Produksi sinema (ilustrasi) | Pixabay/Bokskapet

Inovasi

Melahirkan Sinema tanpa Jejak Karbon

Tren streaming video bertanggung jawab dalam memproduksi 300 juta ton karbon pada 2018

Dinamika di industri perfilman dan televisi ikut memainkan dampak signifikan dalam perubahan iklim. Banyaknya pihak yang terlibat dalam sebuah film atau serial televisi, membuat ada begitu banyak energi dan jejak karbon yang lahir dari sebuah produksi film dan serial.

Dikutip dari BBC, pekan lalu, fakta ini, membuat industri perfilman terdorong untuk memperbaiki diri. Hal itu terlihat dari kepedulian untuk memangkas emisi yang dihasilkan dari aktivitas transportasi. Termasuk juga, sumber energi yang diperlukan selama proses produksi sebuah tayangan.

Pemangkasan ini dinilai sangat mendesak. Karena, berdasar data Screen New Deal, divisi transportasi dan energi dalam produksi film bisa menyumbang emisi karbon rata-rata sebesar 2.800 ton.

Screen New Deal menyebut, 50 persen emisi itu berasal dari aktivitas transportasi darat. Sedangkan kebutuhan energi listrik dan perjalanan jalur udara berkontribusi menyumbang emisi sebesar 30 persen dan 16 persen.

Sustainability Consultant Neptune Environmental Solutions, Louise Smith mengatakan, sudah ada beberapa produksi film yang membutuhkan bantuannya untuk bisa memangkas jejak karbon tersebut. Beberapa film yang ia garap dengan konsep pengurangan jejak karbon, di antaranya adalah "James Bond: No Time to Die" yang dirilis pada 2021 dan Jurassic World: Dominion yang rilis tahun ini.

"Untuk bisa menekan jejak karbon, kami perlu melibatkan diri sejak awal perencanaan produksi film. Dengan begitu, kami bisa memberikan rekomendasi lokasi syuting yang pas dengan memperhatikan aspek transportasi dan sumber energi pada lokasi tersebut," ungkap Smith.

Untuk aspek transportasi, Smith biasa memberikan perhatian khusus karena proses produksi film kerap melibatkan kendaraan besar seperti truk, yang dikenal sebagai kontributor polusi. Selain itu, ada pula konsumsi listrik yang juga merupakan aspek krusial, karena biasanya proses pengambilan gambar membutuhkan suplai listrik dari genset dengan mesin berbahan bakar diesel.

Mengingat mesin diesel merupakan sumber energi yang kurang ramah lingkungan, Smith pun merekomendasikan lokasi syuting dibekali jaringan listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, ia juga merekomendasikan minimalisasi mobilisasi di lokasi syuting yang melibatkan truk.

Agar mesin diesel bisa lebih hijau, mesin itu sebenarnya bisa menggunakan bahan bakar yang terbuat dari hydrotreated vegetable oil (HVO). Tapi, bahan bakar ini membutuhkan bahan baku yang lebih sulit didapat.

Sehingga, HVO juga tak bisa sepenuhnya menjawab kebutuhan bahan bakar ini sepenuhnya. Oleh karena itu, Smith mengungkapkan, ia juga merekomendasikan sumber energi alternatif berbasis baterai.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Jurassic World (@jurassicworld)

Bahkan, jika memungkinkan, ia juga akan menyarankan penggunaan panel surya sebagai sumber energi. Tapi, agar baterai atau panel surya bisa jadi sumber energi yang lebih optimal, tentu hal ini perlu diimbangi perubahan pada peralatan pencahayaan.

Apabila biasanya produksi film biasa menggunakan lampu pijar, maka kini penggunaan lampu Light Emitting Diode (LED) lebih digalakkan. "Dengan beragam strategi itu, kami bisa menekan penggunaan bahan bakar diesel secara signifikan. Artinya, kami juga bisa menekan jejak karbon," ucap dia.

Bahkan, Smith juga menekankan bahwa strategi ini bisa berdampak positif bagi kesehatan kru film. Karena, kru jadi terhindar dari paparan emisi mesin diesel secara terus menerus.

Beragam keunggulan dari sumber energi ramah lingkungan ini pun telah disadari oleh sejumlah wilayah seperti Vancouver (Kanada), Mayorka (Spanyol), dan Sardinia (Italia). Ketiga wilayah tersebut,  mewajibkan setiap proses pengambilan gambar hanya dilakukan dengan mengandalkan sumber listrik dari EBT.

Bahkan, otoritas Vancouver juga memberikan diskon biaya syuting bagi tim produksi yang tak mengandalkan listrik dari genset. Selain itu, tim produksi juga bisa memperoleh energi listrik dari sumber listrik EBT di sejumlah lokasi pengambilan gambar.

Strategi Hijau

Dikutip dari Green 4 EMA, sebagai upaya mendukung konsep sinema hijau, Sustainable Production Alliance (SPA) telah mengajak Amazon Studios, Amblin Partners, Disney, Fox Corporation, NBCUniversal, Netflix, Participant, Sony Pictures Entertainment, Viacom CBS dan Warner Media untuk berkomitmen menerapkan beragam strategi.

Ajakan itu pun direspons oleh Hollywood lewat penyusunan laporan Production Environmental Accounting Report (PEAR) yang mengacu pada Greenhouse Gas (GHG) Protocol. Lewat laporan itu, Hollywood akan menyampaikan penurunan emisi bahan bakar langsung dan tidak langsung, yang berasal dari penggunaan energi listrik, perjalanan udara, dan akomodasi.

Dalam laporan yang disampaikan Sony Pictures Entertainment, terungkap bahwa Sony telah berhasil menggunakan sumber listrik dari EBT sebesar 50 persen. Untuk mobilitas, studio tersebut juga telah menekan penggunaan bahan bakar dengan beralih menggunakan mobil listrik atau electric vehicle (EV).

Penerapan ini telah ditunjang oleh panel surya yang mampu menjadi tumpuan isi ulang baterai untuk 130 unit EV. Berkat strategi itu, Sony berhasil memangkas 456 ribu ton emisi CO2 sejak tahun fiskal 2016.

Secara bertahap, kini Sonny memasang target untuk bisa mencapai zero carbon pada 2050. Sementara itu, NBC Universal juga menunjukan komitmen lewat produksi film "Downton Abbey: A New Era" dan "Jurassic World" dengan cara yang lebih hijau.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sony Pictures (@sonypictures)

Hal ini membuat "Downton Abbey: A New Era" meraih penghargaan gold seal dari EMA. Karena film yang dibintangi oleh Hugh Bonneville, Jim Carter, dan Michelle Dockery itu diproduksi di Ealing Studios yang telah 100 persen menggunakan EBT. Penghargaan EMA Gold Seal adalah program pengakuan yang mengapresiasi kemajuan dalam produksi berkelanjutan untuk film, dan acara televisi, baik animasi maupun live action, iklan film dan iklan cetak.

CEO Komisi Film Sardinia, Nevina Satta mengungkapkan, pembuatan film yang mengusung konsep hijau adalah pengubah permainan di industri perfilman dunia. "Implementasi konsep hijau ini juga mengubah cara uang publik dibelanjakan dan strategi seperti apa yang akan dikembangkan dalam setiap proses produksi," ujarnya.

Di Jerman, persyaratan ekologis untuk produksi film telah diterapkan dalam Undang-Undang Film Federal mulai Januari 2022, seperti yang ditunjukkan Dewan Film Federal Jerman. Menurut Katharina Retzlaff selaku penasihat Dewan Film Federal Jerman, amandemen ini telah menyelaraskan kembali fokus pada keberlanjutan secara drastis. Mulai tahun depan, semua produksi film dan tayangan televisi harus menghitung emisi karbonnya dan mengukur dampak lingkungan yang dihasilkan.

 

 
Transportasi dalam pross produksi film, adalah pos yang paling banyak melahirkan jejak karbon. 
 
 

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat