Sejumlah siswa menunjukkan telur bebek saat kegiatan Gerakan Gemar Makan Telur guna pencegahan stunting di SDN 3 Bringin, Batealit, Jepara, Jawa Tengah, Selasa (30/8/2022). | ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Opini

Memutus Rantai Stunting

Kemiskinan keluarga salah satu penyebab orang tua segera menikahkan anak.

ACHMAD SJAFII, Sekretaris Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Cabang Jawa Timur dan Dosen Universitas Airlangga

Beberapa pekan terakhir, BKKBN gencar berkampanye, terutama melalui running text di beberapa televisi swasta soal stunting.

BKKBN, dikuatkan banyak studi/penelitian di dalam dan luar negeri menyatakan, salah satu problem terkait stunting adalah pernikahan dengan umur terlalu muda atau pernikahan anak (PA).

Bahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan, Indonesia peringkat ke-10 jumlah PA tertinggi di dunia. UNICEF menggariskan, PA terjadi sebelum si anak berumur 18 tahun.

BPS (2021) mencatat, 10 provinsi dengan PA tertinggi pada 2020, di antaranya Kalimantan Selatan (12,52 persen), Jawa Barat (11,48 persen), JawaTimur (10,85 persen), Sulawesi Barat (10,05 persen), dan Kalimantan Tengah (9,85 persen).

 
Bahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan, Indonesia peringkat ke-10 jumlah PA tertinggi di dunia.
 
 

Dalam konteks demografi, PA sangat menarik saat dikaitkan dengan usia nikah pertama (UNP), yang menandakan saat seseorang, terutama perempuan memasuki masa reproduksi.

Rendahnya UNP berpengaruh pada indikator demografi, yakni tingkat fertilitas individu ataupun bangsa. Semakin muda UNP semakin panjang masa reproduksinya. Ini berpengaruh pada tingginya angka fertilitas dan selanjutnya pada tingkat kesejahteraan.

Secara geografis, PA di perdesaan lebih memprihatinkan daripada perkotaan. BPS memublikasikan, PA di perdesaan 15,24 persen sedangkan perkotaan 6,82 persen.

Kemiskinan keluarga salah satu penyebab orang tua segera menikahkan anak. Orang tua beranggapan, anak perempuan beban ekonomi. Harapan keluarga, dengan menikahkan anak usia sedini mungkin memindahkan beban ekonomi kepada calon suami anaknya.

Saat pandemi Covid-19, terdapat tak kurang dari 34 ribu dispensasi pernikahan dalam kurun 2020. Dari jumlah itu, anak di bawah umur (10-17 tahun) yang mengajukan kompensasi lebih dari 60 persen, sebagian besar perempuan (https://berkas.dpr.go.id).

 
Kemiskinan keluarga salah satu penyebab orang tua segera menikahkan anak. Orang tua beranggapan, anak perempuan beban ekonomi. 
 
 

Demografi keluarga, yakni banyaknya jumlah anak, sering mendorong kepala keluarga mengalihkan beban ekonomi ke anak sulung dengan menyegerakannya menikah.

Keadaan sosial budaya dan adat istiadat juga memengaruhi tingginya PA, khususnya anak perempuan. Orang tua takut anak dikatakan perawan tua. Di beberapa wilayah, anak sejak kecil dijodohkan orang tuanya dengan “calon” suaminya yang masih tergolong anak pula.

Mereka dinikahkan sesaat setelah “aqil baligh” sekitar 12-13 tahun bahkan kurang. Jauh di bawah usia minimal, 19 tahun seperti diamanatkan UU Nomor 16 Tahun 2019.

Banyak studi menyebutkan faktor sosial-ekonomi-demografi penyebab rendahnya UNP. Perempuan berpendidikan “menengah-tinggi” melewati pernikahan pada usia lebih dari 20 tahun dibandingkan yang berpendidikan “rendah”.

Keluarga berdomisili di wilayah “pusat perekonomian” lebih banyak menunda pernikahan daripada perempuan di “pinggiran/pesisir”. Perempuan Muslim lebih senang menikah pada umur lebih muda/rendah daripada perempuan beragama lainnya.

 
Keluarga berdomisili di wilayah “pusat perekonomian” lebih banyak menunda pernikahan daripada perempuan di “pinggiran/pesisir”. 
 
 

Berdasarkan beberapa kajian, PA penyumbang terbesar tingkat perceraian. Secara demografis, PA salah satu pemicu tingginya peluang angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.

Dalam Narasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJMN V Kabinet Indonesia Maju (2020-2024), percepatan penurunan AKI dan AKB prioritas strategis dalam prioritas pembangunan nasional.

Diperkuat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2022, yang menempatkan AKI dan AKB dalam sasaran sistem kesehatan nasional 2022. Penurunan AKI dan AKB terkait rapor merah angka stunting bayi dan anak.

AKI Indonesia tertinggi ke-3 di Asia Tenggara setelah Myanmar dan Laos. Ini diperparah melonjaknya AKI dan AKB saat pandemi Covid-19. AKI naik 300 kasus dari 2019 menjadi sekitar 4.400 kematian pada 2020, AKB pada 2019 sekitar 26 ribu kasus meningkat hampir 40 persen menjadi 44 ribu kasus pada 2020 (Pusat Kajian Anggaran DPR-RI, 2021).

 
Pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengadvokasi pentingnya pendewasaan usia pernikahan di atas 21 tahun diperlukan.
 
 

Langkah strategis

Pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengadvokasi pentingnya pendewasaan usia pernikahan di atas 21 tahun diperlukan, terutama di wilayah pedesaan dan terisolasi.

Optimalisasi posyandu sebagai sarana edukasi penjarangan antarkelahiran perlu ditingkatkan. Rekrutmen dan penyebaran remaja GEN-Z untuk “konseling teman sebaya” dalam meningkatkan life skill remaja pada wilayah kantong PA.

Pemanfaatan medsos melalui komunitas GEN-Z tentang kesetaraan pendidikan, kesehatan reproduksi, dan kesehatan gender diyakini meningkatkan pendewasaan usia nikah serta membuka partisipasi di pasar kerja, sekaligus kemandirian bagi kaum perempuan itu sendiri.

Dalam konteks makroekonomi, pendewasaan UNP lewat pendidikan, dikenal sebagai beyond family planning lebih terbukti berdampak pada penurunan angka stunting, sekaligus meningkatkan rata-rata lama sekolah, komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia.

Indikator ini dalam tiga dekade terakhir oleh UNDP digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan negara-negara di seluruh dunia.

Engkong Yusuf, Pejuang dan Guru Spiritual Sukarno

Tongkat komando pertama yang dipegang Sukarno disebut berasal dari pemberian Syekh Yusuf.

SELENGKAPNYA

Percepat Transisi Kendaraan Listrik

Pemerintah perlu mendorong bank, terutama bank BUMN mempermudah pinjaman pembelian mobil listrik.

SELENGKAPNYA