Pewarta foto korban kekerasan bersama beberapa orang rekan memperagakan kronologis kejadian pada aksi solidaritas antikekerasan aparat di Tugu pesawat Lanud Palembang, beberapa waktu lalu. | ANTARAFOTO

Opini

Lemah Lembut Bernegara Hukum

Kerisauan sekaligus pertanyaan, mengapa selalu saja dijumpai pejabat publik tak mampu berperilaku lemah lembut?  

SUDJITO ATMOREDJO, Guru Besar Ilmu Hukum UGM

Kebinekaan itu fitrah kehidupan manusia. Sudah ada sejak awal penciptaan. Ada karena kehendak-Nya. Dapat diyakini, dari kebinekaan itu terkandung pelajaran sekaligus kemanfaatan bagi semua pihak.

Paling tidak, bagi siapa pun yang berakal sehat dan mampu berpikir secara normal-linier, daripadanya terlihat mutiara hikmah berupa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selain itu, terbuka peluang untuk saling berbagi, saling melengkapi.

Jadilah interaksi kehidupan bersama menjadi semakin mudah, maju, dan berbudaya. Sungguh, menjadi kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri ketika interaksi antarsesama komponen bangsa di negeri ini dilakukan dengan lemah lembut.

 
Idealnya, penyelenggara negara memberi teladan. Bila dilakukan dengan kesadaran dan kasih sayang, pasti warga negara merespons balik dengan perilaku lemah lembut serupa.
 
 

Idealnya, penyelenggara negara memberi teladan. Bila dilakukan dengan kesadaran dan kasih sayang, pasti warga negara merespons balik dengan perilaku lemah lembut serupa.

Suatu kerisauan sekaligus pertanyaan, mengapa selalu saja dijumpai pejabat publik tak mampu berperilaku lemah lembut?  Justru, pada setiap kesempatan, dari lisannya keluar kata-kata kasar. Wajahnya tampak garang. Terkesan marah.

Perilaku kasar dan  keras itu ditujukan kepada komunitas/masyarakat tertentu. Mereka sering dipersalahkan dengan tuduhan intoleran, radikal, dan tuduhan lain sejenis. Dalam perspektif filosofi bangsa, perilaku kasar dan keras, paradoks dengan nilai luhur Pancasila.

Dalam berbagai kesempatan, sering penulis kemukakan secara kodrati perilaku lemah lembut mudah dilakukan bila kondisi jiwa kokoh, bersih. Dari sanalah, muncul dorongan berbuat kebaikan.

 
Perilaku demikian tergolong artifisial. Boleh jadi, di permukaan terlihat baik, tetapi bukan kebaikan autentik. 
 
 

Dengan kata lain, kebaikan kehidupan bersama akan lahir secara kodrati, manusiawi, alamiah bila interaksi berbasis akhlak. Itulah perilaku autentik. Itulah akhlakul karimah. Sebaliknya, perilaku kasar dan keras umumnya lahir karena faktor internal plus eksternal.

Perilaku demikian tergolong artifisial. Boleh jadi, di permukaan terlihat baik, tetapi bukan kebaikan autentik. Permainan bahasa, perilaku, kekuasaan, dan permainan kekuatan sering bersifat politis dan dijadikan alat untuk menundukkan pihak lain.

Dalam bernegara hukum, akhlakul karimah dimanifestasikan dalam konsistensi yang merupakan prasyarat kehidupan harmonis, adil-makmur, bahagia dunia-akhirat. Konsistensi adalah ketaatan pada nilai Pancasila dan tatanan hukum yang berlaku sistemis.

Pada Pancasila ada nilai ketuhanan, sumber, pemersatu nilai lainnya. Bahkan, pada ranah kehidupan bernegara hukum, nilai ketuhanan penggaransi keutuhan dan keharmonisan, serta terwujudnya sistem nilai sebagai pandangan hidup bangsa.    

 
Dalam bernegara hukum, ada kewajiban penyelenggara negara menjabarkan nilai Pancasila menjadi asas-asas hukum. 
 
 

Dalam bernegara hukum, ada kewajiban penyelenggara negara menjabarkan nilai Pancasila menjadi asas-asas hukum. Lalu, dikonkretkan menjadi norma hukum operasional dalam bentuk berbagai perundang-undangan.

Hukum demikian itu yang mestinya ada dan ditegakkan. Muaranya, perilaku penyelenggara negara dan warga negara serbalemah lembut, terukur, teratur, visioner, dan berorientasi pada tercapainya tujuan negara.

Bila konsistensi demikian senantiasa dilakukan pada semua aspek kehidupan, bangsa ini akan maju dan meraih kebahagiannya. Segala kebutuhan lahir-batin, dalam skala pribadi, sosial, nasional, sampai ranah internasional pasti terwujud.

Keyakinan demikian bertolak pada nilai ketuhanan itu sendiri. Di dalamnya telah tersirat janji, Tuhan melimpahkan rahmat-Nya bila manusia konsisten taat terhadap perintah sekaligus menjauhi larangan-Nya.

 
Amat disesalkan jika perilaku kasar dan keras terus dikembangkan, bahkan dibela mati-matian. 
 
 

Sebagai orang beragama, apalagi pemimpin lembaga pemerintahan yang berurusan dengan kepentingan semua pemeluk agama, mestinya paham dan mampu memberi contoh dalam pengamalan nilai ketuhanan.

Bukankah telah menjadi ajaran universal, bersikap lemah lembut diperintahkan Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.” (HR Bukhari Muslim).

Layak diingat pula, perilaku lemah lembut sekecil apa pun pasti terbalas sebagai kebaikan yang kembali kepada pelakunya. Demikian pula sebaliknya, perilaku kasar dan keras, pasti terbalas sebagai azab bagi pelakunya.

Amat disesalkan jika perilaku kasar dan keras terus dikembangkan, bahkan dibela mati-matian. Dalam kerangka saling mengingatkan dan menasihati, sebagai orang beriman sebaiknya bergegaslah kembali ke kitab suci dan ajaran Nabi.

Sebagai orang dan bagian dari negara hukum Indonesia, bergegaslah kembali kepada nilai Pancasila. Jadilah manusia bertakwa, beradab, berkeadilan, dan mampu membina persatuan bangsa. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Waspadai Fase Kenaikan Harga Pangan

Pemerintah diharapkan mengantisipasi lonjakan harga dengan menjaga kelancaran distribusi.

SELENGKAPNYA

Permintaan Maaf Indra Kenz dan Terendusnya Aset Tersembunyi

Indra Kenz mengaku mengenal aplikasi binary option Binomo lewat iklan pada 2018 lalu.

SELENGKAPNYA

140 Negara Adopsi Resolusi Kritik Rusia

Cina kali ini abstain bersama 37 negara lain dalam resolusi yang mengritik Rusia.

SELENGKAPNYA