Poster penolakan tambang batu terpasang di dinding rumah warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Kasus Kekerasan di Wadas, Polisi Jangan Represif

Sebanyak 64 warga Wadas ditangkap saat polisi mengamankan pengukuran tanah.

JAKARTA – Aksi aparat kepolisian yang membantu pengamanan pengukuran tanah warga Desa Wadas, Kecamatan Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada Selasa (8/2), menuai kecaman.  Salah satunya dari Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dadang Dadang Kahmad.

“Kami mengecam segala bentuk tindakan aparat kepolisian yang terindikasi bersifat intimidatif, represif dan konfrontatif yang dapat menimbulkan ketakutan, gangguan keamanan dan ketertiban bagi warga di desa Wadas,” kata Dadang, Rabu (9/2).

Dadang mengingatkan pihak kepolisian bahwa setiap warga negara Republik Indonesia berhak dan sah untuk menyampaikan aspirasi dan mengkonsolidasikan gerakannya, terkait penyelamatan kelestarian dan masa depan lingkungan hidup. Karenanya, terkait informasi berupa penangkapan terhadap 64 orang dan tindakan represif yang terjadi pada warga, tim kuasa hukum warga dan aktivis, Muhammadiyah mendesak kepolisian untuk menghentikan upaya represif tersebut.

“Kami mendesak kepolisian agar menghentikan penangkapan warga, tim kuasa hukum dan aktivis di Desa Wadas. Kami juga mendesak pihak kepolisian untuk membuka akses bagi tim kuasa hukum, media, pers dan pendamping warga di Desa Wadas,” terangnya.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga mengutuk tindakan represif aparat kepolisian dan pengukuran paksa tanah warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. KPA mendesak Kapolri mengusut insiden yang diwarnai aksi intimidasi, kekerasan, dan penangkapan puluhan warga itu.

"KPA mendesak kepada Kapolri untuk segera mengusut tuntas berbagai tindakan pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian di Desa Wadas," kata Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika, Rabu (9/2).

 “KPA mendesak Kapolres Purworejo segera membebaskan seluruh warga dan pendamping yang ditangkap saat mempertahankan hak atas tanah," ujarnya, menambahkan.

Dewi menjelaskan, konflik agraria ini berawal dari rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Bener. Material batu andesit untuk pembangunan bendungan tersebut akan diambil dari bukit di Wadas, dengan area seluas 124 hektare. Mayoritas warga Desa Wadas menolak rencana penambangan batu andesit itu. Mereka enggan melepaskan tanahnya untuk penambangan.

Atensi Presiden

Sementara penangkapan pada Selasa bermula dari keberadaan anggota kepolisian dalam proses pengukuran lahan untuk kepentingan proyek pembangunan Bendungan Bener, di wilayah Desa Bener atas permintaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Jawa Tengah.

Hal ini diungkapkan Kapolda Jawa tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi, melalui Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, saat dikonfirmasi di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (8/2).

photo
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Aparat meminta pihak-pihak yang menuju Desa Wadas untuk berbalik arah, kemarin. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Secara kronologis, Iqbal menjelaskan, pada hari Senin (7/2), kepala BPN Wilayah Jawa Tengah melakukan audiensi dengan kapolda Jawa Tengah, terkait dengan atensi Presiden atas percepatan pembangunan proyek strategis nasional.

Selanjutnya BPN wilayah Jawa Tengah meminta bantuan pendampingan kepada Polda Jawa Tengah karena akan dilakukan proses pengukuran lahan untuk kepentingan proyek strategis nasional, pembangunan bendungan Bener.

Dasarnya, Peraturan Presiden No 109 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Pepres No: 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyekstrategis Nasional (Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo). Kemudian Surat Kementerian PUPR No UM 0401.AG.3.4./45 Tanggal 3 Februari 2022 Tentang Permohonan Pengamanan Pelaksanaan Pengukuran di Desa Wadas Kabupaten Purworejo. Serta surat Kementerian ATR/BPN No AT.02.02/344-33.06/II/2022 Tanggal 4 Februari 2022 Perihal Permohonan Personil Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo.

Terkait hal ini, lanjutnya, Polda Jawa Tengah menyiapkan sekitar 200 personel Polri berkoordinasi dengan TNI, Pemkab Purworejo dan stakeholder terkait, sehubungan dengan permintaan BPN wilayah Jawa Tengah tersebut. “Pada hari Senin, seluruh anggota sebelum melaksanakan tugas telah dilakukan swab tes oleh tim Biddokkes dengan hasil seluruhnya negatif,” katanya.

Lalu, kata Iqbal, pda Selasa pagi personel yang disiapkan untuk melakukan pendampingan pengamanan inventarisasi dan identifkasi di Des Wadas mendapat arahan dari Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol Abioso Seno Aji di halaman Polsek Bener.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Pada pukul 08.00 WIB, Tim BPN yang menuju dan masuk ke Desa Wadas dihambat oleh  sejumlah warga. Selanjutnya pada pukul 08.30 WIB tim gabungan TNI/Polri dan instansi terkait memasuki Desa Wadas untuk membantu mengawal pendampingan Tim BPN yang akan melaksanakan tugas.

“Turut serta dalam kegiatan tersebut Kades, Camat, Pejabat Pemda termasuk Dinas Pertanian dan Berhasil masuk dengan aman ke wilayah Desa Wadas,” lanjut Iqbal. Selanjutnya, proses pengukuran oleh tim BPN dilaksanakan mulai pukul 11.00 WIB dengan didampingi para pemilik lahan.

Pada saat proses pengukuran berlangsung, di dekat masjid desa berkumpul kerumunan warga, baik warga yang pro maupun kontra pembangunan bendungan. Polisi mengeklaim terjadi keributan kedua belah pihak.

Petugas kemudian mengamankan beberapa warga yang disebut akan melakukan tindakan anarkistis dan mencoba melawan petugas. Dari upaya ini petugas mengamankan sejumlah senjata tajam dari tangan mereka. “Hingga akhirnya ada 23 warga yang diamankan dan langsung dibawa ke Polsek Bener untuk dilakukan interogasi,” ujar Kabid Humas.

Salah seorang warga Desa Wadas, Siswanto menceritakan, semua bermula pada Senin (7/2) sore ketika warga melihat banyak polisi bersiap di Polsek Bener dan belakang Polres Purworejo. Selain itu, mereka melihat polisi membuat tenda-tenda.

photo
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Saat itu, warga masih bingung apakah para aparat ingin ke Wadas atau ada keperluan lain. Salah satu warga yang menghubungi Polres Purworejo, mendapatkan jawaban jika mereka cuma ingin kunjungan ke Purworejo, tidak ada informasi mengukur tanah.

Senin pagi, beberapa warga melihat polisi yang patroli di desa-desa tetangga sekitar Desa Wadas. Sebab, pos-pos polisi tidak pernah ada di Desa Wadas, mereka rapat di luar Desa Wadas dan rumah-rumah makelar tanah yang ada di dekat Desa Wadas.

Siswanto setelah itu, pada Selasa (8/2) warga Desa Wadas diminta kumpul di Masjid Krajan. Sekitar pukul 10.00 WIB, polisi masuk ke Wadas. Awalnya, yang masuk ke Wadas adalah pasukan Brimob yang membawa senjata dan mengendarai sepeda motor.

Mereka melepaskan poster-poster penolakan penggusuran di sekitar Desa Wadas. Setelah itu, polisi bersenjata lengkap membawa tameng, kemudian petugas BPN dan disusul warga yang pro pengukuran.

Ia menyangkal bahwa ada warga yang membawa senjata tajam. Di Desa Wadas, para perempuan memang biasa berkumpul untuk mengolah bambu menjadi kerajinan besek untuk dijual. "Alatnya golok untuk belah bambu, pisau untuk menyirat, gergaji untuk memotong bambu, itu diambil semua sama polisi, polisi menganggap warga membawa senjata tajam," ujar Siswanto.

photo
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng. - (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Sejak Selasa pagi itu, ibu-ibu sudah mengerjakan tapi karena diminta kumpul ke Masjid Krajan alat-alat itu ditinggalkan. Sekitar 11.00 WIB, polisi mendatangi Masjid Krajan dengan jumlah ratusan dan memenuhi seisi jalan desa.

Sampai tiba waktu Zhuhur, sejumlah polisi mengatakan ingin menunaikan shalat Zhuhur dan mengajak warga untuk mengambil air wudhu. Ternyata, menurut Siswanto, warga langsung dimasukkan ke mobil-mobil polisi.

Siswanto menuturkan, warga Desa Wadas yang dibawa yang sedang duduk-duduk, mujahadah, tapi tiba-tiba ditarik dimasukkan ke mobil-mobil polisi "Kalau dibilang warga membawa senjata tajam, warga melakukan provokasi, ya tidak ada, orang sedang mujahadah, tidak ada," kata Siswanto kepada Republika

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mendapat keterangan bahwa penangkapan warga Desa Wadas terjadi saat mereka tengah mengadakan istighosah. Ketua YLBHI Bidang Advokasi dan Jaringan Zainal Arifin menyebut ada 63 warga yang ditangkap berdasarkan data hingga Rabu (9/2) siang. Ia belum mendapat informasi lebih lanjut soal nasib warga yang ditahan. 

"Warga yang sedang melakukan istighosah tiba-tiba dikepung dan ditangkap. Tidak cukup sampai di situ, Kepolisan juga melakukan sweeping dan penangkapan di rumah-rumah warga," kata Zainal dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (9/2). 

Zainal menyatakan pihak kepolisian memberi informasi sesat perihal warga yang ditangkap dengan alasan membawa senjata tajam. Ia menyebut polisi mengambil alat-alat tajam seperti arit serta mengambil pisau yang sedang digunakan oleh ibu-ibu untuk membuat besek (anyaman bambu).

"Pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menyatakan tidak ada kekerasan dan keberadaan kepolisian untuk melakukan pengamanan dan menjaga kondusivitas adalah pembohongan publik. Pada faktanya pengerahan ribuan anggota kepolisian masuk ke Wadas merupakan bentuk intimidasi serta kekerasan secara psikis yang dapat berakibat lebih panjang daripada kekerasan secara fisik," ujar Zainal. 

Zainal juga mengungkapkan pihak kepolisian mengintimidasi dan menghalang-halangi tugas pengacara publik LBH Yogyakarta yang akan memberikan bantuan hukum terhadap warga yang ditangkap. Pihak kepolisian beralasan pendampingan hukum tidak bisa dilakukan karena sedang dilakukan proses interogasi dan berdalih ada satu orang terpapar Covid-19.

"Namun ketika ditanya terkait informasi lebih lanjut, Kepolisian justru melakukan intimidasi dan pengusiran terhadap pengacara publik LBH Yogyakarta. Selain itu di lapangan didapati kekerasan secara fisik yang dialami oleh pengacara LBH Yogyakarta yang mendapatkan penganiayaan berupa pukulan beberapa kali," ucap Zainal. 

Atas dasar itulah, YLBHI dan LBH Yogyakarta menuntut aparat Kepolisian dan TNI ditarik mundur dari Desa Wadas. Tuntutan berikutnya ialah pembebasan warga yang ditangkap atas konflik di Desa Wadas.

"Hentikan pengukuran di Desa Wadas dan hentikan rencana penambangan quary di Desa Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener," ujar Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadli.

photo
Poster penolakan tambang di jembatan Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Di pihak lain, Polda Jateng menyebutkan ada rekaman dan gambar atau foto-foto hoaks yang tersebar di media sosial terkait dengan insiden di Desa Wadas, Purworejo. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jateng, Komisaris Besar (Kombes) Iqbal Alqudusy mengatakan, informasi yang dianggap kebohongan tersebut diunggah lewat akun Instagram, Wadas Melawan.

Iqbal, dalam rilis resmi Polda Jateng menjelaskan, informasi hoaks pertama, terkait dengan video amatir pengepungan warga di dalam masjid oleh personel kepolisian. “Video amatir itu memperlihatkan aparat mengepung warga yang berada di dalam masjid. Sumber Instagram Wadas Melawan,” begitu kata Iqbal, Rabu (9/2).

Padahal, dikatakan Iqbal, terkait dengan informasi itu, yang terjadi adalah warga yang menolak program pengukuran lahan, berkumpul, dan menunggu di depan masjid. “Ada yang bawa sajam (senjata tajam),” kata Iqbal.

Saat warga kontra pengukuran berkumpul, Iqbal mengatakan, ada warga yang melempar batu dari dalam masjid. Pelemparan ini membuat warga yang mendukung pengukuran mengejar yang melakukan pelemparan. “Massa pro mengejar mereka. Dan ada yang lari ke dalam masjid pakai celana pendek,” ujar Iqbal.

Hoaks lainnya, Iqbal melanjutkan, adalah video amatir yang tersebar di medsos terkait dengan rekaman penangkapan terhadap warga Wadas. Dari video yang juga diunggah via Instagram Wadas Melawan, disebutkan narasi kepolisian yang dengan bebas masuk ke rumah warga melakukan penangkapan paksa.

photo
Poster ajakan menerima penjualan tanah terpasang di fasilitas umum Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Iqbal meluruskan, tim kepolisian sudah melakukan pengintaian terhadap warga yang pro maupun kontra. Penangkapan yang dilakukan agar dua kelompok masyarakat tersebut tidak saling benturan. “Tetapi ada provokasi. Saat akan diamankan (ditangkap) mereka lari ke rumah penduduk,” terang Iqbal.

Iqbal menuturkan, kepolisian masuk ke rumah warga untuk menangkap sejumlah orang yang dituding sebagai provokator. “Hoaks kalau polisi asal masuk rumah penduduk. Yang benar adalah polisi mengejar provokator yang masuk ke rumah penduduk,” kata Iqbal. 

Warga pendukung

Kemarin, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga menemui sejumlah warga Desa Wadas yang sudah setuju dilakukan pengukuran rumah atau tanah mereka. Uniknya, sejumlah warga yang ditemui sudah memakai name tag kuning bertuliskan 'WARGA'.

Dengan tangan terbalut habis kecelakaan sepeda, Ganjar menemui beberapa warga di pelataran Masjid Al Hidayah. Ini merupakan satu dari dua titik kumpul pusat polisi di Desa Wadas, selain Masjid Krajan yang merupakan lokasi penangkapan puluhan warga.

photo
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo usai menemui warga yang setuju penjualan tanah di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Sejumlah warga yang sudah setuju pengukuran dan berkesempatan hadir tampak sangat senang bisa bertemu dengan Ganjar. Apalagi, mereka diberikan kesempatan untuk berbincang dan berfoto dengannya.

Ganjar berpesan agar warga senantiasa menjaga kerukunan karena berita di luar simpang siur. Kepada warga yang sudah berkenan diukur tanahnya, ia menjanjikan akan segera diselesaikan segala urusannya. Ganjar meminta warga yang sudah berkenan diukur nanti tidak menggunakan uang untuk membeli barang-barang mewah. 

"Jangan pakai beli mobil, dipakai untuk usaha biar bagus. Kemudian, relasi antar warga biar tidak terpecah, maka komunikasinya biar bagus, hormati semua pihak," kata Ganjar, Rabu (9/2) siang.

Terkait penolakan, ia menyatakan akan menyelesaikan selekasnya. "Insya Allah kita akan selesaikan dengan cepat, tadi kalau kita hitung-hitung kemungkinan sehari bisa selesai. Kodam juga mendampingi, mudah-mudahan bisa diselesaikan dan BPN kerjanya lebih cepat, sehingga tidak ada isu-isu beredar," ujar Ganjar.

Ia menambahkan, puluhan warga yang ditangkap polisi akan dibebaskan. Setelah itu Ganjar tidak melanjutkan kunjungan ke Masjid Krajan, lokasi penangkapan warga karena langsung meninggalkan lokasi.

photo
Warga yang sempat ditahan polisi bertemu ibunya usai tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.)

Seorang warga yang berbincang dengan Ganjar, Siti Rodiyah, turut mengungkapkan harapan ada kejelasan sesegera mungkin tentang tanah mereka. Sehingga, uang ganti rugi yang mereka terima bisa cepat dimanfaatkan untuk keperluan yang lain.

Rodiyah memiliki tanah warisan dari orang tuanya sekitar 1.000 meter persegi dan selama ini dimanfaatkan untuk berkebun seperti pete dan kelapa. Ia berharap, tanah yang dimiliki nanti bisa lebih bermanfaat untuk kepentingan umum. "Kalau sudah jadi untuk kepentingan umum, biar bermanfaat, uangnya mau saya bagi ke anak cucu dan buat usaha," kata Rodiyah.

Berbanding terbalik, sejumlah warga yang menolak pengukuran tampak lesu lantaran tidak ditemui Ganjar dan tidak bisa menyampaikan keluh kesah selama ini. Meski begitu, sebagian besar memilih melanjutkan aktivitas atau kembali ke rumah.

"Berarti ketemunya yang setuju saja ya," sahut salah seorang ibu rumah tangga yang sedang memotong bambu apus di depan teras bersama ibu-ibu lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat