
Kisah
Kesungguhan Menepati Janji
Bagi orang yang amanah, menunaikan janji adalah sebuah keharusan.
OLEH HASANUL RIZQA
Bagi orang yang amanah, menunaikan janji adalah sebuah keharusan. Hatinya tidak akan tenang sebelum dapat melakukannya. Walaupun ada pelbagai halangan, dirinya tidak kemudian berdalih untuk mangkir dan menghindari kewajiban.
Sifat amanah semestinya ada dalam diri seseorang yang berutang. Perkara utang seyogianya disertai kesungguhan untuk menepati janji, yakni kesediaan melunasi pinjaman di kemudian hari.
Bagi pihak yang memiliki piutang, kecermatan menjadi penting. Karena itu, Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW mengajarkan, akad utang-piutang harus tercatat serta disaksikan pihak-pihak yang adil.
Hal itu tidak berbeda jauh dengan yang disyariatkan kepada orang-orang beriman pada masa sebelum Rasulullah SAW. Diriwayatkan, ada sebuah kisah antara kedua laki-laki dari kalangan Bani Israil.
Ada sebuah kisah antara kedua laki-laki dari kalangan Bani Israil.
Yang satu merupakan seorang pengusaha yang berdagang hingga negeri-negeri yang jauh. Untuk melakukan pekerjaannya, sering kali ia melalui pelayaran yang menyita waktu berbulan-bulan atau bahkan beberapa tahun.
Sementara itu, kawannya adalah seorang yang menetap di dalam negeri. Ia memiliki kelebihan harta saat itu sehingga bersedia memberikan pinjaman kepada si pengusaha. Piutang itu sebesar seribu dinar.
Kemudian, si pemukim berkata kepada temannya yang hendak mengarungi lautan itu, “Datangkanlah kepadaku para saksi. Saya meminta mereka untuk bersaksi (dalam akad utang-piutang ini).”
Namun, orang yang hendak berutang itu mengaku tidak sanggup mendatangkan para saksi. “Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi saksi akad ini,” katanya.
“Kalau begitu,” timpal si pemberi utang, “datangkanlah seorang penjamin.”
“Cukuplah Allah Ta’ala sebagai penjamin,” jawab pengusaha itu lagi.
Setelah lama berpikir, pemilik uang seribu dinar itu akhirnya tidak bertanya lagi. “Ya, engkau benar,” ujarnya.
Maka terjadilah akad utang-piutang itu. Tenor atau jangka waktu penyelesaian pinjaman pun disepakati. Kedua belah pihak setuju bahwa uang seribu dinar tersebut harus kembali dalam tempo yang ditentukan.
Kemudian, pergilah si pengusaha ke negeri yang jauh untuk berdagang. Beberapa waktu kemudian, ia berhasil mengumpulkan banyak keuntungan sehingga sanggup membayar utangnya. Saat tenor kian mendekat, saudagar Bani Israil ini mulai mengemasi barang-barangnya dan bertolak ke pelabuhan terdekat.
Saat tenor kian mendekat, saudagar Bani Israil ini mulai mengemasi barang-barangnya dan bertolak ke pelabuhan terdekat.
Ternyata, di sana dirinya tidak menemukan kapal yang dapat membawanya pulang. Tiap dermaga di pelabuhan tersebut didatanginya. Namun, para pemiliknya menyatakan, tidak ada armada yang menuju ke negeri tujuan lelaki tersebut.
Kalau pengusaha Bani Israil ini tidak pulang pada hari itu, niscaya dirinya terlambat untuk membayar utang. Tenornya dapat dipastikan akan melewati masa tenggang. Padahal, ia tidak ingin mencederai janji. Seketika, pria tersebut langsung ingat bahwa Allah menjadi saksi sekaligus penjaminnya.
Masih di pelabuhan itu, ia kemudian mengambil kayu dan melubanginya. Dalam kotak kayu yang dibuatnya itu, ia masukkan uang sebesar seribu dinar beserta selembar kertas yang berisi pesan. Surat itu ditujukannya kepada kawannya, si pemberi pinjaman.
Lantas, kotak kayu itu dibawanya ke pinggir laut. Sebelum melemparkan benda itu, ia berdoa, “Ya Allah! Sungguh, Engkau mengetahui bahwa aku meminjam seribu dinar kepadanya. Dan sungguh aku mengatakan bahwa Engkau-lah saksi dan penjamin bagiku. Ia pun ridha memberiku pinjaman karena Engkau. Dan sungguh, hari ini aku telah bersusah payah untuk menemukan kendaraan yang dapat mengantarkan utangku kepada pemiliknya. Maka kutitipkan kayu ini kepada-Mu.”
Dengan penuh harap, pengusaha itu melemparkan kotak kayu berisi uang pelunasan utang ke laut. Kemudian, ia kembali ke penginapannya di tengah kota.
Hari demi hari berlalu. Sementara itu, di negerinya si pemberi pinjaman menanti-nanti kedatangan kawannya tersebut. Di tepi pantai, tiba-tiba ia mendapati sekotak kayu mengapung, seakan-akan mendekatinya. Maka diambilnya benda itu dengan niat menjadikannya sebagai kayu bakar untuk keperluan dapurnya.
Usai membaca isinya, mengertilah ia bahwa benda yang tadi mengapung di laut tersebut adalah kiriman dari kawannya yang berutang kepadanya.
Di rumah, kotak kayu itu digergajinya. Betapa terkejutnya lelaki Bani Israil ini. Sebab, di dalam benda itu ternyata ada seribu dinar. Saat uang itu diambil, jatuhlah selembar surat. Usai membaca isinya, mengertilah ia bahwa benda yang tadi mengapung di laut tersebut adalah kiriman dari kawannya yang berutang kepadanya.
Bulan demi bulan berlalu. Lantas, si pengusaha telah kembali ke kampung halaman. Si pemilik seribu dinar lantas mendatanginya. “Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu kepadaku?” tanyanya.
“Sungguh, pada hari itu aku tidak menemukan satu pun kapal yang bisa mengantarkanku pulang. Alhasil, pembayaran utangku lewat masa tenor,” timpal temannya itu.
“Ketahuilah, Allah telah mengantarkan uang seribu dinar itu darimu kepadaku melalui kotak kayu. Aku pun membaca surat yang ada di dalamnya. Kini kukatakan kepadamu bahwa engkau telah menepati janji,” jelasnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Ummu Haram: Salehah di Darat, Syahidah di Laut
Ummu Haram meminta didoakan oleh Rasulullah agar bergabung dengan pasukan Muslim.
SELENGKAPNYA'Hidup Kami Hancur Hanya dalam Sehari'
Nasionalis Hindu garis keras telah lama mendukung sikap anti-Muslim dan mengajarkan kekerasan.
SELENGKAPNYAIndia Buldoser Bangunan Milik Muslim
Sentimen anti-Muslim dan serangan meningkat di seantero India, dalam 10 hari terakhir.
SELENGKAPNYA