Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Apakah Pabrik Tekstil Wajib Zakat?

Para ulama berbeda pendapat seputar kriteria wajib zakatnya pabrik tekstil.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, saya mengelola sebuah pabrik yang bergerak di bidang tekstil. Bagaimana cara menghitung zakatnya? Mohon jawaban Ustaz. -- Babeh-Bandung 

Waalaikumussalam wr wb.

Beberapa literatur fikih, seperti fikih zakat al-Qaradhawi, at-Tathbiq al-Mu'ashir li az-Zakah Husein Syahatah, dan putusan Bait az-Zakah al-Kuwaithi, menjelaskan bahwa salah satu ruang lingkup dari mustaghallat adalah pabrikasi seperti susu hasil perah sampai pabrik pakaian.

Hal itu sesuai dengan ciri-ciri mustaghallat, yakni asetnya tetap, tidak berpindah tangan dari satu pihak ke pihak lain, dan yang diperjualbelikan hasilnya.

Karena itu, mustaghallat dengan perdagangan memiliki perbedaan. Dalam perdagangan terjadi aset yang diperjualbelikan dan berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Sedangkan mustaghallat itu fisiknya tetap, tetapi produktif memberikan hasil.

Oleh karena itu, jika hasil produksi/pabrik tekstil itu dikategorikan mustaghallat, ketentuan zakatnya merujuk pada ketentuan zakat mustaghallat.

Para ulama berbeda pendapat seputar kriteria wajib zakatnya, yaitu sebagai berikut. Pendapat pertama, hasil mustaghallat itu wajib ditunaikan zakatnya mengikuti zakat emas.

 
Pendapat pertama, hasil mustaghallat itu wajib ditunaikan zakatnya mengikuti zakat emas.
 
 

Akan tetapi, yang menjadi objek zakat bukan nilai aset dan hasilnya, melainkan hasilnya saja, hingga menjadi wajib zakat apabila dalam satu tahun hasil sewa atau produksi tersebut itu mencapai senilai 85 gram emas dan ditunaikan 2,5 persen.

Pendapat itu adalah pendapat mayoritas ahli fikih, seperti ulama Hanafi, pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, pendapat ulama Syafi'iyyah, dan pendapat yang masyhur ulama Hanabilah. Selain itu, pendapat mayoritas lembaga fikih internasional, seperti Muktamar II Lembaga Riset Islam al-Azhar Tahun 1965, keputusan Lembaga Fikih Islam OKI Nomor 121 (3/13) tahun 2001, keputusan Bait al-Zakah Kuwait dan Dar al-Ifta Mesir, serta pendapat para ulama kontemporer seperti Mahmud Syaltut dan Muhammad Abu Zahrah.

Pendapat kedua, zakat mustaghallat itu wajib ditunaikan zakatnya mengikuti ketentuan zakat emas yang sama seperti pendapat pertama. Akan tetapi, bedanya menurut pendapat kedua tidak disyaratkan haul.

Saat hasil sewa diterima dan mencapai nisab, maka ditunaikan zakatnya walaupun belum sampai satu tahun. Pendapat itu adalah salah satu riwayat Imam Ahmad, pendapat sebagian Ulama Malikiyyah yang diriwayatkan dari beberapa para sahabat, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Mu'awiyyah, Umar bin Abdul Aziz, al-Hasan al-Bashri, al-Zuhri, Mahkul, dan Auza'i.

Pendapat ketiga, hasil mustaghallat itu wajib ditunaikan zakatnya mengikuti ketentuan zakat perdagangan di mana yang menjadi wajib zakat adalah nilai aset beserta hasilnya. Sebagaimana pendapat sebagian ulama mazhab Hanbali, pendapat Imam Malik, dan sebagian ulama kontemporer.

Pendapat keempat, wajib ditunaikan zakatnya mengikuti ketentuan zakat pertanian. Sebagaimana keputusan Halaqah al-Dirasat al-Ijtima'iyyah di Damaskus tahun 1952 dan pendapat Abdul Wahhab al-Khallaf serta Abdurrahman Hasan.

Pendapat kelima, tidak wajib zakat. Oleh karena itu, hasil sewa ini digabung dengan aset-aset wajib zakat yang lain. Jika telah mencapai nisab dan berusia satu tahun maka wajib zakat sebagaimana pendapat beberapa ulama mazhab empat.

 
Saya membersamai mayoritas para ahli fikih salaf, khalaf, dan otoritas fatwa internasional yang memilih pendapat pertama.
 
 

Saya membersamai mayoritas para ahli fikih salaf, khalaf, dan otoritas fatwa internasional yang memilih pendapat pertama, yaitu hasil sewa dan produksi itu ditunaikan seperti halnya ketentuan zakat emas dan diberlakukan dari hasilnya.

Misalnya, pabrik tekstil dengan total hasil usaha selama 2021 sebesar Rp 1 miliar. Dalam usaha itu, terdapat total pengeluaran sebesar Rp 250 juta dengan perincian gaji pegawai, biaya perawatan, biaya renovasi, biaya listrik dan air, pajak bangunan selama satu tahun, biaya perbaikan, biaya pemasaran, dan cicilan pembiayaan kantor. 

Sisa dari hasil usaha dikurangi biaya (Rp 1 miliar minus Rp 250 juta) adalah Rp 750 juta. Maka, nilai Rp 750 juta tersebut sudah wajib zakat sehingga kewajiban zakatnya adalah Rp 750 juta x 2,5 persen.

Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat