Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih. | unair.ac.id

Wawasan

Perjalanan Vaksin Merah Putih

Alhamdulillah sejauh ini aman tidak ada gejala atau hambatan berarti.

Vaksin Merah Putih telah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji klinik. Saat ini, Vaksin Merah Putih telah menjalani uji klinik tahap 1. Berikut wawancara wartawan Republika, Dadang Kurnia dengan Koordinator Riset Vaksin Merah Putih Unair, Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih pada Kamis (10/2).

Bisa Anda jelaskan perjalanan pembuatan Vaksin Merah Putih Unair secara singkat? 

Perjalanan kita dimulai sejak pertengahan 2020. saat Covid-19 masuk ke Indonesia ini penelitian sudah dimulai dalam skala laboratorium di pertengahan 2020. Sebetulnya Unair itu mengembangkan tiga platform untuk vaksin Covid-19. 

Di antaranya yang pertama adalah platform inactivated virus, alias membuat vaksin dari virus utuh yang dimatikan, seperti vaksin Sinovac. Kedua adalah next generation itu mengembangkan adinovirus viral vector. 

 
Sejak awal pun sejak di laboratorium tim Unair komprehensif, jadi peneliti hulu sampai hilir itu bergabung sejak awal.
 
 

Namun dalam perjalanan riset, memang yang inactivated virus itu yang sama seperti platform-platform di Indonesia lain yang berbasis DNA, RNA Protein Recombinan, kemudian yang sub unit, memang yang inactivated virus ini lebih cepat perkembangan progres risetnya. Sehingga berlanjut sampai ke uji praklinik dan klinik yang dimulai karin. 

Jadi sejak awal kebijakan Pak Rektor (Rektor Unair Mohammad Nasih), tiga platform jalan, nanti mana yang duluan ya itu yang akan diteruskan sampai selesai. Yang lain tetap riset dilaksakan. Singkat cerita, platform yang inactivated virus ini masuk ke tahap uji praklinik. 

Uji praklinik kita melakukan dua tahap. Pertama dengan hewan coba mencit (Mus musculus), dan berikutnya menggunakan hewan besar makaka (Macaca). Sejak awal pun sejak di laboratorium tim Unair komprehensif, jadi peneliti hulu sampai hilir itu bergabung sejak awal. Saat akan praklinik kita juga sudah memohon bantuan BPOM untuk mendampingi. Sehingga perjalanan ini tidak sampai membuang waktu dan energi karena adanya kekeliruan. 

BPOM langsung mendampingi baik itu saat penelitian di laboratorium maupun penelitian di pihak mitra industri. Kami juga masuk dalam konsorsium nasional pengembangan Vaksin Merah Putih, bersama enam institusi lainnya. 

Setelah uji praklinik selesai, tentu dengan pendampingan BPOM berbagai persyaratan Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP) yang harus dipenuhi industri ini juga sudah dilalui, sampai mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). 

Kemudian berlanjut berikutnya ke tahap pembuatan vaksin skala pilot, untuk persiapan nanti di skala produksi massal. Di skala pilot juga kita memproduksi untik digunakan di uji klinis. Setelah dapat izin dari BPOM dan mendapat izin uji klinis, baru kita mulai uji klinis suntikan pertama di 8 Februari 2022. 

Di hari pertama ada 27 relawan, kemudian pada 9 Februari 2022 ada sekitar 20 relawan, terus berlanjut sampai 90 relawan. Pastinya sebelum penyuntikan, para relawan ini sudah melalui skrining terlebih dahulu untuk memastikan memenuhi syarat atau tidaknya. 

Sampai kapan uji klinis dan kapan bisa produksi massal? 

Setelah uji klinik fase pertama terhadap 90 relawan masih ada tahapan selanjutnya. Yaitu uji klinik fase kedua dengan 400 relawan. Itu menjadi tantangan kota juga untuk memenuhi kebutuhan 400 relawan. Fase ketiga lebih banyak lagi, yakni 5.000 relawan. 

 
Harapannya di uji klinis fase ketiga itu bisa paralel dengan booster. Mudah-mudahan Agustus 2022 kita sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA).
 
 

Harapannya di uji klinis fase ketiga itu bisa paralel dengan booster. Mudah-mudahan Agustus 2022 kita sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat sehingga sudah produksi massal untuk digunakan masyarakat. 

Apa pelajaran yang bisa dibagi dengan lembaga riset lainnya? Mengingat pengembangan vaksin Merah Putih dari hulu ke hilir dilakukan di Indonesia? 

Perjalanan riset dari pertengahan 2020 sampai sekarang, kita mendapat learning experience atau pembelajaran yang baik. Pertama perlu lembaga riset itu memastikan kualitas melalui standarisasi. Pengalaman kami dengan BPOM selalu kan controling, kemudian juga dilihat standar kelayakan dari kegiatan, prosedur, dan seterusnya. 

Ini yang menjadi persiapan bagi semua lembaga riset untuk melakukan proses standarisasi laboratoriumnya. Salah satunya standar Good Laboratory Practices itu perlu. 

Kenapa pengembangan Vaksin Merah Putih lambat dibanding di luar negeri? 

Hambatan yang ada adalah ketersediaan chemical bahan-bahan kimia untuk proses riset. Selama Covid-19 ini kan kita bisa menunggu hingga tiga bulan. Sebelum Covid-19 kan paling cuma dua minggu, atau satu bulan lah paling lama. Ini juga akan memperpanjang masa riset.

photo
Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih. - (unair.ac.id)

Berbeda dengan mereka yang ada di luar negeri yang bahan-bahan chemical itu sangat mudah sekali didapat. Misal pesan sekarang mungkin dua atau tiga hari sudah datang. Kalau di Indonesia kan lama prosesnya.

Hambatan dan tantangan yang dilalui? 

Peralatan instrumentasi alat-alat canggih yang memang sangat dibutuhkan. Contoh awal-awal Covid-19 kan alat RT PCR yang di luar negeri sudah alat sehari-hari yang satu laboratorim bisa punya tiga hingga lima. Kita di Indonesia tidak semua memiliki itu. Dengan Covid-19 kan pemerintah kemudian mensuplai RT-PCR hingga ke daerah-daerah sehingga bisa meneluti mutan-mutan baru dari Covid-19. 

Itu yang paling sederhana. Itu standar laboratorium molekuler yang perlu ada di Indonesia. Itu juga menjadi salah satu tantangan, yaitu ketersediaan peralatan dasar dalam riset-riset molekuler. Ke depan biologi molekuler itu menjadi penting. Riset-riset yang terkait dengan sitem biologis, apalagi yang tidak kelihatan tapi hidup. Misalnya virus, bakteri. 

Peralatan-peralatan canggih yang punya sensitivitas tinggi, akurasi tinggi, cepat, dan tepat, itu memang dibutuhkan. Sehingga begitu ada hal-hal yang tidak diinginkan seperti wabah, itu tidak panik tetapi langsung dilakukan pengecekkan. 

Di mitra industri kami, PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia juga mendatangkan peralatan terbaru. Itu kan juga pasti ada kendala dalam transportasi, pemesanan dan sebagainya, butih waktu. Sehingga mundur itu karena kendala berbagai hal yang dinilai BPOM belum meadai sehingga harus dilengkapi. 

 
Meski demikian, untungnya seluruh elemen bisa bergotong-royong dalam pengembangan vaksin Merah Putih ini.
 
 

Meski demikian, untungnya seluruh elemen bisa bergotong-royong dalam pengembangan vaksin Merah Putih ini. Tidak saja triple helix, tetapi malah hexa helix. Pemerintah, perguruan tinggi, mitra induatri, pers, komunitas atau masyarakat ilmiah, dan para profesional.

Banyak fasilitas penunjang yang didatangkan dari luar negeri. Dari mana saja? 

Dari berbagai negara, dan yang paling dekat itu dari Singapura. Singapura iru kan menjadi negara jujukan untuk pengiriman bahan ke Indonesia. Itu yang paling dekat. Untuk masuk je Indonesia kan ada aturan-aturan di situ. Itu dipermudah dengan bantuan pemerintah. 

Dukungan pendanaan sepanjang pengembangan Vaksin Merah Putih? 

Alhamdulillah pendanaan lancar dari dukungan pemerintah sejak awal kami masuk di konsorsium kan Kemenristek BRIN. Memang ada khusus konsorsium yang didanai Kemenristek BRIN pada waktu itu khusus riset Covid-19. Kemudian dukungan dari pihak mitra industri juga. Misal kami dengan PT. Biotis Pharmaceuticals Indonesia. Biotis betul-betul rombak total untuk kesiapan produksi vaksin manusia, karena mereka pengalamannya di vaksin hewan. 

 
Alhamdulillah sejauh ini aman tidak ada gejala atau hambatan berarti. Karena kan mereka juga sejak awal sudah diskrining. 
 
 

Artinya bantuan dari mitra industri untuk pendanaan yang mereka lakukan di internal mereka sendiri. Kami di perguruan tinggi didukung pemerintah. Internal perguruan tinggi juga ada dana yang dikeluarkan tapi tidak sebesar dana yang disukung pemerintah. Misalnya untuk uji klinik itu didukung penuh dari Kementerian Kesehatan. Karena dananya kan besar, total relawan saja sekitar 5.500 orang. Pelayanannya juga kan bukan hanya menyuntik, ada pemeriksaan imun. Sebelum disuntik ada skrining juga. 

Sejauh ini hasil uji klinik seperti apa? Sudah ada laporan kondisi relawan yang disuntik? 

Alhamdulillah sejauh ini aman tidak ada gejala atau hambatan berarti. Karena kan mereka juga sejak awal sudah diskrining. Di tahap skrining juga kan ada yang lolos ada yang tidak. Kan itu biasa. 

Relawan dirahasikan, apakah memang standarnya seperti itu? 

Iya karena memang kan ada tim monitoring, ada tim pelaksana uji klinis, kemudian juga ada BPOM yang ikut sebagai regulator. Ini relawan ini kan mesti dirahasiakan. Kalau enggak nanti relawannya diserbu ditanyai kan malah bisa stress nanti relawannya. 

Biarkan relawan ini hidup seperti kebiasaan sehari-hari supaya bisa dipantau secara normal. Karena kan yang relawan yang divaksin tidak ada karantina. Mereka bebas sstelah disuntik ya masuk ke masyarakat seperti biasa. Yang dilihat perkembangannya kan justru itu. Percayakan pasti hasil ini dapat dipertanggung jawabkan karena menyangkut orang banyak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat