Korban aksi kekerasan Lapas Narkotika Kelas II A Pakem menggelar aksi damai dan diam di depan Kantor Wilayah Kemenkumham Yogyakarta, Rabu (24/11/2021). Aksi yang diikuti oleh 60 orang dari korban dan saksi ini menuntut menghentikan kekerasan berupa penyik | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Komnas HAM Temukan Rentetan Kekejaman di Lapas Yogyakarta

Kekejaman tinggi di Lapas Yogyakarta terjadi karena perubahan kepemimpinan.

JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan berbagai aksi kekejaman tak manusiawi yang dialami warga binaan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta.

Komisioner bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menemukan terjadinya penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas Lapas kepada warga binaan.

"Tindakan merendahkan martabat antara lain memakan muntahan, meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni, pemotongan jatah makanan, telanjang, dan diminta mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang. Disuruh melakukan tiga gaya bersetubuh dalam posisi telanjang, penggundulan rambut dalam posisi telanjang, disuruh jongkok dan berguling-guling di aspal dalam keadaan telanjang, memakan buah pepaya busuk dalam kondisi telanjang yang disaksikan sesama warga binaan, petugas lapas baik pria maupun wanita," kata Anam dalam konferensi pers daring, Senin (7/3).

Anam mengatakan, intensitas kekejaman yang tinggi karena adanya perubahan struktur kepemimpinan di lapas. Hal ini diklaim upaya pembersihan lapas dari narkotika oleh kepemimpinan yang baru. Apalagi pada momentum pertengahan 2020 ditemukan 2.828 pil sapi, 315 HP, 227 bunker, dan barang terlarang lainnya di sana.

photo
Korban aksi kekerasan Lapas Narkotika Kelas II A Pakem menggelar aksi damai dan diam di depan Kantor Wilayah Kemenkumham Yogyakarta, Rabu (24/11/2021). Aksi yang diikuti oleh 60 orang dari korban dan saksi ini menuntut menghentikan kekerasan berupa penyiksaan di Lapas khususnya Lapas Narkotika Pakem. - (Wihdan Hidayat / Republika)

"Tindakan kekerasan yang mengakibatkan rasa sakit, luka, dan trauma psikologis korban, antara lain, pemukulan, pencambukan menggunakan selang, penamparan, ditendang, diinjak, guling-guling, direndam di kolam lele, disiram air garam dan air deterjen pada dini hari," ujar Anam.

Komnas HAM mengungkapkan, 13 alat yang digunakan dalam penyiksaan, di antaranya selang, kayu, kabel, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air deterjen, pecut sapi, timun dan sambal cabai, sandal, dan barang-barang yang dibawa oleh tahanan baru. Kekerasan menimbulkan luka-luka di area punggung, kaki, dan tangan.

"Waktu terjadinya penyiksaan terjadi pada malam hari, petugas mendatangi setiap blok di saat warga binaan beristrahat dalam rangka penyisiran ruang blok. Selain itu, penyiksaan di siang hari saat warga binaan pertama kali masuk ke dalam lapas, pengiriman tahanan ke dalam lapas rutin dilakukan pada jam kerja (rentang waktu pukul 11.00–14.00 WIB)," ucap Anam.

Terkait lokasi penyiksaan dan perlakuan merendahkan martabat, Komnas HAM menemukannya terjadi di hampir seluruh tempat di lingkungan lapas. Seperti Branggang (tempat pemeriksaan pertama), blok isolasi, lapangan, setiap blok-blok tahanan, aula bimbingan kerja, kolam ikan lele.

photo
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kanan) berbincang dengan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) memberikan keterangan pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (7/3/2022). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.)

Bahkan, Komnas HAM mendapati kekejaman ini juga dialami oleh tahanan titipan. Padahal, Anam menyebut seharusnya ada mekanisme khusus terhadap tahanan titipan.

"Konteks tindakan kekerasan yang dilakukan petugas lapas terhadap warga binaan termasuk yang pertama kali masuk lapas, untuk menurunkan atau menekan mental warga binaan," tutur Anam.

Ia mengatakan, hasil temuan tersebut perlu menjadi bahan evaluasi Kemenkumham. Sebab, pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan yang mencakup lembaga permasyarakatan. Ia menekankan bahwa standar HAM wajib diberlakukan kepada orang yang terperiksa, ditangkap, ditahan, diadili sampai berstatus narapidana.

"Jelas standarnya orang nggak boleh alami kekerasan, penyiksaan, perendahan martabat, dibatasi komunikasinya. Meski komunikasi yang dimaksud di sini sesuai prosedur dan jenis kejahatan. Orang tetap bisa komunikasi dengan keluarganya walau tentu tidak sama dengan orang bebas," kata Taufan.

Sebelumnya, sejumlah mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada Senin (1/11). Aduan itu terkait dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami selama di lapas tersebut. 

Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham DIY menanggapi terkait hasil pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM kepada warga binaan di Lapas Narkotika (LP) Kelas II A Yogyakarta, Pakem, Kabupaten Sleman, DIY, oleh Komnas HAM. Komnas HAM menemukan adanya perlakuan kejam dengan intensitas tinggi terhadap warga binaan.

Permohonan maaf

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani mengatakan, pihaknya sudah menerima rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM. Pihaknya pun menyampaikan permohonan maaf.

"(Kanwil Kemenkumham DIY menyampaikan) permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa WBP (warga binaan pemasyarakatan) LP Narkotika Yogyakarta," kata Gusti Ayu saat dikonfirmasi, Senin (7/3).

Ayu pun mengucapkan terima kasih atas penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Phaknya juga mengapresiasi kerja sama yang baik dalam penanganan kasus tersebut.

Meskipun begitu, sebelum dikeluarkannya hasil pemantauan dan penyelidikan dari Komnas HAM, pihaknya juga sudah melakukan langkah-langkah yang direkomendasikan.

photo
Ketua tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM, Tama Tamba (kiri) memberikan keterangan pers saat jeda melakukan pemantauan dan penyelidikan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta, Rabu (10/11/2021). Penyelidikan ini terkait laporan masyarakat adanya dugaan penyiksaan oleh sipir kepada tahanan. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Langkah penanganan dilakukan, kata Ayu, sejak adanya pengaduan oleh mantan warga binaan. Ayu menjelaskan, Kanwil Kemenkumham DIY sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum petugas yang diduga terlibat. Bahkan, pihaknya juga memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan.

"Menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisir situasi dan kondisi," ujarnya.

Pihaknya juga memastikan pelaksanaan tugas sesuai SOP dalam rangka pemenuhan hak-hak tahanan dan narapidana. Termasuk di dalamnya saat penerimaan dan pembinaan warga binaan.

Perawatan kesehatan secara maksimal dan pendampingan psikologis, lanjut Ayu, juga dilakukan kepada warga binaan yang masih mengalami trauma. Begitu pun dengan penguatan kepada petugas juga dilakukan secara intensif. Monitoring juga diintensifkan terhadap setiap perubahan yang mengarah kepada perbaikan di lapas.

Ayu menegaskan bahwa pihaknya terus memastikan agar tidak ada tindakan terlarang atau kekerasan yang terjadi di lapas. Hingga saat ini, monitoring masih terus dilakukan dengan perubahan yang dinilai terjadi secara signifikan.

"Kanwil Kemenkumham DIY tetap melakukan koordinasi dan komunikasi dengan ORI Perwakilan DIY maupun Komnas HAM," jelas Ayu.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat