Seorang jamaah calon haji berpelukan dengan kerabatnya sesaat sebelum pemberangkatan di Wisma Haji Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa (7/6/2022). | ANTARA FOTO/Siswowidodo

Opini

Haji yang Dirindukan

Itulah makna bahwa ibadah haji sejatinya memang panggilan dari Allah.

BIYANTO, Guru Besar UIN Sunan Ampel dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

Pemberangkatan calon jamaah haji (calhaj) ke Tanah Suci secara bertahap dimulai pada 4 Juni hingga 3 Juli 2022. Pada tahun ini, kuota jamaah haji dari Tanah Air berjumlah 100.051 jamaah. Rinciannya, 92.925 jamaah haji regular dan 7.226 jamaah haji khusus.

Jumlah petugas haji yang diberangkatkan mencapai 1.091 orang. Pemberangkatan calhaj tahun ini, seakan menjadi penawar kerinduan beribadah ke Tanah Suci pascadua tahun pandemi.

Seperti diketahui, pada musim haji 2020 dan 2021, pemerintah tidak memberangkatkan calhaj karena kondisi kedaruratan akibat pandemi Covid-19. Kebijakan ini diambil berdasarkan keputusan Arab Saudi tentang pelaksanaan ibadah haji di masa pandemi. 

Tidak adanya pemberangkatan jamaah pada dua tahun pandemi berarti antrean calhaj semakin panjang. Bahkan, di sejumlah daerah antrean calhaj bisa mencapai 30-40 tahun. Mereka harus menanti dengan sabar hingga saatnya mendapat panggilan sebagai tamu Allah SWT.  

 
Tidak adanya pemberangkatan jamaah pada dua tahun pandemi berarti antrean calhaj semakin panjang. 
 
 

Selama masa menunggu, terbayang dalam angan-angan calhaj tatkala mengelilingi Ka'bah (thawaf), berjalan mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Marwa (sa’i), wukuf di Arafah (wukuf), melontar jumrah, mabit di Muzdalifah dan Mina, tahalul, serta mencium hajar aswad.

Tidak bisa dipungkiri, kerinduan calhaj menjadi tamu Allah begitu besar. Bahkan, bagi yang sudah berhaji sekalipun, kerinduan untuk pergi ke Tanah Suci selalu muncul. Itu karena ibadah haji selalu memberi pengalaman spiritual tak terlupakan.

Ali Shariati dalam Hajj: Reflection on Its Ritual (2007), menjelaskan pengalaman spiritual yang diperoleh jamaah haji. Dengan elok, Shariati menggambarkan fase-fase dalam rangkaian ibadah haji yang selalu dirindukan semua tamu Allah.

Ia mengilustrasikan, ibadah haji laksana pertunjukan atau permainan. Pernyataan Shariati jelas tidak berlebihan jika kita memperhatikan protokoler ibadah haji. Jika diamati saksama, pelaksanaan rukun Islam kelima itu memang laksana pertunjukan.

 
Tidak bisa dipungkiri, kerinduan calhaj menjadi tamu Allah begitu besar. Bahkan, bagi yang sudah berhaji sekalipun, kerinduan untuk pergi ke Tanah Suci selalu muncul.
 
 

Namun, bukan pertunjukan biasa melainkan pertunjukan akbar karena melibatkan jutaan orang yang datang dari berbagai penjuru dunia. Mereka menjadi pelaku drama kolosal tersebut. Mereka bergerak dari satu titik ke titik yang lain dengan sangat tertib.

Dalam pertunjukan akbar itu, Allah bertindak sebagai sutradara. Tokoh-tokoh yang harus diperankan di antaranya Adam, Ibrahim, Hajar, dan setan.  

Lokasi utamanya di sekitar Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Tanah Haram, Ka’bah, Shafa, Marwah, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan tempat bersejarah lainnya yang selalu mengundang jamaah haji untuk berziarah.

Baju kebesaran yang harus dipakai setiap jamaah haji adalah pakaian ihram. Penting disadari, pemain utama dari drama kolosal itu adalah setiap jamaah haji. Karena ibadah haji laksana pertunjukan, setiap pemain dituntut memainkan peran dengan penuh penghayatan.

Untuk itulah, setiap jamaah haji harus memperbaiki niat dengan membawa bekal terbaik saat berangkat ke Tanah Suci. Menurut Alquran, sebaik-baik bekal yang harus dibawa jamaah haji adalah takwa (QS Al-Baqarah: 197).

 
Baju kebesaran yang harus dipakai setiap jamaah haji adalah pakaian ihram. Penting disadari, pemain utama dari drama kolosal itu adalah setiap jamaah haji.
 
 

Modal ketakwaan penting untuk menjamin setiap jamaah mampu menjiwai karakter tokoh yang diperankannya. Jika dihayati dengan baik, prosesi ibadah haji dapat mengantarkan setiap pribadi merasakan kesadaran mengenai keberadaan Allah.

Rumah Allah (Baitullah, Ka’bah) yang menghadap ke semua penjuru melambangkan Allah berada di mana saja. Tatkala kesadaran itu muncul, setiap jamaah haji termotivasi mencium hajar aswad atau minimal melambaikan tangan ke arah Ka’bah.

Saat itulah setiap jamaah haji merasakan kedekatannya dengan Allah. Tanpa disadari air mata pun tumpah sebagai wujud syukur karena dapat memenuhi panggilan Allah untuk berkunjung ke Ka’bah.  

Pertanyaannya, mampukah jamaah haji menghayati peran yang dimainkan? Jawabnya, umumnya jamaah haji sukses memainkan peran dalam pertunjukan akbar itu. Salah satu indikatornya, tidak ada jamaah haji yang “kapok” berangkat ke Tanah Suci.

Yang terjadi justru keinginan untuk senantiasa dipanggil sebagai tamu Allah. Namun, karena pada tahun ini kondisi masih dalam masa transisi dari pandemi ke endemi, maka hanya sebagian calhaj yang terundang sebagai tamu Allah.

Para calhaj itupun berkesempatan melampiaskan kerinduan beribadah haji setelah dua tahun pandemi. Sementara, mereka yang belum mendapat panggilan tahun ini harus bersabar. Itulah makna bahwa ibadah haji sejatinya memang panggilan dari Allah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Muslim Indonesia Diajak Tahan Diri

OKI meminta India tegas menyelesaikan penghinaan terhadap Nabi Muhammad dan Islam.

SELENGKAPNYA

Haji Khusus Tunggu Kepastian Harga

Jamaah haji khusus yang berangkat melalui PIHK di bawah AMPHURI direncanakan mulai berangkat pada 15 Juni nanti.

SELENGKAPNYA

Cuaca Ekstrem Ganggu Produksi Cabai

Akibat situasi cuaca yang fluktuatif itu, anjloknya produksi tak terbendung dan mengerek kenaikan harga.

SELENGKAPNYA