Seorang teknisi melakukan pemeliharaan perangkat Base Transceiver Station (BTS) milik XL Axiata di salah satu menara di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Rabu (28/4/2021). PT XL Axiata Tbk. terus berupaya menyelesaikan proyek fiberisasi di Pulau Sulawe | ANTARA FOTO/Arnas Padda

Inovasi

Menanti Realisasi Suntik Mati 3G

  Salah satu masalah dalam mempertahankan 3G adalah keterbatasan spektrum frekuensi.

Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadikan jaringan seluler 4G sebagai tulang punggung konektivitas di Indonesia terus dimatangkan. Pemerintah meminta operator seluler untuk melakukan kajian rencana penghapusan jaringan 3G yang dinilai sudah tidak efisien dan efektif di tengah keterbatasan spektrum frekuensi.

Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika/Plt Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo Ismail, mengungkapkan, pemanfaatan telekomunikasi oleh masyarakat saat ini semakin tinggi pascapandemi terjadi. Operator pun kemudian berlomba menyediakan beragam layanan untuk mendukung aktivitas sosial-ekonomi yang bisa dijalankan pelanggannya melalui ruang digital.

Namun, dengan mengandalkan jaringan pita lebar yang terbatas. “Nah jaringan pita lebar atau broadband di Indonesia itu dimanfaatkan operator dengan menyediakan layanan paralel dari 2G, 3G, 4G, sampai yang terbaru 5G. Hal ini menimbulkan masalah biaya bagi operator dari sisi jaringan, sumber daya manusia, dan juga mempersiapkan ekosistem pendukungnya,” ujar Ismail saat membuka diskusi daring bertema ‘Digitalisasi Masih Butuh 3G?’, Selasa (16/3).

Selain itu, Ismail melanjutkan, masalah lain yang muncul dengan mempertahankan 3G adalah keterbatasan spektrum frekuensi. Menurutnya, pemerintah telah memberi kebebasan bagi operator untuk memilih teknologi apa yang akan digunakannya dalam melayani kebutuhan masyarakat atau menganut azas teknologi netral.

“Spektrum frekuensi yang terbatas ini, harus dimanfaatkan operator secara efektif dan efisien, kalau digunakan untuk menjalankan serentak 3G dan 4G maka ini akan menambah beban baru bagi operator,” katanya.

Namun jika dilihat dari sudut pandang konsumen, Ismail menegaskan, kepentingan masyarakat harus tetap menjadi pertimbangan utama. Pada prinsipnya, menurut Ismail, masyarakat tidak akan peduli jenis jaringan seluler yang digunakan oleh operator. Konsumen, biasanya hanya ingin layanan telekomunikasi tersebut tersedia di mana saja, dengan kualitas yang baik, serta terjangkau tarifnya.

Mengutip data OpenSignal, saat ini sebanyak 16,8 persen pelanggan operator telekomunikasi tidak memiliki perangkat yang menunjang 4G meskipun wilayah mereka sudah dilayani oleh jaringan generasi keempat. Kemudian, sebanyak 10,9 persen pelanggan wilayahnya masih belum tersedia layanan 4G.

“Oleh karena itu meskipun secara regulasi sudah menganut azas teknologi netral, Kominfo mengimbau agar operator melakukan pendalaman data-data kuantitatif yang ada. Jangan sampai suatu keputusan merugikan masyarakat,” Ismail mengingatkan.

Dukungan Operator

photo
Teknisi melakukan pemeriksaan jaraingan saat pemeliharaan BTS XL Axiata di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/5/2020). XL Axiata telah melakukan peningkatan kapasitas serta upgrade di beberapa area di Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan untuk mengantisipasi kenaikan trafik saat libur lebaran 1441 H. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/foc. - (ANTARA FOTO/Yusran Uccang/foc.)

Langkah untuk fokus pada jaringan 4G sebagai backbone konektivitas digital di Indonesia, juga mendapat dukungan dari para operator seluler. Dalam kesempatan yang sama, Marwan O Baasir selaku Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) mengungkapkan, saat ini para operator mulai menonaktifkan jaringan 3G yang notabene teknologinya sudah banyak ditinggalkan di banyak negara.

Dengan begitu operator akan bisa melakukan penataan ulang dan memberdayakan spektrum 2.100MHz yang ada untuk dapat dimanfaatkan mendukung jaringan 4G. "Atau bahkan digunakan digunakan untuk teknologi 5G, yang dalam kondisi saat ini jauh lebih efisien dari teknologi 4G," ujar Marwan.

Menurutnya, saat ini seluruh operator di Indonesia melihat, trafik penggunaan layanan 3G juga relatif kecil dan terus menurun. Yakni, kurang dari 10 persen dari jumlah trafik data. Jumlah itu jauh lebih kecil dibandingkan 4G.

Para operator, Marwan melanjutkan, juga secara aktif sudah mengedukasi dan mendorong pengguna layanan data untuk lebih banyak menggunakan layanan 4G karena lebih efisien dari segala aspek. Mulai dari, kecepatan akses yang lebih cepat, hingga menawarkan kenyamanan dan pengalaman pengguna yang lebih baik.

Senada, Direktur Network Telkomsel Nugroho menyampaikan, semakin tinggi generasi jaringan seluler yang digunakan konsumen maka akan semakin banyak layanan telekomunikasi yang bisa dinikmati. Sehingga, menurutnya, operator sudah tidak perlu lagi menyediakan seluruh layanan kelima generasi jaringan bagi pelanggannya.

Menurutnya, setiap operator memiliki strategi yang berbeda dalam menyediakan layanan bagi pelanggannya. Telkomsel sendiri memilih untuk menjaga layanan 2G dan mematikan 3G, untuk bisa menjaga keandalan layanan 4G dan 5G.

“Target kami selesai dilakukan paling lambat akhir 2022. Namun, Telkomsel berkomitmen menjaga kepuasan pelanggan. Sehingga proses migrasi ke 4G dan 5G sekaligus penghentian 3G ini tidak berdampak pada pelanggan,” ujar Nugroho.

Telkomsel, Nugroho melanjutkan, juga intensif melakukan komunikasi ke pelanggan. Termasuk melakukan penggantian SIM Card pelanggan, sehingga bisa menggunakan jaringan 4G dan 5G. 

Konsumen Fokus Utama

photo
Perajin melihat stok produk kerajinan boneka rajut pada marketplace di Susan Craft, Depok, Jawa Barat, Rabu (5/1/2022). Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan 20 juta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bisa terdigitalisasi pada tahun 2022 yang sebelumnya terdigitalisasi mencapai 16,9 juta pada tahun 2021. - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Menanggapi wacana penutupan jaringan 3G, Heru Sutadi, Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan, perkembangan teknologi merupakan hal yang niscaya terjadi demi mendapatkan layanan yang lebih baik. Namun, ia meminta pemerintah dan operator seluler untuk memperhatikan hak-hak pelanggan.

“Kalau 3G digantikan 4G perlu diperhatikan dampaknya sehingga kita bisa tetap memberikan layanan yang maksimal. Operator juga perlu memastikan jaringan 4G dan 5G di wilayah yang akan di shutdown 3G nya sudah tersedia,” ujar Heru.

Kondisi terpenuhinya hak-hak konsumen ini, apabila jaringan 3G dihapuskan juga menjadi perhatian Sularsi, Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurutnya, industri telekomunikasi memiliki rekam jejak yang kurang baik saat melakukan migrasi CDMA ke GSM beberapa tahun lalu.

Sularsih meyakini, pemerintah maupun operator, saat ini sudah memiliki data jumlah pengguna dan wilayah-wilayah masyarakat yang masih mengandalkan jaringan 3G. “Dari data itu bisa diintensifkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat daerah tersebut dengan berbagai cara. Apakah SIM Card dan perangkatnya perlu diganti? Kalau iya, pastikan tersedia paket bundling dengan harga yang terjangkau karena tak semua masyarakat mampu secara ekonomi,” Sularsih mengingatkan.

Hal ini, ia melanjutkan, karena tak lepas dari semangat pemerataan akses teknologi. Sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk bisa menjamin hal tersebut. 

 
Para operator mulai menonaktifkan jaringan 3G yang notabene teknologinya sudah banyak ditinggalkan di banyak negara.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat