Pekerja merebus kedelai untuk pembuatan tempe di Pabrik Tempe Muchlar, Bantul, Yogyakarta, Rabu (/16/2/2022). Naiknya harga kedelai yang saat ini mencapai Rp 11.500 per kilogram menyulitkan industri pembuatan tempe dan tahu. Untuk menyiasati perubahan har | Wihdan Hidayat / Republika

Ekonomi

Perlu Diversifikasi Negara Pemasok Kedelai

Lebih dari 80 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya.

JAKARTA -- Diversifikasi negara pemasok kedelai perlu dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan harga serta menjaga stabilitas pasokan. Indonesia dapat meningkatkan impor kedelai dari Brasil dan Argentina dibandingkan saat ini yang mayoritas bersumber dari Amerika Serikat (AS).

”Pemerintah perlu mendiversifikasi sumber impor agar harga dan jumlah pasokan kedelai dalam negeri stabil. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi kedelai terbesar kedua di dunia setelah Cina,” kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah kepada Republika, Kamis (17/2).

Dia menyampaikan, produksi kedelai Brasil mencapai 140 juta ton per tahun dan Argentina mencapai 50 juta ton setiap tahunnya. Jumlah impor kedelai Indonesia dari kedua negara tersebut relatif sangat kecil dari total impor kedelai per tahun. Indonesia bahkan tidak mengimpor kedelai dari kedua negara tersebut pada 2020.

Menurut Nisrina, hal ini membuka peluang untuk kerja sama yang lebih besar, terutama untuk memenuhi ketersediaan kedelai yang selama ini didominasi Amerika Serikat. Upaya ini juga sejalan dengan upaya penjajakan kerja sama ekonomi dengan kawasan Amerika Latin dan Karibia.

Lebih dari 80 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sekitar 90 persen impor kedelai Indonesia pada 2020 datang dari AS atau sejumlah 2.238,5 ton dari total impor 2.475,3 ton. Sementara itu, Kanada menjadi negara sumber impor terbesar kedua untuk Indonesia dengan jumlah impor yang mencapai 229,6 ribu ton pada 2020.

photo
Pekerja merebus kedelai untuk pembuatan tempe di Pabrik Tempe Muchlar, Bantul, Yogyakarta, Rabu (16/2/2022). Naiknya harga kedelai yang saat ini mencapai Rp 11.500 per kilogram menyulitkan industri pembuatan tempe dan tahu. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Data USDA menunjukkan, naiknya harga kedelai di pasar internasional disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berkurangnya pasokan kedelai dunia karena perubahan cuaca yang mengganggu produksi kedelai di negara produsen utama, yakni Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina.

Ia mengatakan, ketiga negara tersebut menghasilkan sekitar 80 persen produksi kedelai dunia. Sejak Desember 2021, produksi kedelai turun 7 persen di Brasil dan 9 persen di Argentina. Walaupun ada penurunan jumlah produksi, kedua negara tersebut tetap termasuk sebagai produsen utama kedelai di dunia.

“Diversifikasi sumber pangan penting dilakukan untuk memastikan pemenuhan stok kedelai dalam negeri. Ketika terjadi gangguan di satu sumber impor, Indonesia bisa dengan segera beralih ke sumber lain,” katanya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan harga kedelai beserta produk turunannya, terutama tahu dan tempe, diprediksi akan mengalami kenaikan dalam beberapa bulan ke depan. Kenaikan harga itu disebabkan oleh faktor kenaikan harga internasional.

Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT) pekan pertama Februari 2022, harga kedelai sudah mencapai 15,79 dolar AS per bushel atau sekira Rp 11.240 per kg di tingkat importir. "Harga itu diperkirakan akan terus mengalami kenaikan. Menurut informasi yang diterima, kenaikannya hingga Mei yang harganya mencapai 15,79 dolar AS per bushel dan baru akan turun pada Juli menjadi 15,74 dolar AS per bushel. Turunnya tidak langsung signifikan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan.  

Oke mengatakan, dengan proyeksi perkembangan harga internasional itu, kedelai impor bisa dihargai sekitar Rp 11.500 per kg. Dengan tingkat harga kedelai itu, harga produk tempe diperkirakan mencapai Rp 10.300 per kg di tingkat perajin dan harga tahu sekitar Rp 650 per potong.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdalifah, menuturkan, pemerintah masih membahas kebijakan yang akan ditempuh untuk membantu stabilisasi harga kedelai impor. "Masih dibahas," ungkapnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Yovi (yoviapr)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat