Petani merontokkan bulir padi saat panen di kawasan pertanian di Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/11/2019). | ANTARA FOTO

Metro

BUMD Agrobisnis Lawan Praktik Tengkulak

Petani Lebak lebih memilih menjual hasil panen kepada tengkulak.

LEBAK -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten akan melawan praktik tengkulak atau pengijon yang banyak merugikan petani kecil. Salah satu solusi yang ditawarkan Pemprov Banten adalah pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agrobisnis yang direncanakan terealisasi pada 2020.

Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, salah satu tujuan didirikannya BUMD tersebut sebagai intervensi untuk menyejahterakan petani. Dia mengatakan, salah satu upaya Pemprov Banten dalam menekan permasalahan yang terjadi di sektor pertanian adalah memberikan fasilitas alternatif supaya tengkulak tidak terus eksis merugikan petani.

"Kita bermaksud ingin mengintervensi peran-peran dari pengijon atau tengkulak yang saat ini sudah masuk ke tengah kehidupan masyarakat bawah. Itu kita mau lawan," kata Wahidin di Kabupaten Lebak, Kamis (21/11).

Menurut Wahidin, ketika BUMD agrobisnis beroperasi, nantinya petani bisa mendapatkan pinjaman dengan kredit lunak. Mereka hanya perlu membayar bunga cukup terjangkau sehingga hasil panen dapat dinikmati keluarga. "Dengan adanya perusahaan ini harapannya bisa membantu masyarakat terkait kredit. KUR (kredit usaha rakyat) ini kan sekarang turun, sementara masyarakat masih tergantung dari ijon dari luar," kata Wahidin.

Salah seorang petani di Wanassalam, Kabupaten Lebak, Sudirman, mengatakan, kehadiran BUMD agrobisnis bisa menjauhkan petani dari praktik yang sebenarnya menyulitkan dan menjerat mereka sendiri. Dia menerangkan, transaksi dengan tengkulak memang selalu dikeluhkan oleh petani karena mereka justru mengalami kerugian atas hasil panen yang dijual.?Namun, karena pengijon bisa menyediakan dana tunai dan petani terdesak akan kebutuhan dana segar, mau tidak mau transaksi itu terus berlangsung hingga sekarang.

Dia mencontohkan sistem pinjaman kepada tengkulak, yaitu petani meminjam satu kuintal pupuk dibayar dengan dua kuintal gabah. "Padahal kan satu kuintal pupuk cuma Rp 225 ribu, tapi harus mengembalikannya dengan satu setengah kuintal gabah kering yang satu kuintalnya saja harganya Rp 400 ribu. Jadi, total pengembaliannya Rp 600 ribu. Berkali lipat, kan?" kataSudirman di Kabupaten Lebak, Kamis (21/11).

Dirman, panggilan akrabnya, menuturkan, sebenarnya kaum petani tidak mendapat banyak keuntungan dari hasil panen padi. Dia menyebutkan, beberapa kali ancaman harga gabah yang anjlok membuat pendapatan petani tidak sebanding dengan biaya perawatan tanaman. Bahkan, kata dia, pernah terjadi gabah dihargai hanya Rp 300 ribu per kuintal, sedangkan biaya pengolahan padi jauh melebihi angka itu.

"Kalau di sini kan sudah harus bayar sewa Rp 800 ribu per kotak, ada biaya panen, ada biaya angkut, belum lagi kalau ada hama. Kalau standarnya //kan// satu kuintalnya sekitar Rp 400 ribu kalau mau untung," katanya.

Selaku ketua Kelompok Tani Wanassalam, Dirman mengaku, kerap kali memberi arahan kepada anggotanya untuk menghindari transaksi dengan tengkulak. Namun, alasan klasik tetap terjeratnya petani kepada pengijon demi menghindari pinjaman kepada rentenir dengan bunga lebih mencekik membuat transaksi tersebut terus berlangsung.

Dirman menegaskan, para petani lebih menghindari rentenir karena lebih banyak mudaratnya sehingga mereka lari ke tengkulak. "Kalau ke rentenir itu bunganya bisa beranak cucu. Bunganya bisa jadi pinjaman pokok juga besarnya," ujarnya.

Dirman berharap Pemprov Banten maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak membuat langkah konkret untuk membantu kehidupan petani yang masih belum beranjak. Pihaknya sangat menantikan keberpihakan program pemprov dan pemkab agar petani tertolong dan tidak terus hidup dalam kemelaratan. "Misal untuk meminjam ke bank untuk modal diberi subsidi atau ada resi gudang petani yang bisa menyimpan hasil tani saat harganya anjlok," kata Dirman.

Kepala Dinas Pertanian Banten Agus M Tauchid mengakui permasalahan tengkulak memang menyulitkan masyarakat. Dia mengungkapkan informasi terbaru ketika petani melakukan panen raya manggis dan buah itu diekspor ke Cina. Sayangnya, karena petani butuh uang secepatnya, mereka tidak menikmati harga bagus penjualan manggis karena terlebih dahulu dijual ke tengkulak.

Namun, pihaknya mengklaim laporan yang masuk terkait kasus petani terjerat tengkulak jumlahnya belum signifikan. "Ada tapi kasusnya tidak dalam kondisi ekstrem. Hanya ada di spot-spot tertentu. Tapi, karena ada praktik seperti ini, jadi petani tidak merasakan hasilnya," ucap Agus.

Dia mengklaim, dengan adanya BUMD agrobisnis, nantinya kesejahteraan petani meningkat secara otomatis. Dia mengatakan, penghapusan praktik tengkulak memang sulit dihilangkan karena masyarakat sendiri yang membutuhkan. Namun, program yang dihadirkan pemprov itu setidaknya bisa menekan angka kerugian petani setiap musim panen tiba.

"Tengkulak atau ijon ini seperti kasus kemiskinan, tidak bisa dihilangkan, karena yang menerima jasa mereka juga butuh. Harapannya, kesejahteraan masyarakat bisa semakin membaik," tutur Agus. n alkhaledi kurnialam ed: erik purnama putra

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat