Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Tontonan yang Menjelma Tuntunan

Sebaliknya tontonan yang seharusnya hanya bernilai hiburan, alhamdulillah kini bisa menjadi tuntunan.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

“Sekarang totonan jadi tuntunan, tuntunan jadi tontonan.” Seingat saya, kalimat ini sempat dipopulerkan KH Zainuddin MZ antara 80-90-an. Hebatnya,  berpuluh tahun setelahnya, ungkapan ini tetap relevan dan tak mustahil selamanya berlaku.

Ibadah yang sedianya urusan hati antara hamba dan Allah tak jarang menjadi bahan tontonan. Kenyataannya, ada yang menjadikan ibadah sebagai pertunjukan. Upaya  membangun  citra dan memenangkan hati publik.

Kandidat caleg atau calon pimpinan daerah, umrah atau haji untuk menguatkan posisi di hadapan umat Islam. Fenomena lain, tak jarang sebagian masyarakat lebih tertarik menghadiri kegiatan keagamaan jika ada selebritas yang terlibat.

 

 
Menjadi  masalah jika agama dibahas  selebritas, pelawak, atau komika tetapi  konten agama disajikan dengan pemahaman dangkal atau malah salah.
 
 

 

Tentu tak salah jika sebagai bintang tamu atau berbagi perjalanan spiritual, mendampingi ustaz atau ustazah yang berceramah.

Menjadi masalah jika agama dibahas selebritas, pelawak, atau komika, tetapi konten agama disajikan dengan pemahaman dangkal atau malah salah. Walau tak banyak tapi ada juga selebritas berganti karier sebagai penceramah.

Semoga diiringi ikhtiar belajar Islam lebih baik, hingga tak mengamini prasangka sebagian pihak yang mengira alih profesi itu karena benefit materi yang lebih menguntungkan. Di jagat media sosial, kebutuhan konten menjadi fenomena lain tuntunan menjadi kehilangan esensi.

Tentu tidak semua, tetapi hal-hal disebutkan di atas adalah realitas --memang tuntunan pun kerap menjadi tontonan. Sebaliknya tontonan yang seharusnya hanya bernilai hiburan, alhamdulillah kini bisa menjadi tuntunan.

 

 
Tentu tidak semua tetapi hal-hal disebutkan di atas adalah realitas- memang  tuntunan pun kerap menjadi tontonan.
 
 

 

Program televisi atau film yang dulu semata pelepas lelah, kini sekaligus mampu menjadi tuntunan. Awalnya sekadar cara aktor-aktris, penyanyi, atau tokoh olahraga berbusana yang menjadi kiblat. Lalu, perhatian publik meluas ke perilaku yang menjadi contoh.

Menyadari besarnya pengaruh sebuah film, banyak kelompok masyarakat dan ideologi memanfaatkannya sebagai sarana propaganda. Kelompok pertama yang sangat berhasil memanfaatkannya adalah bangsa Yahudi.

Dengan berbagai film dan hiburan yang diproduksi, mereka bisa menanamkam kesan begitu kiat betapa Yahudi bangsa paling menderita di dunia. Sehingga mereka karenanya berhak merebut tanah milik bangsa Palestina dan secara ilegal menguasainya hingga sekarang.

Demikian pula Amerika. Dari film Holywood, tanpa sadar kita percaya Amerika penyelamat dunia, sedangkan musuhnya ancaman dunia. Kaum homoseksual termasuk yang memetik keberhasilan investasi nilai melalui media hiburan televisi dan film.

 

 
Tantangan movie maker lebih berat. Mereka harus menyajikan film yang bisa menjadi tuntunan sekalipun tidak diminati pasar.
 
 

Mereka kini kian menikmati kebebasan yang dibangun berpuluh tahun melalui berbagai tayangan pro LGBT. Justru mereka yang mempertanyakannya malah dianggap mengidap homofobia.

Menyadari realitas ini, kita memiliki dua pilihan. Mengembalikan tontonan jadi tuntunan atau masuk ke dunia tontonan dan menyelipkan tuntunan di dalamnya. Pilihan pertama terbatas, hanya bisa menyasar orang yang memang mendekatkan diri kepada Allah.

Namun, pilihan kedua lebih menjanjikan sekalipun penuh ujian. Tantangan movie maker lebih berat. Mereka harus menyajikan film yang bisa menjadi tuntunan sekalipun tidak diminati pasar.

Salah satunya, insya Allah menyapa bioskop kita dalam waktu dekat, film produksi BBC berjudul: The Mauritanian.

 

 
Film ini sangat pantas didukung. Tak hanya kalangan Islam melainkan siapa saja yang peduli kemanusiaan.
 
 

 

Salah satu film terbaik yang menyajikan isu keadilan dan kemanusiaan dan dengan berani mengoreksi pakem umum AS sebagai simbol hukum dan keadilan dunia. Inspiratif karena beranjak dari kisah sejati.

Berkisah tentang pengacara pro bono (gratis) yang membela warga Mauritania yang dituduh terlibat serangan teroris 9/11 dan bertahun-tahun dipenjara serta mengalami siksaan hebat sekalipun tidak ada bukti dan tanpa tuntutan pengadilan.

Film ini sangat pantas didukung. Tak hanya kalangan Islam melainkan siapa saja yang peduli kemanusiaan. Sebagai tontonan yang tidak dikemas populer dan anti-mainstream entah bagaimana respons pasar.

Karenanya menjadi tugas siapa saja yang peduli merawat agar tontonan penuh tuntunan berusia panjang ketika tayang hingga bisa dinikmati banyak orang dan pesannya menyentuh secara masif.

 

 
Menjelang akhir tahun insya Allah hadir film Anak Penangkap Hantu, ditulis satu keluarga penulis.
 
 

Dari Tanah Air,  saat ini tayang Ranah 3 Warna. Film yang sangat bisa disebut tontonan penuh tuntunan. Ada nilai sabar, kesungguhan, pertemanan, birrul walidain, membela hak, isu Palestina, menutup aurat, dan berbagai nilai positif lain. 

Menjelang akhir tahun insya Allah hadir film Anak Penangkap Hantu, ditulis satu keluarga penulis.

Saat film horor menampilkan hantu punya kekuatan mengerikan hingga wajar bila manusia takut, film ini mengajak penonton dan anak-anak tidak lari melainkan dengan berani menghadapi isu-isu hantu yang terus digemakan dari berbagai pelosok negeri.

 

 
Jika kita aktif mendukung film baik, semakin subur film-film baik.
 
 

Dan sangat berharap setiap kali para pembuat film telah menjalankan tugasnya mempersembahkan film Indonesia berkualitas dengan penggarapan apik dan inspirasi kuat --semoga sebagai penonton kita menyambut dengan semangat yang sama.

Pada akhirnya kekuatan terbesar terkait tontonan dan tuntunan --sejatinya ada pada genggaman masyarakat.

Jika kita aktif mendukung film baik, semakin subur film-film baik. Jika para dai dan ustaz mengajak dan mendukung film baik, masyarakat akan ikut. Bersama kita bisa meluruskan industri kreatif anak bangsa agar konten positif kian ramai peminat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Optimalisasi AI Berujung Akurasi

Pemanfaatan AI dapat memberikan layanan kesehatan yang holistik kepada pasien.

SELENGKAPNYA

Haji dan Internalisasi Tauhid

Persaksian tauhid tersebut semakin jelas ketika para hamba berthawaf tujuh kali putaran.

SELENGKAPNYA

Armuzna Jadi Periode Kritis Pelaksanaan Haji

Petugas tetap memberikan edukasi kesehatan saat di Armuzna.

SELENGKAPNYA