Spanduk penolakan kekerasan terpasang di sudut Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Kegiatan warga berlangsung normal pascapenarikan aparat kepolisian dari Desa Wadas, kemarin. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Warga Wadas Minta tak Ada Intimidasi

Wargas Wadas yang menolak penambangan disita ponsel dan motornya.

SEMARANG — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Tengah menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan aparat saat mendampingi tim pengukuran lahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

Sekretaris LBH Ansor Jawa Tengah Taufiq Hidayat mengatakan, aparat yang muncul saat pengukuran tanah mencapai lebih dari 500 orang. “Kami menemui langsung warga di sana, (mereka mengatakan) ada lebih dari 500-an personel kepolisian pada saat itu, baik yang berseragam maupun berpakaian sipil,” jelasnya, Senin (14/2).

Insiden Selasa (8/2) terjadi saat petugas melakukan pengukuran lahan milik warga Desa Wadas yang mendukung kegiatan penambangan andesit di Desa Wadas. Buntutnya ada 67 warga Desa Wadas ditangkap dan akhirnya dipulangkan pada Rabu (9/2) sore. “Dalam proses penangkapan itu banyak warga yang mengaku mengalami perlakuan pemukulan maupun penendangan,” lanjutnya.

Lalu masih ada barang-barang milik warga yang disita aparat kepolisian dan belum dikembalikan. Di antaranya ada enam telepon genggam milik warga yang belum dikembalikan dan dua sepeda motor. “Kami bertemu langsung dengan pemiliknya dan mereka menyatakan betul HP-nya disita dan belum dikembalikan,” katanya.

photo
Warga berkumpul menunggu untuk mujahadah di Masjid Nurul Falah, Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

LBH Ansor meminta barang milik warga dikembalikan. “Dasar penyitaan barang milik warga juga kami pertanyakan karena penyitaan itu harus sesuai dengan KUHAP,” tegasnya.

Selanjutnya, sebanyak 30 dari 67 warga yang sudah dibebaskan dan mengaku mendapat perlakuan kekerasan sudah melakukan visum. “Hasil visum ini akan kami jadikan bahan untuk kami laporkan ke Bidang Propam Polri, laporan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) maupun laporan kepada Komnas HAM,” katanya.

Taufiq menerangkan tidak ada warga yang menolak proyek strategis nasional Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. “Yang mereka tolak adalah penambangan (quarry) batu andesit di Desa Wadas,” kata dia.

Warga yang tak sepakat untuk menjual lahannya beralasan tanah merupakan hak milik dan sumber mata pencaharian yang telah turun temurun dari nenek moyang mereka. Sedangkan jarak Desa Wadas dengan lokasi Bendungan Bener itu sekitar 12 kilometer.

“Warga yang pro juga kita investigasi apakah proses untuk pengukuran, mereka menjawab sudah. Apakah sudah ada proses ganti rugi mereka jawab belum. Apakah sudah ada tawaran harga dari pemerintah, sampai detik ini belum ada yang menawarkan harga berapa per meter,’ tambahnya.

Saat ini, hal yang paling dibutuhkan oleh warga Wadas, khususnya yang belum sepakat dengan penjualan lahan untuk penambangan batuan andesit adalah jaminan keamanan tidak ada intimidasi dari aparat kepolisian. “Yang kedua adalah memulihkan trauma warga atas peristiwa Selasa 8 Februari 2022 lalu yang hingga saat ini masih sangat membekas,” katanya.

Anggota Divisi Penelitian LBH Yogyakarta, Kharisma Wardhatul mengatakan, rencana pembangunan bendungan di Kecamatan Bener sudah didengar warga 2013, tepatnya di Desa Guntur. Diketahui pula akan mengambil batuan andesit di Desa Wadas.

Pada 2015 ada pengeboran di dua lokasi Desa Wadas mengambil sampel tanah dan batu sebagai bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pada 2017, BBWSSO menempelkan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa terdampak.

photo
Warga berdatangan untuk melakukan mujahadah di Masjid Nurul Falah, Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Kegiatan warga berlangsung normal pascapenarikan aparat kepolisian dari Desa Wadas. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Saat itu, spanduk tersebut tidak mencantumkan Desa Wadas dan tidak ditempel di Desa Wadas. Menempelkan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa merupakan salah satu prasyarat dari izin lingkungan.

Pada November 2017, dua warga dan Kepala Desa Wadas diundang dan tiba-tiba disodorkan AMDAL tanpa diberi informasi atau pemahaman apapun mengenai isinya. Padahal, seharusnya menjadi hak warga untuk mengetahui secara menyeluruh.

"Selain itu, proses AMDAL seharusnya melibatkan masyarakat. Jika tiba-tiba diundang dan disodorkan AMDAL-nya, berarti ada tahapan yang dilewati," kata Kharisma dalam Riset Dampak Sosial, Wadas Tolak Perampasan Ruang Hidup.

Pada Maret 2018, muncul SK Gubernur 660/1/19 2018 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup dan SK 660/1/20 2018 tentang Izin Lingkungan. Dalam pengumuman Izin Lingkungan, tiba-tiba Desa Wadas sudah masuk dalam daftar pembebasan lahan.

photo
Warga berdatangan untuk mujahadah di Masjid Nurul Falah, Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Masjid itu menurut warga jadi lokasi penangkapan sejumlah warga Wadas pekan lalu. - (Wihdan Hidayat / Republika)

April 2018, ada Konsultasi Publik dan warga diminta untuk tanda tangan, tapi ternyata tanda tangan tersebut digunakan sebagai prasyarat Izin Lingkungan. Pada Juni 2018, keluar SK 590/41 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi.

Pada 2020, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan SK 539/29 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener. Yang mana, Desa Wadas masih tercantum sebagai proyek lokasi pengadaan tanah.

Pada 2021, kata Kharisma, bisa dibilang momen penting karena pada 23 April warga yang sedang menghadang pengukuran tiba-tiba diserang aparat. Ada 9 warga luka-luka, 11 ditangkap, termasuk dua orang pendamping hukum dari LBH Yogyakarta.

Pada 2 Juni 2021, mereka sudah menyerahkan 13.000 lebih suara petisi untuk menghentikan rencana tambang. Namun, pada 7 Juni 2021 Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ternyata tetap mengeluarkan IPL Pembaruan SK 290/20 2021. "Yang mana, itu tentunya tidak sesuai prosedur. Jadi, dari LBH Yogyakarta dan warga Desa Wadas mengajukan gugatan PTUN pada 15 Juli 2021," ujar Kharisma.

Hingga kini, kondisi Desa Wadas masih jauh dari normal, apalagi nyaman, setelah penangkapan puluhan warga. Salah seorang warga, S menuturkan, kedatangan Polisi yang belum berhenti membuat masyarakat sangat takut dan resah untuk berkegiatan.

"Warga takut dan masih trauma sama kejadian 23 September 2021 (patroli Polisi bersenjata lengkap) sama kejadian 8 Februari 2022 (penangkapan puluhan warga)," kata warga yang minta tak dituliskan namanya, kepada Republika, Senin (14/2).

Sedangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta tiga hal saat bertemu jajaran Polda Jawa Tengah terkait insiden di Desa Wadas. Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara melalui keterangan tertulis mengatakan telah bertemu Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi.

Beka menyampaikan tiga hal, yakni menerapkan sanksi kepada personel yang terbukti melakukan kekerasan, meminta polisi agar tidak mudah memberikan stempel hoaks kepada akun-akun sosial media yang melakukan reportase lapangan secara langsung. Terakhir, lembaga tersebut meminta Polda Jateng agar mengembalikan barang-barang dan peralatan milik warga yang masih disita pihak kepolisian.

photo
Anak-anak bermain bersama relawan di halaman Masjid Nurul Falah, Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (24/2/2022). Relawan mengajak bermain anak-anak di Desa Wadas untuk menghilangkan trauma pascapenangkapan warga desa saat mujahadah pada Selasa (8/2/2022) lalu. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Pada kesempatan tersebut, kata Beka, Kapolda memerintahkan jajarannya untuk mengembalikan barang milik warga. Termasuk pula memerintahkan Kepala Bidang (Kabid) Propam melakukan pemeriksaan dan penegakan sanksi kepada personel yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga di Desa Wadas. 

‘Jangan Ada yang Bermain-main, Ini Merah Putih’

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengingatkan ada penindakan tegas kepada siapapun pejabat di jajarannya yang ‘bermain- main’ dalam proyek Bendungan Bener, Purworejo. Peringatan ini disampaikan Ganjar saat membuka rapat evaluasi pelaksanaan pembangunan Bendungan Bener, di Semarang, Senin (14/2).

Rapat digelar sehari setelah Gubernur bertemu dan mendengarkan masukan dari warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit. Rapat dihadiri Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah, Kepala Balai Bear Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak serta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

photo
Warga yang sempat ditahan polisi bertemu ibunya usai tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.)

“Jangan ada yang bermain-main, ini bicara Merah Putih dan kita kontribusikan untuk masyarakat. Ingat saya serius soal ini,” tegasnya, Senin (14/2).

Ganjar meminta jajarannya untuk melakukan evaluasi yang fokus pada tiga hal. Ketiganya, yakni evaluasi teknis terkait proyek pembangunan Bendungan Bener, evaluasi cara pendekatan kepada warga Desa Wadas serta membuka lebar-lebar ruang dialog dengan warga yang masih menolak.

Ganjar mengaku sudah membuktikan sendiri sambutan dari warga yang menolak cukup baik. Warga yang masih menolak bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Gubernur juga menyampaikan, sejak awal sudah ada kesepakatan tidak boleh ada kekerasan. Jika terjadi kekerasan seperti pada beberapa waktu lalu, Gubernur menyerahkan penanganan ini pada pihak kepolisian untuk evaluasi.

“Karena desain awalnya kami sepakat tidak ada kekerasan. Bahwa kemudian di lapangan terjadi monggo Pak Kapolda melakukan evaluasi sendiri, sehingga nanti secara institusional kita bisa memberikan dukungan dengan baik,” tuturnya.

photo
Spanduk penolakan tambang masih terpasang di sudut Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Kepada BPN dan BBWS Serayu Opak, Gubernur sejumlah hal teknis seperti pembayaran ganti rugi pada masyarakat yang sudah setuju, segera dilakukan agar masyarakat tenang. Sementara yang belum setuju tetap dihormati dan diajak bicara.

Sebelumnya, Ganjar menemui warga penolak penambangan batu andesit di Desa Wadas. Sejumlah warga mengaku masih mengalami trauma setelah sebelumnya sempat diamankan aparat kepolisian. Waliyah, misalnya, menceritakan suaminya yang hingga kini masih ketakutan jika melihat anggota polisi. Sang suami memilih mengurung diri di kamar. Pun demikian dengan anak- anaknya yang juga masih takut keluar rumah.

"Kami ini takut Pak, suami saya ditangkap tanpa tahu masalahnya. Meskipun sekarang di rumah, tetapi kalau melihat polisi atau orang asing berseragam hitam masih ketakutan dan setiap hari masih mengurung diri di rumah, pintu selalu dikunci. Anak-anak juga trauma Pak," katanya.

Warga lain, Ana menceritakan, ia dan suaminya ditangkap aparat kepolisian saat konflik terjadi. Suaminya ditangkap saat sedang dalam perjalanan menuju Purworejo, "Sementara saya ditangkap saat berada di desa," tuturnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat