Presiden Joko Widodo menyampaikan paparan tentang pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di sela peresmian gedung Nasdem Tower di Jakarta, Selasa (22/2/2022). | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Nasional

Survei: Mayoritas Tetap Tolak Tunda Pemilu 2024

Hasil survei SMRC konsisten menunjukkan penolakan penundaan pemilu.

JAKARTA -- Hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Maret 2022 menunjukkan, mayoritas responden tetap menolak ide penundaan Pemilu 2024. Sebanyak 78,9 persen responden menilai pemilu tetap harus dilaksanakan pada 2024, walaupun pandemi Covid-19 belum menentu akan berakhir dalam waktu dekat.

"Angka ini konsisten dengan hasil survei sebelumnya pada September 2021," ujar Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam rilis hasil survei bertajuk Sikap Publik terhadap Penundaan Pemilu yang disiarkan kanal Youtube SMRC TV, Jumat (1/4).

Dalam hasil survei September 2021, responden menilai pemilu tetap harus dilaksanakan pada 2024 sebanyak 82,5 persen. Meskipun turun, tetapi tetap lebih banyak dibandingkan responden yang menginginkan pemilu diundur hingga 2027 karena pandemi Covid-19 sebesar 13,2 persen (September 2021) dan 11,9 persen (Maret 2022).

Sementara, responden yang tidak menentukan sikapnya meningkat, dari 4,3 persen menjadi 9,2 persen. Di samping itu, mayoritas responden juga tetap ingin Pemilu 2024 dilaksanakan meskipun keadaan ekonomi akibat pandemi Covid-19 belum pulih.

"Hanya ada 11,4 persen masyarakat yang setuju pemilu diundur karena alasan pemulihan ekonomi," kata Deni.

Begitu pula dengan 78,5 persen warga yang menginginkan Pemilu 2024 tetap diselenggarakan walaupun pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru belum selesai. Responden yang ingin pemilu ditunda menjadi tahun 2027 agar pembangunan IKN bisa berlanjut hanya 10,9 persen.

Survei ini dilakukan pada 1.220 responden yang dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih, yakni mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.

Responden yang dapat diwawancarai secara valid (response rate) sebesar 1.027 atau 84 persen secara tatap muka pada 13-20 Maret 2022. Sebanyak 1.027 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Isu penundaan pemilu kembali mencuat dari munculnya dukuggan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode. Dukungan salah satunya digaungkan oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Bahkan Apdesi mengklaim akan mendeklarasikan dukungan terhadap wacana presiden tiga periode pasca Idul Fitri mendatang.

Rencana itu dikritik oleh pengamat sosial politik dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa. Ia menilai dukungan tiga periode Apdesi hanya membuat nilai demokrasi di Indonesia semakin mundur.

"Baru saja kita ketahui bersama bahwa Indeks Demokrasi Indonesia selama 2021 masih masuk dalam kategori cacat. Artinya Jokowi harus mengevaluasi diri dulu soal kualitas demokrasi di Indonesia," kata Herry dalam keterangan persnya.

Apalagi Herry menyebutkan saat ini urgensi perpanjangan masa jabatan Presiden justru bertentangan dengan realitas sosial politik di masyarakat. Ia pesimis sebagian besar rakyat setuju dengan wacana tersebut.

"Sangat kontradiktif, mana mungkin masyarakat meminta Jokowi jadi Presiden lagi padahal saat ini kelangkaan terjadi di mana-mana, stabilitas harga juga tak menentu, juga soal Papua yang masih belum tuntas di tangan Jokowi. Hal ini membuktikan bahwa kinerjanya belum maksimal," ujar Herry.

Lebih lanjut, Herry meminta agar Apdesi seharusnya memahami bahwa keberlanjutan pembangunan desa itu adalah sebuah keniscayaan. Sehingga menurutnya Apdesi tak perlu "menjilat" Jokowi guna memastikan dana desa terus bergulir.

"Apdesi ini tak usah khawatir, toh pembangunan desa itu akan terus ada dan dilakukan oleh siapa pun presidennya," ucap Herry. 

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang juga menyayangkan deklarasi dukungan tiga periode Presiden Joko Widodo oleh Apdesi. Ia menegaskan, kepala desa dilarang untuk bermain politik seperti itu.

"Bangsa ini tidak boleh kembali kepada pola orde baru yang berkhianat kepada semangat reformasi. Menurut saya dukungan Apdesi untuk presiden tiga periode bertentangan dengan konstitusi NKRI, artinya mereka sudah melawan," ujar Junimart kepada wartawan, Kamis (31/3).

Ia pun mengingatkan agar aparatur desa seharusnya netral dan tak terjebak politik praktis seperti masa Orde Baru. "Kades dilarang untuk bermain politik dalam bentuk dan sifat bagaimanapun, termasuk mengajukan dukungan politik terhadap maju dan terpilihnya kepala pemerintahan daerah maupun pusat," ujar Junimart.

Kendati demikian, ia memandang adanya pihak tertentu yang menunggangi deklarasi Apdesi terhadap masa jabatan tiga periode. "Ini yang harus dicermati, ditelusuri, penunggangan oleh orang-orang yang punya kepentingan politik," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Presiden Joko Widodo juga sebelumnya menanggapi wacana terkait penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Jokowi mengatakan, semua pihak harus taat pada konstitusi yang sudah jelas mengatur soal masa jabatan presiden. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam keterangannya usai meninjau Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (30/3).

"Namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar, tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi," ujar Jokowi, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat