Seorang anak pengungsi Ukraina mengintip dari tenda di perbatasan di Medyka, Polandia, Rabu (9/3/2022). | AP/Daniel Cole

Internasional

Lavrov dan Kuleba Bertemu di Antalya

Rusia dan Ukraina menilai tidak ada kemajuan dalam pertemuan pertama tingkat menlu ini.

ANKARA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov, Menlu Ukraina Dmitry Kuleba, dan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu hadir dalam pertemuan tripartit di Antalya, Turki, Kamis (10/3). Ini pertemuan pertama antara Lavrov dan Kuleba sejak Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu.

Usai pertemuan tripartit, Lavrov mengatakan, Rusia telah menyampaikan proposal kepada Ukraina. Kini Rusia menanti respons Ukraina.  

Lavrov menuntut Ukraina melakukan demiliterisasi yang "bersahabat". Ukraina, katanya, harus mengadopsi status netral. Menurutnya, pertemuan tripartit ini tidak membahas gencatan senjata dan mereka lebih fokus pada isu kemanusiaan.

Mengenai lokasi pertemuan, Lavrov mengatakan seharusnya digelar di Belarus, bukan Turki. Alasannya, beberapa putaran pertemuan sebelumnya digelar di Belarus. "Rusia tidak ingin perundingan di Turki ini menggantikan atau mengurangi jalur diplomasi utama yang nyata, yang terjadi di teritori Belarus," kata Lavrov.

photo
Relawan menggotong seorang perempuan hamil yang harus dievakuasi saat rumah sakit ibu dan anak tempatnya dirawat di Mariupol, Ukraina, dihujani bom militer Rusia pada Rabu (9/3/2022). - (AP/Evgeniy Maloletka)

 "Percakapan hari ini mengonfirmasi bahwa tidak ada jalan alternatif dari jalur tersebut," katanya, mengacu pada perundingan di Belarus. Sejauh ini, perundingan di Belarus tak banyak menghasilkan kesepakatan diplomatik. Perundingan di sana baru sebatas pembukaan koridor kemanusiaan.

Lavrov juga mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menolak bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Namun, kata Lavrov, harus ada kepastian bahwa perudingan harus bersifat substantif dan fokus pada isu tertentu.

Di lain pihak, Kuleba mengatakan, tuntutan Rusia berarti meminta Ukraina menyerah dalam invasi kali ini. Ia juga menyebutkan, tidak ada kemajuan dalam pertemuan kali ini karena mereka gagal menyepakati gencatan senjata yang lebih luas.

Kuleba menyoroti serangan di Mariupol. Rusia, katanya, tidak berkomitmen dalam membuka koridor kemanusiaan di sana.

photo
Seorang ayah membawa anaknya dari rumah sakit ibu dan anak di Mariupol, Ukraina, seleaps dihujani bom militer Rusia pada Rabu (9/3/2022). - (AP/Evgeniy Maloletka)

"Saya menyampaikan proposal sederhana kepada Menteri Lavrov, saya bisa saja meminta para menteri, pejabat, dan presiden Ukraina sekarang juga dan memastikan Anda 100 persen jaminan keamanan demi koridor kemanusiaan," kata Kuleba.

"Saya bertanya, 'Bisakah Anda melakukan hal yang sama?' dan beliau tidak menjawab apapun," ujar Kuleba.

Posisi Turki cukup unik dalam pertemuan Kuleba dan Lavrov. Turki adalah anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan berbagi perbatasan dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam. Turki menyebut invasi Rusia tidak dapat diterima dan menuntut gencatan senjata. Namun, Turki juga menentang sanksi atas Rusia.

Turki tergantung pada Rusia di bidang energi, pertahanan, dan perdagangan. Turki juga mengandalkan wisatawan Rusia di sektor pariwisatanya. Namun, Turki juga menjual drone kepada Uraina dan ini membuat Rusia meradang.

Sementara itu Menlu Cavusoglu mengungkapkan, Turki masih berharap bisa mempertemukan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sekaligus dihadiri Presiden Recep Tayyip Erdogan. "Tujuan utama kami adalah menyatukan tiga pemimpin," ucap Cavusoglu.

Pertemuan Lavrov dan Kuleba berlangsung saat Rusia masih mempertahankan serangannya ke Ukraina, termasuk ke kota pelabuhan Mariupol. Sebuah serangan udara menghantam rumah sakit di kota tersebut pada Rabu (9/3).

Menanggapi serangan tersebut, Lavrov mengatakan, bangunan itu sudah tidak dipakai sebagai rumah sakit. Bangunan itu disebutnya ditempati pasukan Ukraina.

Menurut dewan kota Mariupol, tiga orang tewas dalam serangan itu, termasuk seorang anak. Seorang wanita yang hendak melahirkan juga terluka akibat serangan udara Rusia tersebut. "Kami tidak akan pernah memaafkan (serangan Rusia). Tidak akan pernah," tulis Wakil Perdana Menteri Ukraina Mykhalio Fedorov lewat akun Twitter-nya.   

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi telah terjadi 18 serangan terhadap fasilitas medis sejak Rusia melancarkan agresi ke Ukraina. WHO sebelumnya telah mengutuk serangan yang membidik atau menargetkan fasilitas medis. Mereka menegaskan, tindakan semacam itu melanggar hukum humaniter internasional.

Sementara itu, Presiden Zelenskyy mengungkapkan, sebanyak 35 ribu warga di tiga kota di negaranya telah dievakuasi melalui koridor kemanusiaan. Dia mengatakan, otoritas Ukraina berencana membuka lebih banyak rute pelarian.

"Kami sedang mempersiapkan enam koridor (kemanusiaan)," ucapnya saat berpidato yang disiarkan di televisi.

Retno Panggil Dubes Ukraina dan Rusia

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi memanggil Duta Besar (Dubes) Ukraina untuk RI Vasyl Hamianin dan Dubes Rusia untuk RI Lyudmila Vorobieva di Jakarta. Retno juga menerima penjelasan terkini dari kedua dubes.

photo
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani (kanan) memberikan salam kepada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang telah berhasil di evakuasi dari Ukraina saat pelepasan PMI dari Ukraina ke Daerah Asal di Kantor BP2MI, Jakarta, Senin (7/3/2022). Sebanyak 26 PMI dipulangkan ke daerah asal usai tiba dari Ukraina dan telah menjalani isolasi sejak 3 Maret lalu. - (Prayogi/Republika)

"Kedua dubes dipanggil pada waktu yang berbeda, untuk menyampaikan dua hal utama posisi Indonesia terkait ketegangan saat ini," ujar Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan (BDSP) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Achmad Rizal Purnama, Kamis (10/3).

Retno menyampaikan posisi Indonesia yang konsisten pada mandat konstitusi. yaitu mendukung upaya perdamaian kedua negara yang sedang bertikai. Indonesia juga berdiri pada prinsip penghormatan hukum internasional khususnya penghormatan dan integritas teritorial.

Kepada kedua dubes, Retno menegaskan bahwa serangan militer tidak bisa terima. "Menlu Retno menekankan bahwa saat ini penting untuk deeskalasi, menurunkan ketegangan, dan stop peperangan sebab situasi kemanusiaan sudah sangat mengkhawatirkan," kata Rizal.

"Posisi itu dipahami betul oleh semua pihak, Meski banyak yang tidak setuju dengan posisi kita, tapi mereka pahaml," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat