Mahasiswi program studi S1 Keperawatan Husnia Susi Hartati mempraktikkan proses pendampingan persalinan memanfaatkan teknologi virtual reality (VR) di sela-sela peresmian Laboratorium Virtual Reality dan Microteaching di Universitas Nahdlatul Ulama Suraba | MOCH ASIM/ANTARA FOTO

Opini

Metaverse dalam Pendidikan

Hal terpenting yang harus disiapkan soal metaverse, yaitu brainware siswa-siswa di Indonesia.

ZAENAL ABIDIN; Mahasiswa S3 Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia

Disrupsi teknologi sedang terjadi di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Perubahan yang begitu cepat akhir-akhir ini terjadi karena pandemi Covid-19. Dalam dunia pendidikan, pandemi sangat berpengaruh terhadap sistem dan proses pembelajaran.

Sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) yang awalnya seperti akan sulit diimplementasikan di Indonesia, nyatanya sekarang semua jenjang pendidikan menerapkannya. Walaupun dalam pelaksanaannya, banyak hal belum maksimal.

Bahkan, ada kemungkinan kualitas pengetahuan siswa menurun (learning loss) karena pembelajaran hanya dilaksanakan semampunya dan seadanya, berdasarkan kurikulum darurat yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah.

 
Metaverse merupakan sebuah dunia maya yang menjadi ruang digital. Pada dunia metaverse sama halnya pada dunia nyata karena bersifat real time dan live.
 
 

Kurikulum darurat merupakan salah satu alternatif yang dianggap terefektif pada masa ini karena setidaknya, memfasilitasi siswa tetap belajar. Walaupun begitu, kualitas pembelajaran satu sekolah dengan sekolah lain berbeda karena pembelajaran dan materi berbeda-beda.

Selain itu, pembelajaran daring membuat siswa tak bisa berinteraksi dengan sesama siswa ataupun guru. Ini membuat pembelajaran “monoton” sehingga membuat siswa tidak bersemangat belajar. Siswa pun cenderung individual karena fokus pada diri sendiri.

Kalaupun terjadi komunikasi dua arah, itu hanya bisa melihat dan mendengarkan tanpa bisa menyentuh dan bersinggungan langsung.

Dalam mengatasi banyak kekurangan pembelajaran daring, banyak akademisi dan praktisi pendidikan berlomba membuat inovasi pembelajaran. Salah satu yang menarik, adanya teknologi baru yang disebut metaverse.

Metaverse merupakan sebuah dunia maya yang menjadi ruang digital. Pada dunia metaverse sama halnya pada dunia nyata karena bersifat real time dan live. Sehingga waktu di dunia nyata dan maya akan sama.

Selain itu, kita memang akan merasakan interaksi yang nyata meskipun di dunia maya. Implementasi metaverse sekarang baru dimulai di sektor hiburan dan bisnis.

 
Ini sangat menguntungkan bagi dunia pendidikan karena siswa bisa belajar optimal dengan berinteraksi nyata, tanpa harus pergi ke sekolah di dunia nyata.
 
 

Namun dunia pendidikan, mau tidak mau harus segera mengadaptasi metaverse dengan membuat virtual academy, yakni sistem pembelajaran yang memanfaatkan metaverse menjadi media dalam pembelajaran daring.

Dalam dunia metaverse, kita mempunyai avatar sama persis dengan diri kita. Avatar ini bisa berinteraksi secara nyata dengan mengoptimalkan semua pancaindra, seperti berjalan, berbicara, mendengarkan, makan, dan aktivitas lainnya.

Ini sangat menguntungkan bagi dunia pendidikan karena siswa bisa belajar optimal dengan berinteraksi nyata, tanpa harus pergi ke sekolah di dunia nyata.

Gagasan virtual academy ini sebetulnya sudah diutarakan banyak praktisi, bahkan ada beberapa yang diangkat di sebuah serial kartun dari Jepang berjudul Hunter X Hunter dan Sword Art Online pada 2012.

Pada serial tersebut, dilihatkan ketika seseorang berpindah ke dimensi lain dengan menggunakan sebuah teknologi. Serial kartun ini ketika ditayangkan, dianggap sebuah imajinasi yang semata-mata hiburan.

Namun, ternyata sekarang serial ini menjadi nyata dengan adanya perkembangan teknologi metaverse.

Virtual academy menggunakan teknologi metaverse, sudah jelas banyak sekali kelebihannya. Siswa dapat berinteraksi dengan teman dan gurunya sehingga pembelajaran daring optimal dan tidak ada bedanya dengan pembelajaran langsung.

 
Begitu juga pada metaverse, hal terpenting yang harus disiapkan, yaitu brainware siswa-siswa di Indonesia.
 
 

Di sisi lain, virtual academy dapat meningkatkan motivasi siswa karena menggunakan teknologi terbaru dan sesuai perkembangan dan minat siswa. Metaverse juga bisa dimanfaatkan menjadi media dalam meningkatkan disposisi produktif siswa dalam belajar.

Dengan demikian, siswa memandang belajar hal menyenangkan dan kekinian. Di Indonesia, metaverse belum banyak yang mengenal karena keterbatasan hardware. Dalam pembelajaran daring yang optimal diperlukan hardware, software, dan brainware.

Begitu juga pada metaverse, hal terpenting yang harus disiapkan, yaitu brainware siswa-siswa di Indonesia. Brainware merupakan kesiapan siswa mengoperasikan metaverse dan memaksimalkannya menjadi keuntungan.

Brainware yang dimaksud mencakup literasi digital, kesiapan belajar, dan kematangan emosional. Jika brainware sudah bagus, teknologi apa pun yang akan datang kemudian hari, tidak akan jadi masalah.

Sebab, siswa sudah siap dengan disrupsi teknologi, termasuk hadirnya metaverse.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat