Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. | ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.

Tajuk

Utamakan Musyawarah dan Dialog

Sesuai amanat Konstitusi, negara ini hadir untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Pekan ini,  Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah,  menjadi perhatian dan sorotan publik di Tanah Air dan internasional. Kedatangan ratusan aparat gabungan Polri, TNI dan Satpol PP ke desa tersebut pada  Senin (7/2), untuk pengamanan pengukuran lahan proyek Bendungan Bener menuai kritik dari berbagai organisasi Hak Asasi Manusia dan Ormas Islam.

Kedatangan aparat bersenjata dan aksi penangkapan terhadap sejumlah warga yang menolak tambang batu andesit  dinilai Amnesty Internasional Indonesia  sebagai bentuk intimidasi. Perwakilan Solidaritas untuk Wadas, Heronimus Hemon, mengungkapkan, rasa takut dan lapar menghantui warga Wadas, pascaaksi dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Hingga Kamis (10/2), Heronimus menyebut, kehidupan di Desa Wadas belum kembali normal.

Desakan agar Pemerintah tak melakukan pendekatan represif dalam proses pembangunan Bendungan Bener pun menguat. Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung secara tegas telah meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah  mengevaluasi pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan di Desa Wadas.

"Tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan, namun mengedepankan pendekatan yang humanis dan persuasif serta berbasis sikap dan kebutuhan warga," kata Beka dalam keterangannya, Jumat (11/2).

Selain itu, Komnas HAM juga meminta Gubernur Jawa Tengah untuk menyiapkan konsep penyelesaian masalah dengan berorientasi terhadap kebutuhan warga Wadas. Komnas HAM pun mengingatkan solusi yang diambil harus menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia. 

 
Di era keterbukaan seperti saat ini, sudah tak pantas lagi Pemerintah dan aparat keamanan menggunakan pendekatan represif terhadap masyarakat.
 
 

Di era keterbukaan seperti saat ini, sudah tak pantas lagi Pemerintah dan aparat keamanan menggunakan pendekatan represif terhadap masyarakat. Dalam sebuah negara demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk berpendapat. Sikap penolakan sebagian warga Desa Wadas terhadap proyek pembangunan Bendungan Bener harus dipandang sebagai hak konstitusi warga negara.

Perbedaan pendapat tersebut sejatinya bisa diselesaikan melalui musyawarah dan dialog. Ingat, Indonesia ini adalah negara yang menjunjung tinggi musyawarah. Bahkan, Republik ini bisa berdiri hingga saat ini adalah hasil dari musyawarah dan dialog para pendiri bangsa. Bukan saatnya lagi perbedaan pendapat di masyarakat diselesaikan atau ditumpas dengan pengerahan kekuatan.

Langkah seperti itu bukan hanya kontraproduktif, tapi juga mencoreng nama bangsa di kancah internasional. Sesuai amanat Konstitusi, negara ini hadir untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Masyarakat Desa Wadas yang menolak proyek pembangunan Bendungan Bener juga adalah bagian dari bangsa Indonesia yang harus dilindungi, bukan ditakut-takuti apalagi diintimidasi.

Pemerintah menyebut Bendungan Bener adalah salah satu Proyek Strategis Nasional. Lalu, apakah warga Desa Wadas telah mendapatkan informasi yang benar dan akurat terkait proyek tersebut? 

Munculnya penolakan terhadap proyek tersebut patut diduga terjadi akibat buruknya komunikasi publik. Bisa jadi ada informasi yang tak sampai kepada masyarakat.

 
Sesuai amanat Konstitusi, negara ini hadir untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
 
 

Pemerintah harus mendengarkan suara-suara mereka yang menolak. Komunikasi dari hati ke hati antara Pemerintah dan masyarakat Desa Wadas yang masih menolak proyek tersebut perlu segera dilakukan.

Pemerintah juga perlu memahami perasaan masyarakat yang akan digusur proyek ini. Tak mudah bagi wong cilik untuk meninggalkan tanah kelahiran dan tempat mencari penghidupan.

Psikologis akar rumput ini harus dipahami oleh Pemerintah. Karena itu, rangkul mereka secara persuasif. Jelaskan bahwa Pemerintah akan memberi ganti untung dan menyediakan lahan pengganti. Pemerintah juga harus memastikan mereka memiliki tempat mencari penghidupan yang lebih baik.

Pendekatan persuasif yang humanis seperti ini tentu akan bisa lebih diterima masyarakat. Bukankah Pancasila dan Konstitusi telah mengamanatkan hal itu?  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat