Jamban helikopter di Kabupaten Tangerang | Eva Rianti/Republika

Bodetabek

Warga Tangsel Mulai Enggan Pakai Jamban Helikopter

Warga tangsel menyebut jamban helikopter itu merupakan sisa masa lampau.

TANGERANG SELATAN — Warga di Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, mengaku mulai enggan menggunakan jamban di atas sungai atau biasa disebut jamban helikopter. Hal itu karena makin banyak yang memiliki toilet di dalam rumah.

Salah satu warga Kecamatan Setu, Haerudin (58 tahun), mengakui masih ada jamban helikopter di wilayahnya. Tempat buang air besar itu disebutnya sudah ada sejak sekitar 1990-an dan masih ada sejumlah warga yang menggunakannya hingga sekarang. Namun, jumlah jamban helikopter semakin berkurang seiring waktu.

"Tahun 1993 dulu ada empat jamban karena belum pada punya sanitasi. Seiring perkembangan zaman terkikis hingga tersisa satu," kata Haerudin di kawasan Setu, Rabu (16/3).

Salah satu wilayah di Kecamatan Setu yang masih terdapat jamban helikopter, yakni RT 02 RW 03, Kampung Cirompang, Kademangan, Setu. Dari pantauan Republika pada Rabu (16/3), ada satu unit jamban helikopter di lokasi tersebut yang posisinya di atas sebuah empang berair warna hijau dan berdekatan dengan tempat pemancingan ikan.

Warga menyebut jamban yang terbuat dari kayu dan kain karung di ketinggian sekitar 1 meter dari empang itu merupakan sisa masa lampau. Lokasi jamban helikopter tersebut terpantau berada di dekat perumahan warga, tepatnya di belakang Perumahan Batan.

Semakin berkurangnya jamban helikopter, kata Haerudin, karena warga berangsur memiliki tempat sanitasi yang lebih layak, yakni toilet di rumah. Sehingga, saat ini hanya segelintir warga yang menggunakan jamban tersebut.

"Itu jarang digunakan, paling pas kepepet saja. Itu juga paling dipakai malam, malas ke WC, sambil santai merokok. Sekarang warga hampir punya semua (toilet di rumah)," ujarnya.

Warga lainnya, Nuah (38), mengaku terkikisnya jamban helikopter seiring dengan semakin hilangnya empang. Dia mengakui, sebelumnya kerap menggunakan jamban helikopter, tetapi sejak sekitar 2009 sudah menggunakan toilet di dalam rumah. Namun, masalah sanitasi tidak selesai dengan warga memiliki toilet di rumah karena saluran pembuangan kotorannya masih di empang.

"Dulu pakai (jamban helikopter) karena enggak punya WC. Sekarang sudah buang air di WC rumah, tapi enggak punya septic tank. Jadi, buang kotorannya ke empang," ujarnya.

Lokasi pembuangan kotoran hasil BAB tersebut merupakan empang yang menjadi lokasi jamban helikopter tersebut. Menurut penuturan Nuah, bukan dia saja yang melakukan pembuangan ke empang tersebut, melainkan juga beberapa KK yang ada di sekitar lokasi.

Nuah mengaku ingin membuat septic tank di rumahnya, tetapi belum ada biaya. Menurut dia, pemerintah setempat pernah melakukan pendataan jumlah warga yang belum memiliki septic tank, tetapi belum ada tindak lanjut hingga sekarang.

"Mau bikin septic tank kalau empangnya diuruk. Ya sebenarnya kalau ada yang gerakkin misalnya gratis dari pemerintah, ya mau banget, sekarang langsung saja dibongkar dibikin septic tank," kata dia.

Intervensi pemerintah

Sementara, Pemkot Tangsel mencatat ada sebanyak 1.700 KK di tujuh kecamatan Kota Tangsel masih menggunakan jamban helikopter sebagai fasilitas buang air. Sekitar 25 persen di antaranya tercatat ada di Kecamatan Setu.

"Data sekarang sekitar 1.700-an KK. Paling banyak di Kecamatan Setu, yakni 420-an KK," ujar Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie di Kota Tangsel, Selasa (15/3).

Banyaknya jamban helikopter itu menunjukkan masih banyaknya perilaku buang air besar sembarangan (BABS) di Tangsel. Sehingga, dia menilai upaya pembangunan tempat sanitasi yang layak menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan Pemkot Tangsel.

Namun, menurut data Pemkot Tangsel, jumlah warga Tangsel yang menggunakan jamban helikopter pada saat ini menurun dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 1.824 KK. Benyamin menyebut, penurunan itu terjadi karena upaya intervensi pembangunan tempat sanitasi yang dilakukan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Dalam satu tahun anggaran kita sudah intervensi melalui APBD kurang lebih 100 sampai 150 lokasi," ujarnya.

Benyamin memastikan, pihaknya akan tetap berupaya melakukan pembangunan fasilitas sanitasi yang lebih sehat bagi masyarakat. Sehingga, jumlah jamban helikopter yang terlampau banyak tersebut dapat diminimalisasi.

"Secara fisik, konstruksi kita bangunkan bagi warga yang punya lahan di rumahnya, tapi bagi yang tidak punya lahan kita desain misalnya menjadi bilik komunal dua tiga rumah tangga itu satu tempat BAB," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kampung Narkoba di Jakarta Dibersihkan

BNNP DKI Jakarta telah menyiapkan fasilitas rehabilitasi gratis bagi penyalahguna narkoba.

SELENGKAPNYA

DKI Jakarta dalam Ancaman Pergerakan Tanah

Ada 10 lokasi di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang berpotensi mengalami pergerakan atau pergeseran tanah.

SELENGKAPNYA

Pemkot Bogor Minta JPO di Jalur Ganda Kereta

Tiga kelurahan di Kota Bogor yang membutuhkan JPO, yakni Kelurahan Cipaku, Genteng, dan Batutulis.

SELENGKAPNYA