Foto ilustrasi media sosial dan muslim.SocmedMedsosFoto: Yogi Ardhi | Republika/Yogi Ardhi

Opini

Potret Dekadensi Akhlak Berkomunikasi di Media Sosial

Kemerosotan akhlak mengakibatkan komunikasi di media sosial berjalan dengan caci maki dan fitnah.

TEDDY KHUMAEDI; Pengamat Media dan Komunikasi, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor

 

 

Etika komunikasi adalah suatu prosedur yang dapat digunakan di segala jalan untuk meraih kebahagiaan dalam kehidupan. Sedangkan komunikasi sendiri adalah proses lalu lintas penyampaian pesan dalam percakapan supaya terjadi kesepahaman persepsi antar kedua belah pihak dalam menentukan sikap. Etika komunikasi dalam media massa merupakan serangkaian prosedur penggabungan antara penyampaian pesan yang sesuai etika yang elegan dan sopan di media massa agar menghasilkan energi pesan positif bagi pembacanya.

Pemanfaatan ruang media komunikasi saat ini telah jauh berkembang pesat seiring dengan revolusi  teknologi komunikasi, dimana setiap orang dihadapkan pada banyak pilihan untuk mampu menyalurkan sekaligus mengakses informasi terkini baik melalui media konvensional seperti media cetak maupun media elektronik dan yang paling berkembang saat ini adalah media sosial (media online).

Percakapan di media sosial merupakan keniscayaan yang sangat sulit untuk dihindarkan siapa pun termasuk kalangan orang tua renta sekalipun, mengingat zaman sekarang penggunaan gawai (gadget) sudah menjadi kebutuhan pribadi. Informasi media yang disajikan lewat aplikasi smartphone sudah menjadi pilihan khalayak banyak tidak terkecuali masyarakat Indonesia saat ini, dan berbagai macam informasi pemberitaan yang disediakan media online sudah menjadi pilihan utama bagi kalangan milenial, cukup dengan mengakses link portal berita yang dibagikan, maka sangat dengan mudah seseorang untuk mendapatkan informasi yang diinginkan hanya dengan bermodalkan kuota internet yang cukup.

photo
Teddy Khumaedi (kiri) berpose bersama pakar komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto dan Deden Mauli Daradjat - (Erdy Nasrul/Republika)

Hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia yang merupakan kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai lebih dari 30 Juta jiwa. Namun kemudahan tersebut oleh sebagian kalangan banyak disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang kurang beretika sehingga menjadi jalan pintas dalam kepentingan pribadi agar mendapatkan keuntungan materi semata tanpa memikirkan dampak negatifnya bagi orang lain.

Sering terjadi kasus pencemaran nama baik artis, tokoh, pejabat publik, dan seseorang yang merasa dirugikan karena dicatut namanya, ada juga kasus lain yang menyangkut agama, suku, dan kelompok tertentu sampai keributan ormas (organisasi masyarakat) disebabkan terprovokasi pemberitaan di media online yang sengaja disebarkan oleh sekelompok orang dengan tujuan mendapatkan kepentingan dan keuntungan kelompoknya semata.

Beberapa pelanggaran etika berkomunikasi yang sering terjadi antara lain pelanggaran etika dalam percakapan seperti mengkritik dengan menggunakan kalimat yang dapat menimbulkan provokasi, penyebaran berita hoax, cyber bullying, dan tentunya kejahatan pornografi, hal tersebut sangat sering terjadi dalam media sosial.

Namun hal ini belum sepenuhnya menjadi fokus perhatian pemerintah karena contoh beberapa kasus di atas masih bisa diselesaikan dengan cara bersepakat melalui mediasi kekeluargaan diantara kedua belah pihak yang terlibat kasus tersebut. Tetapi dalam kondisi lainnya pertikaian kasus seperti diatas telah banyak pula menelan kerugian baik pribadi mau pun kelompok harta atau jiwa, dan kasus tersebut berlanjut berkepanjangan.

Fakta secara realita dengan semakin intensnya akses masyarakat terhadap informasi berita melalui media sosial semakin sering pula terjadi pelanggaran etika dalam komunikasi disinilah permasalahan awal pemicu muncul. Sebenarnya terjadinya kemerosotan etika dalam berkomunikasi di media sosial sudah lama terdeteksi oleh Kementrian Media dan Informasi (Kominfo) bahkan sebelum undang-undang ITE disahkan oleh pemerintah tahun 2019.

Bahkan ditahun 2020 Microsoft melakukan studi terkait pengguna sosial media yang paling tidak sopan se Asia tenggara, nama nitizen Indonesia muncul diurutan tertinggi dibandingkan Negara lainnya. Pengamat budaya dan komunikasi digital Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menyebutkan buruknya etika berkomunikasi di media sosial netizen Indonesia disebabkan oleh kelompok masyarakat yang menggunakan sosial media sebagai wadah untuk menyampaikan pendapatnya yang tidak bisa disampaikan pada masyarakat di dunia nyata. Ditambah lagi sarana media sosial digunakan sebagian masyarakat untuk menunjukan sikap dan pendapatnya yang disembunyikan dari sekelompok orang yang berada dilingkungan sekitarnya.

Namun semua itu disebabkan faktor yang mempengaruhinya salah satunya kondisi sosial ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Kondisi semacam ini menjadi penyebab utama media sosial sebagai pelampiasan ruang dalam menyampaikan komunikasi atau pesan tapi juga rasa frustasi yang tidak terwadahi. Yang pada akhirnya jagad media sosial jadi buas dan liar, tidak ramah bagi sebagian pengguna, dan sangat jauh dari etika kesopanan dalam berkomunikasi yang sesuai kultur masyarakat Indonesia yang lebih identik dengan istilah tata krama.

Yang lebih parah lagi adalah media sosial sangat memungkinkan bagi pemilik akun untuk merubah menjadi anonim (invisible), sehingga setiap pengguna bisa lebih mudah dan nyaman untuk bicara apa pun bahkan vulgar dan liar karena identitasnya tidak bisa dikenali dengan mudah dan terlindungi (private). Pada bulan oktober tahun 2020, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM) telah melansir berupa data dari situs safenet.or.id, terkait kasus pidana menggunakan Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) hingga 30 Oktober 2020, telah mencapai 324 kasus.

Berdasarkan perincian data tersebut, dari total 324 kasus pidana di UU ITE, sebanyak 209 orang dijerat dengan pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik. Adapun bunyi pasal Pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 ini sebagai berikut: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Sedangkan, sebanyak 76 kasus dijerat dengan Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang ujaran kebencian. Sebagai catatan bagi pembaca bunyi Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 yaitu: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan asa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Berkaca pada contoh kasus di atas maka selayaknya agar menjadi perhatian bagi siapa pun pengguna media sosial di Negara Indonesia agar senantiasa selalu lebih mengedepankan etika dalam berkomunikasi di media sosial demi melahirkan percakapan yang sopan dan tidak berdampak negatif yang berakibat pada terjeratnya seseorang pada sanksi UU ITE.

Hakikatnya percakapan dalam ruang media sosial selalu terasa hampa sekalipun sudah bisa dilakukan secara virtual (realtime) tapi terkadang persamaan persepsi dalam percakapannya tidak secara utuh menemukan titik sinkronisasi antara kedua belah pihak sehingga isi pesan yang seharusnya tersampaikan secara utuh oleh komunikator tidak terserap sempurna oleh komunikan, hal semacam inilah yang sering terjadi dalam beberapa kasus percakapan di media sosial sehingga berdampak pula pada merosotnya etika berkomunikasi di media sosial.

Ditambah lagi belum sepenuhnya mayoritas pengguna media sosial di Indonesia memahami cara dan prosedur bahasa berkomunikasi yang baik dan beretika dalam media sosial, perkara semacam itu selalu menjadi pemicu terjadinya pelanggaran dalam percakapan di media sosial. Harapan penulis semoga ruang komunikasi di media sosial dikemudian hari menjadi satu sarana dan wasilah bagi siapa pun untuk menebarkan kebaikan dan kesolehan sosial yang lebih bermanfaat bagi semua. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat