Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyampaikan sikap keberatan KPK terhadap atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/8/2021). | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Nasional

KPK Bersikeras Abaikan Rekomendasi Ombudsman

Ombudsman telah menemukan sejumlah maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bergeming dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo dan DPR. KPK meyakini pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan puluhan pegawainya tahun lalu sah secara hukum.

KPK menekankan pengalihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah melalui tahapan yang sesuai landasan hukum. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri

mengatakan, mekanisme proses alih status pegawai yang telah dilantik per 1 Juni 2021 itu telah melibatkan instansi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam hal tersebut.

"Proses ini juga telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai institusi yang punya kewenangan dalam pengujian UU," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Senin (4/4).

Ombudsman telah menemukan sejumlah maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK. Begitu juga dengan pelanggaran HAM yang telah ditemukan Komnas Ham terkait proses pengalihan status kepegawaian dimaksud.

Pada 15 September 2021, ORI mengirimkan surat kepada Ketua KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta pihak terkait mengenai rekomendasi tindak lanjut atas laporan dugaan tindakan maladministratif pada proses TWK. Pertimbangannya, persyaratan asesmen TWK tidak dapat dijadikan landasan menghilangkan hak seorang pegawai untuk tetap bekerja.

Namun, rekomendasi itu tidak dijalankan oleh KPK. Terbaru, Ombudsman melaporan KPK kepada Presiden Joko Widodo dan DPR pada Selasa (29/3). Ombudsman meminta Presiden Jokowi memberi sanksi kepada pimpinan KPK, yakni Ketua KPK Firli Bahuri dan kolega serta Kepala BKN, Bima Haria Wibisana.

Dalam suratnya, Ombudsman juga menjelaskan sebagai penyelenggara negara sudah seharusnya, baik pimpinan KPK maupun Kepala BKN mematuhi hukum. Namun, karena keduanya mengabaikan rekomendasi Ombudsman, maka keduanya harus diberikan sanksi. Adapun, sanksi maksimal yang bisa dijatuhkan adalah pembebasan jabatan.

Ali mengatakan, MK telah dengan tegas menyatakan TWK tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dia melanjutkan, hal serupa juga telah dinyatakan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Informasi Pusat (KIP). MA, kata dia, juga telah menilai desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN sudah mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya.

"KPK berharap seluruh pihak menghormati keputusan-keputusan tersebut, sekaligus menunggu proses pengujian yang sedang berlangsung di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," kata dia.

Organisasi yang dibentuk para pegawai yang dipecat KPK, IM57+ Institute mendukung langkah Ombudsman. Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha menilai surat ini semakin menegaskan temuan adanya penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan KPK.

"Temuan ini kembali menegaskan bahwa Pimpinan KPK telah secara nyata melakukan tindakan yang melanggar hukum karena tidak menjalankan rekomendasi resmi dari institusi negara," kata Praswad, Ahad (3/4).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ombudsman laporkan DPR ke Presiden dan DPR

Sudah bisa ditebak hasilnya

SELENGKAPNYA

Satgas Awasi Produksi Minyak Goreng Curah

Menperin menyebut ada produsen yang melanggar nilai kontrak produksi minyak goreng bersubsidi.

SELENGKAPNYA

Vonis Mati Herry Bisa Jadi Yurisprudensi

Kasus kekerasan seksual dalam dua pekan terakhir menunjukkan tren yang perlu diwaspadai.

SELENGKAPNYA