Warga membeli minyak goreng dan gula saat operasi pasar oleh PTPN Grup di Pendopo Agung Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Selasa (22/2/2022). Sebanyak 2 ribu liter minyak goreng dan 2 ton gula pasir disiapkan untuk operasi pasar murah ini. | Wihdan Hidayat / Republika

Kabar Utama

Polri Dalami Dugaan Penimbunan Minyak Goreng

Produksi minyak goreng sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan masyarakat, tapi ada masalah distribusi.

JAKARTA -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan memanggil para produsen minyak goreng untuk mengusut permasalahan distribusi. Polri menemukan adanya dugaan penimbunan dan pelanggaran distribusi di berbagai daerah di tengah kelangkaan stok minyak goreng.

Ini selaras dengan hasil pemantauan Ombudsman RI yang menemukan adanya kecenderungan pembatasan pasokan. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, pihaknya akan meminta data pendistribusian minyak goreng dari para pengusaha.

"Kita lihat distribusinya ke mana saja, jangan sampai terjadi kelangkaan," kata Whisnu kepada wartawan, Selasa (22/2).

Whisnu yang juga Wakil Kepala Satgas Pangan Polri berharap, pengawasan ketat oleh Satgas Pangan Polri bisa membantu memperlancar distribusi minyak goreng. Langkah ini dilakukan agar permasalahan pasokan minyak goreng dapat segera diatasi.

Whisnu sebelumnya menyampaikan, kepolisian mendeteksi dugaan pelanggaran distribusi di empat provinsi, yaitu di Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah. Di Sumatra Utara, misalnya, aparat kepolisian menemukan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang tersimpan di gudang milik sebuah perusahaan.

photo
Petugas Satgas Pangan berbincang saat melakukan monitoring di kantor distributor minyak goreng SGT, Desa Dampyak, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (22/2/2022). Monitoring untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di distributor setempat sekaligus mencegah terjadinya penimbunan minyak yang menyebabkan kelangkaan di pasaran. - (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/foc.)

Menurut dia, produksi minyak goreng sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun, terdapat permasalahan dalam hal distribusi. Atas alasan itu, Satgas Pangan di berbagai daerah turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan ke gudang-gudang dan distributor.

"Kami menemukan tempat yang diduga masih belum mendistribusikan ke masyarakat. Khusus perkara di Sumut, langkah Polri pertama meminta agar stok itu segera didistribusikan, sehingga tidak terjadi kelangkaan di Sumut," tutur Whisnu.

Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika menegaskan pihaknya terus mendalami temuan dugaan penimbunan minyak goreng. Kepolisian, kata dia, akan memanggil semua pihak terkait untuk dimintai keterangan, mulai dari regulator, operator, hingga pelaku usaha.

"Karena penyidik harus menyimpulkan apakah peristiwa itu penimbunan atau bukan. Kami belum mau mengatakan ada kartel karena ada fakta yang harus dikumpulkan," kata Helmy.

Pengecekan ke gudang distributor belakangan ini digencarkan Satgas Pangan di daerah. Kemarin, tim gabungan Satgas Pangan Mabes Polri, Polda Lampung, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lampung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang CV SLL, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung.

Dalam sidak tersebut, petugas menemukan stok minyak goreng sebanyak 32 ribu dus atau 356 ribu liter. Pihak perusahaan mengeklaim sudah melaporkan stok kepada Kementerian Perdagangan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung Kombes Pol Arie Rachman Nafarin mengatakan, stok minyak goreng dalam jumlah besar yang ditemukan di gudang CV SLL dikarenakan ada masalah administrasi. “Ada selisih harga jual Rp 18 ribu per liter, sedangkan harga pemerintah Rp 14 ribu per liter,” kata Arie.

Tim Satgas Pangan langsung memerintahkan perusahaan untuk mendistribusikan minyak goreng ke pasar. Arie mengatakan, masalah administrasi yang dikeluhkan produsen dapat diselesaikan setelah pendistribusian.

Direktur CV SLL Andre Setiawan membantah perusahaannya menimbun atau menahan distribusi migor ke pasar. Stok migor di gudang tersebut, katanya, merupakan stok lama sejak Januari 2022 dan sudah dilaporkan ke Kemendag.

photo
Warga antre untuk dapat membeli minyak goreng curah saat operasi minyak goreng CV Sawit Juara di sekitar Pasar Dargo, Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/2/2022). - (ANTARA FOTO/Aji Styawan/wsj.)

Kendala yang dihadapi produsen adalah adanya selisih harga yang signifikan setelah pemberlakuan harga migor satu harga. Produsen menjual Rp 18 ribu per liter, sedangkan harga eceran tertinggi pemerintah Rp 14 ribu per liter. "Artinya, produsen tidak boleh mengambil keuntungan," katanya.

Pantauan Ombudsman

Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI, menyebut ada kecenderungan pembatasan pasokan hingga dugaan penyusupan stok di ritel modern ke ritel atau pasar tradisional. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya telah melakukan pemantauan langsung di lapangan melalui perwakilan Ombudsman daerah.

"Dari beberapa informasi yang kami kumpulkan dari daerah dan apa yang kita lihat, ternyata minyak goreng itu masih langka," kata Yeka. Pembatasan pasokan yang dimaksud, yakni stok minyak goreng disimpan di gudang-gudang ritel modern dan tidak ditampilkan di etalase.

Pembatasan itu, menurut Yeka, bisa disebabkan oleh distributor yang membatasi pengiriman ke agen, sehingga agen minyak goreng ikut melakukan pembatasan ke ritel modern. Pembatasan tersebut juga bisa saja merupakan respons dari pelaku usaha yang kurang puas dengan kebijakan pemerintah.

Terkait penyusupan stok minyak goreng dari ritel modern, Yeka menyebut hal itu terjadi di Bangka Belitung, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. "Jadi, karyawan ritel modern menjual keluar dari gudang ritel ke pedagang ritel tradisional. Ditemukan juga agen distributor yang langsung menjual minyak goreng kepada pedagang pasar tradisional dengan harga di atas HET," ujar dia.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengingatkan pemerintah untuk memastikan terlaksananya kebijakan domestic market obligation (DMO) serta domestic price obligation (DPO) sebesar 20 persen dari total ekspor minyak sawit (CPO).

Jika kebijakan itu tidak dijalankan keseluruhan akan menimbulkan persaingan usaha yang tidak adil antar perusahaan. "Jangan sampai justru itu (aturan DMO dan DPO) menciptakan level playing field yang tidak sama antar pelaku usaha," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat