Reaksi Kylian Mbappe dari Prancis setelah gagal mencetak gol pada pertandingan babak 16 besar Piala Eropa 2020 antara Prancis dan Swiss di stadion National Arena, di Bucharest, Rumania, Senin, 28 Juni 2021. | AP/Marko Djurica/Pool Reuters

Olahraga

Pelecehan Buat Mbappe Nyaris Mundur dari Timnas Prancis

Keputusan Mbappe itu tidak terlepas dari pelecehan bernada rasial yang diterimanya di media sosial

PARIS -- Kylian Mbappe ternyata nyaris memutuskan mundur dari tim nasional Prancis. Keputusan penyerang berusia 23 tahun itu tidak terlepas dari pelecehan bernada rasial yang diterimanya di media sosial setelah gagal mengeksekusi tendangan penalti pada babak 16 besar Euro 2020, pertengahan tahun lalu.

Saat itu, Mbappe menjadi satu-satunya penggawa Les Bleus yang gagal merobek gawang Swiss di babak adu penalti. Ujungnya, Les Bleus terpaksa mengakhiri langkah di babak 16 besar Euro 2020 setelah menyerah 4-5 dari Swiss via babak adu penalti.

Mbappe dianggap menjadi biang keladi kegagalan Prancis. Penyerang PSG itu kemudian menjadi bulan-bulanan pendukung Prancis yang kecewa terhadap kiprah Les Bleus di Euro 2020. Pelecehan berbau rasial lewat berbagai komentar dan unggahan di media sosial ditujukan kepada pemain keturunan Kamerun tersebut. Kondisi itu akhirnya berujung pada keinginan Mbappe untuk mundur dari timnas Prancis.

Mbappe sempat mengungkapkan keinginan tersebut kepada Presiden Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) Noel Le Graet. Menurut Le Graet, Mbappe merasa tidak mendapatkan dukungan dan perlindungan dari FFF setelah mendapatkan pelecehan secara daring.

"Kami bertemu selama lima menit. Dia marah dan tidak ingin memperkuat timnas Prancis lagi, yang saya yakin tidak sungguh-sungguh," ujar Le Graet, seperti dilansir the Athletic, Senin (16/6).

Namun, Mbappe menegaskan, keinginannya untuk mundur dari Les Bleus bukan disebabkan kegagalan penalti dan tidak adanya dukungan dari FFF. Keinginan untuk mundur dari timnas Prancis, sebut Mbappe, berpangkal pada pelecehan bernada rasial yang diterimanya di media sosial.

"Betul, saya akhirnya menjelaskan kepada dia (Le Graet—Red). Di atas semua itu, keputusan itu terkait erat dengan rasialisme, bukan karena kegagalan penalti," tulis Mbappe di akun Twitter miliknya, seperti dilansir the Athletic.

Kisah Mbappe ini menambah berbagai cerita pelecehan terhadap pesepak bola secara daring. Hal itulah yang mendasari FIFA bekerja sama dengan Federasi Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) memerangi tindakan semacam itu. Nantinya, FIFA dan FIFPro akan meluncurkan program khusus yang memantau dugaan ujaran kebencian di media sosial.

Berdasarkan studi terbaru keluaran FIFA, setidaknya lebih dari 50 persen pesepak bola profesional yang ambil bagian di babak semifinal dan final Euro 2020 dan Piala Afrika 2021 mengalami pelecehan secara daring. Pelecehan tersebut justru berasal dari negara-negara asal pesepak bola tersebut. 

Lewat sebuah kecerdasaan buatan, FIFA mendeteksi setidaknya 400 ribu unggahan di media sosial berisi pelecehan terhadap pemain. Semua itu diunggah di media sosial saat pertandingan atau setelah pertandingan dalam dua fase akhir dua turnamen tersebut.

Dari total 400 ribu unggahan yang berisi ujaran kebencian dan pelecehan itu, sebanyak 38 persen berasal dari Inggris Raya. Sebanyak 19 persen berasal dari Mesir.

Inggris dan Mesir merupakan pesakitan di dua laga final dua turnamen itu. Inggris menyerah di tangan Italia setelah babak adu penalti di partai final Euro 2020, pertengahan tahun lalu. Adapun Mesir dibungkam Senegal di partai puncak Piala Afrika 2021, Januari silam. Sebagian besar pelecehan secara daring diketahui ditujukan kepada para pemain berkulit hitam. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kylian Mbappé (@k.mbappe)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

WHO Tegaskan Pandemi Belum Usai 

Negara anggota G-20 telah merintis adanya dana perantara keuangan atau financial intermediary fund (FIF) untuk mengantisipasi pandemi pada masa mendatang.

SELENGKAPNYA

Wira-wiri Petugas di Bir Ali

Jamaah laki-laki siap dengan dua lembar kain ihram masing-masing.

SELENGKAPNYA

Mantan Pemberontak Jadi Presiden Kolombia

Kemenangan Petro menandai rakyat Kolombia yang ingin perubahan.

SELENGKAPNYA