Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Keutamaan Sifat Malu

Malu kepada Allah SWT akan mendorong seseorang untuk selalu menaati-Nya.

Oleh SIGIT INDRIJONO

 

OLEH SIGIT INDRIJONO

Anas bin Malik menceritakan, pada suatu saat, Rasulullah SAW mengundang para sahabat untuk menghadiri walimah pernikahan dengan istri beliau, Zainab binti Jahsyi. Acara sudah selesai, tetapi sebagian dari sahabat belum pulang.

Beliau merasa tidak enak untuk menyuruh mereka yang masih duduk berlama-lama di kediaman beliau agar segera pergi. Beliau sengaja mondar-mandir keluar masuk rumah sebagai isyarat kepada mereka agar segera meninggalkan rumah, tetapi mereka tidak memahaminya, sehingga Allah SWT menurunkan ayat berikut (HR Bukhari dan Muslim).

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.” (QS al-Ahzab [33]: 53).

“Rasulullah SAW lebih pemalu dari seorang gadis perawan yang berada dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai (sesuatu), maka akan diketahui dari wajahnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ayat dan hadis di atas menerangkan tentang sifat malu yang dimiliki Rasulullah SAW. Selayaknya kita meneladani beliau dengan sifat malu tersebut.

Sifat malu adalah bagian dari iman, sebagaimana dikisahkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW berjalan melewati salah seorang sahabat dari kaum Anshar yang sedang memberi nasihat kepada saudaranya tentang malu. Beliau mendengar dan bersabda, “Biarkanlah dia (dengan sifat malunya itu) karena sesungguhnya malu itu bagian dari iman.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, “Allah lebih berhak untuk disegani (bersikap malu kepada-Nya) daripada terhadap orang lain.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

Hadis di atas menerangkan bahwa kepada Allah SWT lebih utama daripada malu kepada orang lain. Malu kepada Allah SWT akan mendorong seseorang untuk selalu menaati-Nya, dalam keadaan di tengah khalayak ramai atau saat sendiri. Merupakan perwujudan dari mengenal Allah SWT dengan segala sifat Mahabesar-Nya. Menyadari bahwa Dia selalu melihat dan mengawasi apa yang dilakukan, juga mengetahui semua isi hati dan pikiran.

Seseorang akan merasa malu melakukan perbuatan dosa, melakukan kesalahan atau berakhlak yang tidak baik jika dilihat dan diketahui oleh orang lain. Bisa juga malu karena kelemahan atau kekurangan diri sendiri.

Namun, jangan menjadi penghalang untuk melakukan amal kebaikan. Seperti malu dan segan untuk memberi nasihat kebaikan kepada orang lain, atau malu bertanya kepada orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam rangka mempelajari ilmu yang bermanfaat.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara ucapan kenabian pertama yang diketahui manusia adalah, ‘Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesuka hatimu’.” (HR Bukhari).

Berkaitan dengan hadis di atas, Imam Nawawi menjelaskan dalam Kitab al-Arba’in, “Jika kamu ingin melakukan sesuatu yang tidak menjadikan malu kepada Allah dan manusia, maka lakukanlah. Tetapi, jika tidak demikian, maka jangan dilakukan.”

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat