Sejumlah warga mengantre membeli sembako murah di Kantor Kelurahan Cililitan, Jakarta, Rabu (2/2/2022). | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Momentum Emas Bapanas

Mestinya, momentum emas dapat dimanfaatkan Bapanas mendapatkan pengalaman terkait ketersediaan pangan.

PRIMA GANDHI, Dosen Prodi Manajemen Agribisnis IPB dan Pengurus MPP ICMI

Di tengah kenaikan harga komoditas pertanian, seperti telur ayam, gula pasir, dan minyak goreng, Indonesia bersiap menjadi tuan rumah presidensi G-20 bidang pertanian. Kelompok diskusi presidensi G-20 bidang pertanian akan digelar Maret hingga September 2022.  

Tema utamanya Balancing Production and Treat to Fulfill Food for All. Demi mewujudkan tema di atas, suatu negara wajib mempunyai regulasi dan kelembagaan pangan kuat untuk menjamin pasokan pangan nasional.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana regulasi dan kelembagaan pangan Indonesia saat ini? Sejak merdeka, komoditas pangan menjadi salah satu yang diintervensi pemerintah, baik melalui UU maupun aturan operasional pengelolaan pangan.

 
Hingga kini, regulasi pangan belum terintegrasi baik karena masih tumpang tindih tugas pokok serta fungsi pengelolaan pangan antarkementerian dan lembaga.  
 
 

Hingga kini, regulasi pangan belum terintegrasi baik karena masih tumpang tindih tugas pokok serta fungsi pengelolaan pangan antarkementerian dan lembaga.  

Untuk menghapus tumpang-tindih regulasi pangan dan menjalankan amanah UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No 66 pada 29 Juli 2021 tentang Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda kepala Bapanas dilantik. Alangkah baik jika lembaga Bapanas resmi berdiri sebelum presidensi G-20 bidang pertanian dihelat sebab ini menjadi momentum emas.

Mestinya, momentum emas dapat dimanfaatkan Bapanas mendapatkan pengalaman terkait ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, keamanan pangan.

Harmonisasi regulasi

Setiap komoditas pangan pokok di suatu negara memiliki masalah, karakteristik, dan tata niaga tersendiri sehingga membutuhkan model pengelolaan masing-masing.

 
Harmonisasi regulasi dan kelembagaan terkait sembilan pangan pokok menjadi pekerjaan rumah tak mudah bagi Bapanas.
 
 

Walaupun begitu, model pengelolaan komoditas pangan pokok ini perlu dibuat terintegrasi dari hulu hingga hilir, agar dapat dilaksanakan secara efektif sehingga memberikan output terukur untuk menjaga ketahanan pangan suatu negara.

Pada Pasal 4 Perpres No 66 Tahun 2021 termaktub sembilan komoditas pangan pokok sebagai tanggung jawab Bapanas, yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.           

Harmonisasi regulasi dan kelembagaan terkait sembilan pangan pokok menjadi pekerjaan rumah tak mudah bagi Bapanas. Alasannya, karena tidak semua pasal dalam Perpres No 66 Tahun 2021 mengatur hal ini.

Terdapat beberapa pasal terkait harmonisasi regulasi dan kelembagaan. Pertama, pada Pasal 1 tertera Bapanas merupakan lembaga pemerintah di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Kedua, Pasal 28, ada dua kementerian eksplisit disebutkan untuk mendelegasikan kewenangan kepada Bapanas, yaitu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

 
Ini berarti, secara fungsional, Bapanas bertugas sebagai regulator pemenuhan pangan dan Perum Bulog operatornya.
 
 

Mekanisme importasi dan eksportasi sembilan bahan pokok yang selama ini dalam koordinasi lintas kementerian/lembaga penting diharmonisasikan. Agar, silang pendapat antarkementerian/lembaga tak terjadi lagi setelah Bapanas beroperasi. 

Ketiga, Pasal 29 menyebutkan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN menguasakan kepada kepala Bapanas untuk memutuskan penugasan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).

Ini berarti, secara fungsional, Bapanas bertugas sebagai regulator pemenuhan pangan dan Perum Bulog operatornya. Walaupun secara struktural di bawah Kementerian BUMN, Perum Bulog bertanggung jawab kepada Bapanas.

Dalam mendukung aktivitasnya, Perum Bulog dapat berkoordinasi dengan perusahaan holding pangan ataupun perkebunan di bawah Kementerian BUMN. 

Karena itu, model tata niaga sembilan pangan pokok perlu disusun komprehensif sehingga menggambarkan rantai pasoknya. Ini penting bagi kejelasan fungsi stakeholder dan pelaku usaha, termasuk peran Perum Bulog sebagai operator regulasi pangan nasional.

 
Deregulasi penganggaran dan keuangan yang diterapkan pemerintah selama ini kepada Bulog harus dilakukan untuk mengurangi potensi kerugian.
 
 

Selanjutnya, perlu ditetapkan penentuan besaran cadangan pangan pemerintah (CPP) sembilan pangan pokok, sesuai model tata niaga dan rantai pasoknya. Harus dilengkapi pula regulasi anggaran dan keuangan agar mengakomodasi kebutuhan operasional Perum Bulog.

Dalam implementasinya, Perum Bulog dapat bersinergi dengan BUMN, swasta, dan pelaku usaha pertanian Indonesia dalam mengelola CPP sembilan pangan pokok, agar bermanfaat bagi masyarakat penerima dan mendukung pengusaha pertanian.

Deregulasi penganggaran dan keuangan yang diterapkan pemerintah selama ini kepada Bulog harus dilakukan untuk mengurangi potensi kerugian.

Potensi ini timbul akibat pembiayaan penugasan regulasi masih menggunakan modal terbatas dari pinjaman dengan suku bunga komersial, tanpa jaminan kredit dari pemerintah, memerlukan uang muka, dan waktu kredit yang lama.

Terakhir, setidaknya ada lima hal lagi yang harus diharmonisasikan, yaitu regulasi terkait kualitas pangan pokok, jumlah produksi dalam negeri, logistik distribusi pangan pokok, operasi pasar untuk stabilisasi harga, dan pengaturan bantuan sosial pangan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat