Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan mahasiswa peraih beasiswa Bank Indonesia Generasi Baru Indonesia (GenBI) menata bantuan program Operasi Pangan Gratis ke dalam bak truk di Kediri, Jawa Timur, Ahad (29/8/2021). | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Nasional

Perkuat UU Pengumpulan Uang dan Barang

UU tentang Pengumpulan Uang atau Barang belum mengangkat aspek akuntabilitas.

JAKARTA--Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta mendesak pemerintah dan DPR memperkuat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (UU PUB).

Arifin menuturkan, ada dua rezim regulasi filantropi di Indonesia, yakni filantropi secara umum dan filantropi agama. Filantropi secara umum diatur dalam UU PUB.

"Kalau kemarin kita mendengar bahwa lembaga dicabut izin pengumpulan uang dan barangnya karena melanggar UU, maka memang UU itu punya sanksi, walaupun sanksinya sangat kecil ya. Jadi kalau orang bisa salah itu dihukum tiga bulan dan denda Rp 10 ribu, jadi memang sangat kecil," kata Arifin dalam diskusi bertajuk 'Polemik Pengelolaan Dana Filantropi' yang dipantau secara daring, Sabtu (9/7). 

"Kami melihat mungkin sebagai masukan kepada temen-temen pegiat filantropi yang umum ini memang saya kira perundangannya memang perlu dikuatkan," imbuhnya. 

Arifin mengatakan hal itu berbeda dengan Undang-Undang tentang Zakat yang dirasakan berbagai pihak sangat kuat. Begitu juga aturan mengenai zakat yang diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan Baznas dan sebagainya yang dinilai sangat rigid.

"Biaya operasional di lembaga zakat itu tidak boleh lebih dari 12,5 persen, dan ada surat Menteri Agama yang mengatur infak tidak boleh lebih dari 20 persen, dan ini diaudit oleh Kemenag," jelasnya. 

photo
Relawan membagikan makanan gratis kepada warga di halaman Masjid Darussalam, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (11/4/2022). Kegiatan kemanusiaan dengan membagikan ratusan paket makanan gratis menggunakan dapur umum di dalam truk tersebut diinisiasi oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk meringankan beban masyarakat pada saat bulan Ramadhan saat di tengah pandemi Covid-19. - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Tidak hanya biaya operasional, Arifin mengatakan filantropi agama juga diaudit secara detail. Misalnya sumbangan yang berdasarkan syariah harus berasal dari dana halal uang sendiri, bukan dana yang berasal dari kejahatan pencucian uang.

"Sekarang kita bantu temen-temen yang berlindung di dalam Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang untuk dikuatkan. Saya dengar Kemensos juga sudah mendorong amendemen," ujarnya. 

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga mendorong pemerintah dan DPR segera merevisi UU PUB guna mencegah penyelewengan. "Beberapa kawan dan saya sendiri telah mendorong adanya perubahan Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang ini," kata Bivitri Susanti, Sabtu.

Bivitri menilai UU PUB sudah cukup lama sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi saat ini. Akan tetapi, katanya, dorongan revisi undang-undang tersebut selalu terkendala di DPR dengan alasan politik yang tidak jelas. "Mudah-mudahan ini menjadi momentum bagus untuk merevisi undang-undang tersebut," harap Bivitri.

Diperbarui

Tidak hanya revisi undang-undang, Bivitri menilai aturan turunan dari undang-undang itu, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 harus diperbarui. Dorongan tersebut sejalan dengan kasus yang terjadi pada lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT), salah satu filantropi yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

Ia membandingkan keberadaan Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang bisa dikatakan cukup jauh tertinggal. "Makanya cara berpikir pengelolaan zakat lebih modern, rapi, dan lebih akuntabel," ujarnya.

Menurutnya, pemberian izin dan pendaftaran kepada suatu pihak untuk mengelola dana kepentingan masyarakat banyak, seperti filantropi tidak cukup hanya sebatas pemberian izin. Jauh dari itu, pengawasan dan akuntabilitas harus tetap diawasi agar tidak terjadi penyelewengan dana.

Sementara, dalam Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang yang diterbitkan pada 1960 tersebut belum mengangkat aspek akuntabilitas. Oleh karena itu, ia berpandangan pencabutan izin sebuah filantropi sebagaimana yang dialami ACT karena diduga melakukan penyelewengan dana tidak akan menyelesaikan persoalan.

photo
Pegawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT), Menara 165, Jakarta, Rabu (6/7/22). - (Prayogi/Republika.)

"Jadi teman-teman yang berkegiatan di sektor itu merasa sedih. Gara-gara nira setitik rusak susu sebelanga," ujarnya. Ia menyarankan pemerintah agar tidak hanya sekadar mencabut izin sebuah filantropi. Namun, penyelesaian masalah harus dilakukan secara struktural dan segera melakukan revisi undang-undang.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai perlunya Undang-Undang tentang Penggalangan Dana Publik untuk mencegah terulangnya dugaan penyelewengan dana seperti di kasus ACT. "Selama ini pengaturan terkait hal tersebut baru pengaturan administratif setingkat menteri, kalau tidak salah diatur oleh menteri sosial," ujarnya.

Indikasi Pendanaan Teroris

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku menemukan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang dari data aliran uang lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Termasuk adanya indikasi pendanaan terorisme dari tindak pidana tersebut.

"Sejak 2014 ini ada indikasi sudah kita temukan, kemudian kita koordinasi kepada penyidik, penegak  hukum. Selama ini kita bekerja karena memang PPATK itu kan intelligence financial unit, intelijen di bidang keuangan.," ujar Kepala Biro Humas PPATK Muhammad Natsir Kongah dalam sebuah diskusi daring,  Ahad (10/7).

Ia menjelaskan, PPATK dapat melakukan penelusuran dari indikasi tersebut jika adanya laporan keuangan yang mencurigakan. Hal tersebut biasanya terendus dari transaksi bank yang berada di luar profil nasabah.

"Atau kalau untuk terorisme, walaupun itu angkanya kecil kalau digunakan untuk kegiatan kejahatan itu termasuk tindak pidana asal dari pencucian uang dan pencucian uang itu sendiri," ujar Natsir.

Kendati sudah menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang oleh pengurus ACT sejak 2014, PPATK hanya bisa menyerahkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Sebab, lembaganya tak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membenarkan telah menerima laporan dari PPATK mengenai informasi transaksi mencurigakan lembaga filantropi ACT terkait dengan kegiatan jaringan terorisme. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, BNPT telah menindaklanjuti data tersebut.

 
photo
Suasana konferensi pers terkait dugaan aliran dana terlarang yang dilakukan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022). - (Republika/Thoudy Badai)

Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid mengatakan, penindaklanjutan laporan itu dengan mendalami, mengoordinasikan, dan memfasilitasi aparat penegak hukum dari hasil analisis transaksi keuangan ACT, baik individu maupun organisasi, yang terlibat dalam jaringan terorisme di dalam ataupun di luar negeri.

Untuk pendalaman kajian lebih lanjut, Nurwakhid menyampaikan, BNPT akan menjalin kerja sama dengan rekanan guna menelusuri dugaan transaksi untuk individu maupun organisasi yang terlibat terorisme.

"Makin maraknya kelompok radikal atau teroris di Indonesia memanfaatkan lembaga amal dan filantropi untuk penggalangan dana ini juga terkait dengan konteks masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kedermawanan sosial yang cukup tinggi," ujar Nurwakhid.

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengaku terkejut dengan temuan PPATK terkait indikasi keuangan yang mencurigakan dari ACT. Mengingat indikasi tersebut berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"PPATK sampaikan (sudah menemukan indikasi mencurigakan) sejak 2014, saya kaget sekali. Pertanyaannya, kok selama itu PPATK baru muncul? 2014 loh ini," ujar Habiburokhman dalam sebuah diskusi daring, Ahad (10/7).

PPATK, jelas Habiburokhman, seharusnya menyampaikan laporan tersebut kepada penegak hukum secara berkala. Sehingga duduk perkara dari indikasi tindak pidana yang dilakukan oleh ACT dapat diungkap lebih jelas. "Kalau clear dan bukan pidana, jangan disebut-sebut, tapi kalau tidak clear, kok selama itu," ujar Habiburokhman.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Membiasakan Anak Berzikir

Membangun budaya mencintai zikir harus dimulai dari contoh dan sikap orang tua itu sendiri.

SELENGKAPNYA

Keajaiban Zikir

Zikir dapat dilakukan dalam berbagai kondisi dan di berbagai tempat yang baik.

SELENGKAPNYA

Cara Menyucikan Pakaian yang Terkena Darah Haid

Darah haid merupakan darah yang najis apabila menyentuh permukaan yang suci.

SELENGKAPNYA