Penyidik KPK memperlihatkan barang bukti hasil kegiatan tangkap tangan terkait suap di Unila di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (21/8/2022). | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

Tajuk

Dampak Serius Kasus Unila

Di setiap universitas, model jalur mandiri ini berbeda.

Pengungkapan kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Universitas Lampung mengejutkan semua pihak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Rektor Unila Karomani beserta bawahannya, seperti Wakil Rektor I Bidang Akademik, Heryandi; Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila, Budi Sutomo; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; Dekan Fakultas Teknik, Helmy Fitriawan; dosen Mualimin; pihak luar Unila, Andi Desfiandi; dan ajudan Karomani, Adi Tri Wibowo.

KPK, dalam jumpa persnya, mengungkapkan kasus ini terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Diduga ada permintaan sejumlah uang dari pelaku tersebut kepada orang tua calon mahasiswa. Permintaan uang dibutuhkan agar calon mahasiswa bisa lulus ujian tes mandiri. Ini pun jelas di luar biaya resmi yang sudah dikenakan Unila saat pendaftaran jalur mandiri.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dengan tegas mengatakan, KPK memang sudah menelisik praktik penerimaan mahasiswa jalur mandiri ini. Menurut KPK, proses tersebut ternyata banyak bolongnya yang berpotensi menimbulkan korupsi. Ghufron mengatakan, KPK menilai model penerimaan mandiri ini kurang terukur, kurang transparan, dan kurang berkepastian. Ia juga menyebut jalur mandiri sebagai bersifat lokal dan tidak akuntabel. "Jadi ada celah terjadinya tindak pidana korupsi."

 

 
KPK, dalam jumpa persnya, mengungkapkan kasus ini terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Diduga ada permintaan sejumlah uang dari pelaku tersebut kepada orang tua calon mahasiswa.
 
 

 

Pernyataan KPK ini menimbulkan implikasi yang serius bagi dunia pendidikan tinggi. Apalagi ini adalah bulan-bulan awal penerimaan mahasiswa baru. Kita mengimbau Kemendikbudristek langsung bersikap terkait penangkapan tersebut, juga tudingan KPK bahwa ada proses yang tidak beres dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri.

Kita tidak ingin memelihara tikus-tikus gemuk di universitas yang notabene adalah lembaga mendidik intelektual dan moral. Kita juga meminta Forum Rektor untuk segera berkonsolidasi terkait situasi ini. Konsolidasi bisa terkait evaluasi dan kaji ulang model penerimaan mahasiswa baru di masing-masing universitas negeri.

Muasalnya adalah ketika pemerintah mengubah status universitas negeri menjadi badan hukum milik negara. Ini terjadi pada zaman Menteri Pendidikan Muhammad Nuh. Universitas negeri diberi kelonggaran untuk mengatur dirinya sendiri, tidak melulu bergantung pada subsidi pemerintah.

Yang terjadi kemudian adalah 'komersialisasi' pendidikan. Bagaimana universitas membuka pintu masuk reguler dan pintu masuk nonreguler. Yang nonreguler ini yang kemudian disebut sebagai jalur mandiri, dengan berbagai skema mirip universitas swasta. Mulai dari kelas internasional, sumbangan pendidikan, SPP berjenjang, dan lain sebagainya.

Di setiap universitas, model jalur mandiri ini berbeda. Namun ujungnya sama, orang tua yang mampu harus membayar lebih bila ingin anaknya kuliah di universitas negeri, tapi tidak lolos saringan reguler. Misal di dalam satu kelas ada 30 mahasiswa, sebanyak 20 mahasiswa merupakan produk tes reguler, sisa 10-nya berdasarkan jalur mandiri atau yang membayar lebih.

 

 
Yang terjadi kemudian adalah 'komersialisasi' pendidikan. Bagaimana universitas membuka pintu masuk reguler dan pintu masuk nonreguler.
 
 

 

Implikasi dari penangkapan ini paling tidak ada dua. Pertama, siapa yang mengawasi proses penerimaan jalur mandiri? Bila seperti yang disampaikan KPK bahwa yang menentukan adalah rektor, besarnya kuasa rektor harus dipotong dan membuka pintu bagi pihak ketiga untuk turut mengawasi jalannya proses penerimaan.

Kemudian, secara teknis, perlu ada kaji ulang atau evaluasi atas tahapan di jalur mandiri ini. Menutup lubang-lubang pertemuan yang bisa digunakan oleh oknum universitas dan orang tua murid untuk kongkalikong. Kita tentu tidak bisa memandang curiga kepada setiap mahasiswa yang masuk perguruan tinggi negeri jalur mandiri karena kasus ini.

Kedua, secara moralitas, ini tentu ironis. Bayangkan, yang melakukan ini adalah kelompok yang mampu secara materi. Mereka punya kelebihan harta. Dengan kelebihan itu pun mereka tetap merasa harus menyuap oknum. Mengapa uang suap itu tidak digunakan orang tua untuk mendidik anaknya habis-habisan, tentu lebih murah. Moralitas apa yang ingin diperlihatkan orang tua calon mahasiswa yang bersangkutan kepada anaknya?

Pengungkapan kasus ini dan penangkapan para petinggi PTN memperlihatkan lebih jauh, borok dan bopeng masih ada di unversitas kita. Ditutupi dengan megahnya gedung, taman, dan banyaknya mahasiswa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Dugaan Suap Coreng Dunia Pendidikan

Rektor Unila diduga telah menerima suap sekitar Rp 5 miliar.

SELENGKAPNYA

Praktik Judi di Kamar Kos Hingga Pasar Hewan

Penindakan masif terhadap perjudian dilakukan di sejumlah kota di Sumatra Utara hingga NTT.

SELENGKAPNYA

PSSI Jatuhkan Sanksi untuk Wasit

Komite Wasit PSSI sebelumnya menyatakan akan memberlakukan sistem peringkat untuk menjaga kualitas setiap wasit.

SELENGKAPNYA