Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tausiyah

Spiritual Childish

Kekanak-kanakan secara psikologis ketika seorang dewasa masih labil di dalam menjalani kehidupan. Ia gampang gembira tetapi juga gampang marah.

Oleh Kontemplasi Ramadhan (11)

PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Banyak orang sudah dewasa bahkan sudah pensiun tetapi masih kekanak-kanakan secara spiritual (spiritual childishness). Kekanak-kanakan secara biologis ditandai dengan kelabilan kepribadian pribadi seorang anak. Seorang anak barusan ketawa tiba-tiba menangis lagi karena mainannya diambil kakaknya.

Kekanak-kanakan secara psikologis ketika seorang dewasa masih labil di dalam menjalani kehidupan. Ia gampang gembira tetapi juga gampang marah. Ia lebih menonjol menampilkan kepribadian reaktif dan belum masuk ke dalam kepribadian proaktif. Ia masih gampang uring-uringan tanpa sebab yang jelas.

Kekanak-kanakan secara spiritual ditandai dengan fluktuasi karakter dan keimanan. Ia kadang tampak alim dan taat beribadah tetapi bisa juga tampil kebalikannya. Ia masih sering menjadi sumber kekecewaan orang lain karena sikap dan perbuatannya yang kontroversial.

Ia masih sering menampilkan pribadi yang tidak simpatik dan masih jauh dari kematangan spiritual. Orang ini masih sering mengeluh dan memberikan respons berlebihan terhadap takdir negatif yang datang kepadanya. Sebaliknya masih sering mabuk kegembiraan dengan takdir positif yang diterimanya.

 
Kekanak-kanakan secara psikologis ketika seorang dewasa masih labil di dalam menjalani kehidupan. Ia gampang gembira tetapi juga gampang marah.
 
 

Orang-orang yang matang secara spiritual tidak lagi terbuai dengan popularitas dan pujian orang. Jika dipuji, ia merespons dalam hati dengan mengatakan, ‘’Ya Allah ampuni hamba-Mu, karena ia salah alamat dalam memuji. Mestinya ia memuji Engkau, bukan aku. Bukankah yang dikagumi dari diriku semuanya dari Engkau.’’

Jika dikritik, ia mengatakan, ‘’Ya Allah jika kritikannya benar, ampuni aku dan jika kritikannya keliru ampuni dia.’’

Pada orang yang matang secara spiritual maka tidak ada negatif orang lain bersemayam dalam dirinya. Baginya yang paling penting bagaimana bermanfaat untuk orang lain, sesuai dengan hadis Nabi: Khairunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia ialah yang memberi manfaat kepada orang banyak).

Kematangan spiritual, menurut Sean Covey, mempunyai dampak postif kepada semua pihak. Dalam lingkungan keluarga, seorang suami lebih mudah memberikan belanja lahir dan batin, menghargai pengabdian istri, anak, dan keluarganya. Juga memberikan perhatian terhadap keistimewaan-keistimewaan khusus yang dicapai anggota keluarganya, berterus terang dan meminta maaf terhadap kekeliruan dan kesalahan yang telah dilakukannya, bersikap pemurah dan tulus, bersikap melindungi dan mengayomi keluarga, suka mengajak jalan-jalan  istri, anak-anak, dan keluarganya, suka makan dan shalat berjamaah.

 
Kematangan spiritual, menurut Sean Covey, mempunyai dampak postif kepada semua pihak.
 
 

Sebaliknya ketidakmatangan suami dapat diukur misalnya, tanpa alasan jelas suami tidak memberikan belanja lahir dan batin secara rutin kepada istrinya, menafikan segenap pengabdian istri kepadanya, cuek terhadap berbagai keistimewaan khusus yang dimiliki istrinya, bersikap tertutup dan enggan mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada istrinya, bersikap pelit, bersikap tidak melindungi keluarga, malas mengajak jalan istri dan keluarganya, tidak suka makan dan shalat berjamaah dengan keluarganya.

Bagi sang istri memberikan pelayanan simpatik kepada segenap keluarga, memahami kondisi objektif keluarga yang ditunjukkan dengan rasa empati dan simpati, menghargai keluarga dan sahabat suami, berterus terang dan meminta maaf terhadap kekeliruan dan kesalahan yang telah dilakukannya.

Juga, menghargai privasi suami, menunjukkan sikap sabar dan santun kepada suami dan segenap keluarga, kontrol terbatas terhadap keperluan suami, menunjukkan rasa percaya diri dan kemandirian, tanpa mengurangi pelayanan  dan empati kepada suami dan segenap anggota keluarga.

Sebaliknya ketidakmatangan sang istri bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut: pelayanan yang tidak simpatik, memberikan beban di luar kemampuan suami, tidak menghargai keluarga dan sahabat suami, bersikap tertutup dan enggan mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada suami kalau bersalah.

 
Sebagai orang tua, terhadap anak ia memberikan kasih sayang dan perhatian tulus secara langsung kepada anak-anaknya, memberikan pengertian dan kebebasan yang terukur.
 
 

Sebagai orang tua, terhadap anak ia memberikan kasih sayang dan perhatian tulus secara langsung kepada anak-anaknya, memberikan pengertian dan kebebasan yang terukur, melengkapi fasilitas daya saing anak, mengutamakan solusi permasalahan anak dengan arif, dan mengajak untuk mendoakan orang tua atau berdoa bersama.

Sebaliknya, orang tua yang yang kurang matang secara sosial spiritual  indikatornya ialah bersikap kasar terhadap anak-anaknya, membiarkan anak menjadi penonton terhadap fasilitas daya saing temannya, mengatasi masalah dengan paksaan, cuek terhadap prestasi anak, mematahkan semangat anak dengan kekhawatiran berlebihan, kurang komunikasi secara visual dengan anak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ummu Ammarah, Sang Perisai Rasulullah

Ummu Ammarah merupakan pejuang perempuan pertama Muslimin di sejumlah peperangan melawan kaum kafir.

SELENGKAPNYA

Memahami Bahasa Proaktif

Orang proaktif penuh keyakinan dan rasa percaya diri tetapi pada sisi lain ia tetap percaya kepada Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa.

SELENGKAPNYA