostitusi lebih banyak dilakukan pada masa pandemi dibanding sebelum pandemi. Namun, dia tidak menyebutkan secara detail angkanya. Dia mengatakan, angkanya sangat signifikan, bisa dua atau tiga kali lipat kenaikan penindakan terhadap aksi prostitusi pada masa pandemi dibandingkan sebelum pandemi. "Karena mungkin yang tadinya ada di tempat hiburan, lalu tutup (terdampak pandemi—Red) lalu kemudian buat sendiri dengan aplikasi," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.