Presiden Joko Widodo memberikan sambutan secara virtual dalam acara pertemuan pendahuluan atau B20 Inception Meeting,di Jakarta, Kamis (27/1/2022). | Prayogi/Republika.

Nasional

Indonesia Undang Seluruh Anggota G-20

Uni Eropa mengonfirmasi pembahasan tentang status Rusia di G-20.

JAKARTA -- Sebagai ketua G-20, Indonesia mengirimkan undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 kepada seluruh anggotanya, termasuk Rusia. Hal ini disampaikan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Kamis (24/3).

"Sebagai Presiden G-20 tentunya dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah untuk mengundang semua anggota G-20," ujar Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemenlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani dalam pengarahan media, Kamis.

Triansyah menegaskan bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada prinsip-prinsip, sehingga mengikuti alur yang sebelumnya sudah dilakukan. "Indonesia dalam mengetuai berbagai konferensi suatu forum dan organisasi, baik itu dalam konteks badan-badan PBB atau sesi lainnya selalu berpegang pada rule of procedure yang berlaku, dan demikian juga di G-20," ujarnya.

"Oleh karena itu memang kewajiban untuk Presiden G-20 untuk mengundang seluruh kepala negara G-20," ujarnya menambahkan.

Triansyah mengatakan, Indonesia telah mengirimkan undangan kepada Rusia pada 22 Februari lalu untuk kehadiran di KTT G-20. Undangan dikirimkan di masing-masing working group untuk tanggal pelaksanaan KTT G-20 pada November mendatang.

Triansyah Djani terus menekankan bahwa forum G-20 adalah forum ekonomi yang utamanya membahas tentang ekonomi. Terlebih, tema tahun ini adalah pemulihan bersama dari pandemi.

"Pentingnya kita di G-20 untuk menangani pemulihan global, yang merupakan prioritas banyak penduduk di dunia ini karena seperti diketahui dunia belum sepenuhnya keluar dari krisis," ujarnya.

Bahkan negara-negara berkembang mengalami kesulitan ekonomi dan masih sulit untuk mencapai target SDGs yang diharapkan G-20 untuk dapat mendorong pemulihan global. "Jadi  dalam waktu dekat ini dan selanjutnya, kita akan lanjutkan melaksanakan tugas kita seperti halnya presidensi-presidensi sebelumnya," ujarnya.

Pada Rabu (23/3), Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin ingin hadir dalam KTT G-20 pada November mendatang. Hal ini mengundang beragam spekulasi, termasuk reaksi dari sejumlah negara anggota G-20.

"Itu akan bergantung pada banyak hal, termasuk keadaan Covid-19, yang kini semakin membaik. Sejauh ini, rencana beliau adalah ingin hadir," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva di hadapan para wartawan, Rabu (23/3).

photo
Petugas kesehatan melakukan swab tes COVID-19 kepada pekerja dan panitia Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (G20 FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan berlangsung pada 17-18 Februari. - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Ketika ditanya kemungkinan Rusia dikeluarkan dari anggota G20, Vorobieva mengatakan, G20 adalah forum untuk membahas ekonomi. Forum itu, katanya, bukan untuk membahas krisis seperti Ukraina. "Tentu saja mengeluarkan Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu penyelesaian masalah ekonomi. Sebaliknya, tanpa Rusia upaya itu justru akan sulit," kata Vorobieva.

Posisi Rusia mendapat dukungan dari Cina, Rabu. Cina menyebut Rusia adalah "anggota penting G20". Menurut Cina, G20 saat ini harus menemukan penyelesaian berbagai masalah penting, seperti pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

"Tidak ada anggota yang berhak untuk mengusir negara lain dari keanggotaan. G20 harus menerapkan multilateralisme sesungguhnya, memperkuat persatuan dan kerja sama," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin.

Sumber yang dikutip Reuters menyebutkan, Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat dilaporkan sedang mempertimbangkan apakah Rusia tetap menjadi anggota G20. Rusia juga pernah ditangguhkan keanggotaannya di G8 pada Maret 2014 setelah menganeksasi Krimea.

Namun, upaya menyingkirkan Rusia dari G20 mungkin akan ditentang anggota lain. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa ada sejumlah negara yang akan memilih untuk tidak hadir dalam KTT G20.

Partisipasi Rusia di KTT G20 tampaknya bakal dibahas saat Presiden AS Joe Biden bertemu sekutunya di Brussels, Kamis (24/3). "Kami percaya, (posisi) Rusia tidak akan seperti biasa lagi di lembaga internasional dan di komunitas internasional," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan kepada para wartawan.

Secara terpisah, sumber lain di Uni Eropa mengonfirmasi pembahasan tentang status Rusia di G20.

"(Uni Eropa) sudah menjelaskan kepada Indonesia bahwa kehadiran Rusia di pertemuan tingkat menteri mendatang akan menjadi masalah yang problematik bagi negara-negara Eropa," kata sang sumber sambil mengatakan bahwa sejauh ini belum ada mekanisme jelas untuk mengeluarkan anggota dari G20.

Pada Selasa, kepada petinggi Kementerian Perdagangan AS, Polandia mengajukan diri untuk menggantikan kursi Rusia di G20. Polandia mengeklaim bahwa usulan itu mendapat "tanggapan positif" dari sang pejabat AS.

Sementara Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, status Rusia di G-20 memang harus diputuskan. Namun, itu bukanlah prioritas saat ini.

"Terkait WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dan G-20, memang suatu keharusan untuk membahas hal ini dengan negara-negara yang terlibat dan tidak diputuskan sendirian," kata Scholz. Namun, kata Scholz, yang dibutuhkan saat ini adalah gencatan senjata di Ukraina.

Sejauh ini Indonesia masih bersikap netral terkait posisi Rusia. Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan pada Senin (21/3) lalu, Indonesia ada dalam posisi netral dan menggunakan posisi itu untuk menyelesaikan masalah. Namun, Rusia bertekad kuat untuk hadir di acara G-20 dan anggota lain tidak bisa menghalanginya.

Sementara itu Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada Kamis mengatakan, ia prihatin tentang rencana Putin untuk menghadiri G-20 berikutnya di Indonesia. Kemungkinan kehadiran Putin pun mendapatkan beragam tanggapan dari banyak pihak.

"Gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin, padahal  Amerika Serikat sudah dalam posisi menyerukan (untuk) kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh," kata Morrison.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat